53

920 132 16
                                    

Aku buat Q&A nya nanti ya, nunggu waktu yang pas^^

Siap untuk penuhin komen di part ini?

**

Langit gulam di siang hari adalah sebuah keberkahan, membawa angin mengusak surai keduanya hingga teracak bebas. Sama-sama mengenggam segelas kopi dari mesin pembuat kopi yang disediakan di kantin rumah sakit.

"Diminum Bang, kopinya." Sahut Yudha menyeruput kopinya perlahan.

"Ya, thanks."

"Kuliah lo gimana?" Tanyanya saat melihat Biru tenang tak seperti biasanya, ramai.

Biru sejujurnya menyukai ketenangan, namun terbiasa dengan ketenangan membuatnya muak lalu berpindah haluan pada keramaian. Namun dia juga tetap butuh ketenangan, tidak melulu harus ramai. Mungkin sekaranglah waktunya.

"Ya gitu, udah mau magang, jam kelas jadi sedikit, tugas ya tetep jalan. Lo?" Biru menoleh pada teman serumahnya.

"Capek. Gue pengen keluar aja." Ujarnya asal, tak tahu saja jika Biru siap memberikan ceramah panjang lebar.

"Yeu bahlul, susah-susah nyari duit sampe ngemper di taman, giliran udah mau kelar malah mundur." Yudha menyunggingkan senyum tipis, dia pejamkan mata menikmati omelan Biru yang kini terasa seperti lagu tidur baginya.

"Heh denger kagak lo? Abang lo ini lagi ngomong, jangan tidur!" Biru memukul lengannya pelan, maniknya menatap Biru dengan tatapan lega.

"Denger nggak?! Lo nih-"

"Ngomel terus ya Bang, diamnya lo bikin gue cemas."

Biru terdiam, tangannya yang perlahan turun semula ingin mencubit lengan Yudha, jadi diurungkan.

"Bukan gitu."

"Gue cuma merasa nggak berguna aja jadi yang paling tua, paling dewasa. Gue bahkan sadar kalo gue nggak tau apa-apa tentang Namu, temen yang udah gue anggap sebagai adik sendiri, paham kan lo rasanya?" Yudha mengangguk, pandangannya kini tertuju lurus kearah tempat bermain anak-anak.

"Paham banget, kecewa, sedih, bangga. Bertumpuk jadi satu."

"Tapi, itu pilihan dia. Bukan ranah kita untuk ikut campur, mungkin dia masih sanggup untuk nggak ngerepotin orang lain. Lo tau sikapnya dia, Bang." Lanjutnya.

Ya, dari keenamnya. Namu lah yang tersibuk diantara mereka, saat sedang berkumpul sosoknya itu sangat dibutuhkan sebagai penengah kala perdebatan mereka tidak memiliki akhir. Terhalang dengan segala kegiatan sebagai asdos, Ketua BEM, ketua jurnalistik benar-benar menguras waktunya dalam sehari.

Dia juga jarang sakit karena memiliki stimulan tubuh yang baik, tapi sekalinya sakit lihatlah sekarang, bisa 2-3 hari harus istirahat total. Semenjak pingsan pagi tadi, cowok itu belum kembali sadar, otomatis dokter memberinya nutrisi melalui infusan.

"Tapi nggak baik Ay, lo lihat kan tadi dokter bilang apa? Istirahat total 2-3 hari, lo bisa bayangin nggak sih jadi dia. Saat dia sehat aja kerjaannya numpuk apalagi pas dia sakit gini, itu kerjaan gue rasa menuhin ruangan dia."

Yudha menghela napas, susah memang kalau punya teman yang terlalu ambisi pada belajar. Bagus sih iya, petakanya adalah saat teman-temannya tidak bisa untuk membantu.

"Ya gue mau bantu, tapi otak gue nggak bisa. Kapasitas otak gue kecil, semua isinya udah dipenuhin sama mesin. Ya gimana gue bantunya?"

Biru mengacak surainya, acak-acakkan pun masih mampu buat anak gadis lewat sampai mimisan dan tersandung kakinya sendiri. Melihatnya dia meringis, hampir berdiri untuk membantu, itu anak gadis keburu lari.

GADARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang