Pada beli album proof nggak nih? Aku lagi niat nabung bighit malah jualan:( mana mahal lagi:(
Siap untuk penuhin komen di part ini?
**
Di malam yang sama, ketujuhnya memutuskan untuk berkemah bersama, didalam rumah. Ya whatever.
Menggeser meja dan sofa lalu menggelar karpet bulu, Biru tidak lupa mengeluarkan perlengkapan tidur, bantal dan kawan-kawan.
"Bang, bantal gue?" Pinta Attala didepan kamar.
"Itu anjir, udah gue taro masing-masing." Biru menggeser tubuh Attala berjalan menaruh selimut lebar yang bisa digunakan bersama.
"Ck. Gue butuh yang buat dipeluk Bang." Decaknya.
Biru berpikir sebentar, Attala tuh kadang kalo tidur maruk bantal. Semua dikuasain sama dia, ntah buat kaki, kepala, dipeluk, lengan kanan kiri. Bayi kayaknya nggak semaruk itu ya Ta.
"Lo liat noh temen lo, adek lo. Montok kan? Peluk dah tuh." Attala kembali berdecak, Biru sama sekali tidak membantu. Dia berakhir jalan ke Yudha yang lagi ngeteh di depan sama Hosea.
"Bang Ay, pinjem guling dong."
"Jangan panggil Ay, bisa?" Yudha tuh cowok tulen. Tulen bro and sis.
"Ga bisa." Yaudah, nggak maksa. Yudha cuma ngangguk dan nyuruh Attala ambil gulingnya sendiri.
"Gue jadi mau ngekos di rumah Bang Biru, nyaman banget berasa rumah sendiri." Ujar Hosea, lihat sekelilingnya. Serem sih kadang, tapi definisi rumah sebenarnya.
"Ya kan? Kayaknya bukan gue doang yang ngerasa."
"Lo pasti takut ya Bang kemarin?" Hosea perhatikan Yudha yang agaknya kesusahan untuk sekedar menggerakkan tangannya.
"Banget. Gue takut ditinggalin lagi, tapi gue mau percaya kalo Bang Biru bukan orang yang kayak gitu."
Hosea tersenyum kecil. "Dan dia ternyata orang yang baik."
Dibalas anggukan singkat oleh Yudha, matanya beralih pada Hosea. Jika dibandingkan dari keenamnya, Hosea harus banyak dituntun. Berurusan dengan keinginan, mandat orang tua bukan hal yang mudah untuk diatasi. Jika asal dalam bertindak maka bisa beradu nasib dengan dirinya.
"Lo berharga Hos, jangan kayak gue. I'm not a good boy, but i try to be good for myself."
"Bokap udah tau?"
"Belum, dan nggak akan pernah boleh tau."
Pernah nggak sih kalian berpikir, ada beberapa hal yang orang lain nggak perlu untuk tau, cukup diri sendiri aja gitu. Bukan tidak menghargai, tapi tidak perlu ada orang lain untuk ikut campur, kasarnya "Kehadiran lo tuh nggak berguna."
Apalagi orang itu tidak mendukung, semacam buat apa? Ada presensinya justru menjatuhkan kepercayaan diri.
"Gue dukung untuk kebahagiaan lo Hos, slalu ingat kalo lo punya kita untuk dijadikan rumah singgah."
"Noted!"
Kehangatan keduanya harus terhenti melihat kedatangan Putra dari arah gerbang.
"Loh? Gue kira lo didalem Put."
"Kagak, abis dari kos."
"Lah tuh kantong kresek isinya apaan?"
"Susu pisang si Jero. Biar bocahnya nggak ngambek lagi." Putra hendak masuk sebelum ucapan Yudha menghentikan langkahnya.
"Bukan karena cewek yang namanya Gia kan?"
**
Ruang TV sudah digelapkan, mereka sudah berbaring nyaman dengan urutan tidur dari kanan ada Namu, Hosea, Biru, Putra, Attala, dan Jero. Yudha tidur di sofa seorang diri, ditakutkan ada salah satu dari mereka yang tidak sengaja mengenai bahunya.
Sebagian dari mereka sudah tertidur, seperti Namu yang kelewat lelah dari kampus, atau Hosea yang sehabis latihan lomba, juga Biru yang semakin tua semakin butuh waktu tidur lama.
"Eladalah author asu."
Beda halnya dengan ketiga cowok termuda yang kini saling menempel pada Attala, kecuali Jero yang sudah lelap memeluk lengan Attala sebagai guling.
"Anjing Put, gue mau tidur, minggir." Bisiknya, berusaha sepelan mungkin.
"Bang Yudha tuh cenayang ya Ta?"
"Apaan sih anjir, minggiran." Attala kamu harus sabar, punya temen kayak Putra emang enaknya dilelang.
"Masa dia tau gue ketemu sama Gia di indimei, kan gue nggak bilang tadi."
Attala membola, "Loh? Lo tadi ketemuan?"
"Kagak anjir, gue ketemu sama dia disana. Lagi sendiri beli si roti jepang."
"Roti jepang?"
"Roti baru?" Attala emang sekalinya polos menjurus ke bego sih.
"Bukan anjir, itu yang barang pentingnya cewek. Yang kalo setiap bulan pasti dipake."
"Apa sih?"
"Anuan dih."
"Anuan?"
"Pembalut goblok!"
Mulutnya langsung dibekap oleh Attala, buat Jero langsung terbangun karena pergerakkan tangan yang brutal, alias menghantam wajahnya.
"Awh!"
Attala pening seketika, sikunya tidak sengaja mengenai hidung Jero cukup kencang. Adiknya itu meringis memegangi hidungnya yang dirasa hampir patah.
"Abang sakit!"
"Jer, Jer maaf." Terbangun dari tidurannya mengecek wajah Jero yang ternyata mengeluarkan darah, mimisan.
"J..jer berdarah."
Namanya Putra Jeyren Mikaela, ada yang mau adopsi dia? Attala udah buka pelelangan, nggak usah dibayar, gratis.
Jero ikut panik, dia langsung berdiri hampir menimbulkan keributan sebelum Attala membawaya ke kamar mandi.
Yudha yang memang dasarnya miliki hobi tidur, terlihat terlelap memejamkan mata. Tetapi tidak dengan telinganya yang berfungsi mendengarkan perbincangan sederhana kedua adik tingkatnya itu.
"Lo itu terlalu tertebak Put, gue bukan cenayang. Tapi mungkin asisten malaikat munkar nakir."
Haha, Yudha bisa bercanda juga ya gaes?
Putra ingin ikut kakak beradik itu namun urung, saat melihat Jero yang jadi korban. Okay, cepat atau lambat dia akan jadi samsak barunya Jero dan jadi objek pantauan Mahesa Ayudha.
Good luck sweetheart!
**
Hehe, maafin kemarin nggak bisa updet. So, abis ini cerita siapa? Tebak aja dulu wkwk
Putra?
Hosea?
Namu?
Yudha?Life goes on! Semangat kalian!
KAMU SEDANG MEMBACA
GADARA (END)
FanfictionFilosofi sederhana dari sebuah titik temu. Awalnya tak ada alasan untuk mengenal, namun semakin hari sebab tuk saling merangkul semakin tak tertahan. Puncak memang menjadi akhir dari perjalanan, tetapi bukan berarti ini menjadi sebuah akhiran. Tidak...