32

1K 153 4
                                    

Siap untuk penuhin komen di part ini?

**

Pukul satu dini hari, Attala baru sampai di RS setelah mendengar rengekan penuh dari adiknya yang minta makan, lapar katanya. Padahal ada si tajir kedua ya disana:)

Keluar dari mobil nenteng kresek logo ayam mikdi, untungnya buka 24 jam, coba kalo nggak buka, ya Attala kasih air putih ke Jero biar bocahnya diam.

By the way, Yudha belum dipindahkan ke ruang rawat inap karena kondisi kamarnya yang penuh kecuali VIP, lagipula doi juga masih harus dalam pantauan dan belum sadar. Jadinya mereka berlima plus Hanin ngemper dikoridor RS yang sepi depan UGD.

Ya jam satu dini hari, siapa yang mau mondar-mandir terlebih lagi ini rumah sakit. Say hello aja sama penghuni sana. Mereka tuh penakut semua asal kalian tau, Jero nggak sih, cuman dia kagetan doang orangnya. Sekali kaget nggak main-main sampai rambut orang jadi korban.

"Nin, lo mending balik yuk. Gue anter sampe rumah." Tawar Fathir yang lihat Hanin agak pucat dan sibuk nyatet sesuatu dibuku jurnalnya.

"Nggak deh Kak, dari kemaren gue juga disini kali." Alus banget ebuset suaranya, Putra kalo lagi nggak sadar juga bakal di petrus nih- pepet terus. Dia lapar banget, mo pingsan. Nungguin Attala kayak nunggu sapaan dari mantan.

"Lah ngapain lo disini?"

"Riset, kebetulan Kakak gue dokter disini. Nanti gue balik kok ke ruangan dia, ini lagi mau ngalong aja sama kalian."

"Nggak baik lho Dek, angin malam buat cewek." Ujar Hosea.

Hanin menghela napas, mengemas bukunya ke dalam tas. "Yaudah deh gue bal-"

"Jer."

Dengar suara berat abangnya bikin Jero langsung duduk tegap, Putra disamping dia yang awalnya tiduran langsung ngikut Jero dengan semangat.

"Nih, dimakan." Attala menyerahkan satu kotak masing-masing kepada mereka, tak terkecuali Hanin yang dapat bagiannya.

"Anggap aja ganti daya setelah tadi, makasih ya." Hanin senyum lebar dan jalan beberapa kali loncat kecil saat menuju ruang kakaknya.

"Ta! Makasih lho!"

"Sama-sama."

"Abang makasiiii~"

"Yang banyak ya bocil, capek gue denger rengekan lo di telpon. Kek belom makan dari pagi aja lo?"

"Emang belom!"

Attala menaikkan satu alisnya. "Nasi uduk, bubur bekas gue, sate usus dua, siangnya minta gofood-in nasi goreng, tadi goreng nuget juga kan? malemnya gue rasa tadi lo diangkringan. Itu belum makan dari pagi ya namanya?"

Jero cuma nyengir sambil sodorin abangnya kentang goreng, sogokan.

"Lo nggak makan nyet?"

"Ada tuh, burger."

"Ya makan cuy, lo 3L gue nggak tanggung jawab ya."

"Apaan tuh?" tanya Hosea, yang makannya bar-bar abis. Kek- ah sudahlah.

"Lemah, letih, lunglai." Bukan Putra, melainkan Namu. Cowok itu terlihat sedikit kalem makannya, walau harus merelakan celana hitamnya yang terkena saus. Namanya juga Namuj Fathir Beehan, maklumi ajah, muridnya thanos biasa.

Attala cuma bisa mendengus. "Bang Yudha gimana?"

"Ada robekan di bahu kirinya, bersyukur masih aman. Pendarahan di kepala gegar otak sedang, dan pendarahan di dada akibat benturan dashboard mobil." Ucap Hosea sedikit ngilu.

"Badannya sedikit lebam biru, tapi kata dokter dia bakal sadar besok."

Attala mengerti, dilihat dari lokasi kejadian hanya ada dua alasan. Menghalangi Biru pergi dari rumah atau mengejar Biru ke Bandara.

Dia tau Yudha bukan orang yang gegabah tanpa alasan pasti.

"Gue mau ngomong. Dengerin baik-baik."

Yang tadi makannya pada kayak bebek, langsung duduk normal walau mulut masih ngunyah.

"Sori, gue nggak bisa halangin Bang Biru. Ada beberapa hal yang nggak bisa jadi kuasa kita. Bang Biru harus selesaikan masalahnya, sendiri. Tapi yang bisa gue janjikan, dia akan pulang-"

"Dia cuma singgah, rumah sebenarnya itu kita kan?"

Suara tarikan ingus mengahancurkan suasana.

"Si gembel, padahal gue mau kasih sound effect titanic. Gembel lo ah!" Pelaku tak lain si Hosea, tampaknya Putra punya partner untuk meratapi nasib bersama akibat penistaan.

"Lo tau rencananya Ta?" Sedikitnya, Namu paham tentang kejadian hari ini. IQ tinggi buat dia tidak susah berpikir.

"Keinginan ketiga, perjanjian terakhir."

Namu menatap Attala seolah menyampaikan isi kepalanya. Attala mengangguk seakan mengerti tatapan ketua BEM-nya itu.

"Jangan-jangan.."

"Bang Biru ingin bareng kita lagi, dan bakal menetap di Yogya?" Celetuk Jero.

"Bisa dibilang gitu-"

"But, not easy. His mom made everything so hard. There has to be a give and take."

Saling merenung, memikirkan segala spekulasi yang akan terjadi pada teman mereka di negri orang.

"People come and people go. Apapun akhirnya gue cuma mau kalian baik-baik aja." Putra terlalu ahli dalam hal ini, memang awalnya sedikit menyakitkan. Namun, waktu demi waktu dia mengerti alasan dibaliknya.

Manusia itu bagai barang antik. Disimpan layaknya kesetiaan, dibeli orang selayaknya kepunahan.

**

Yang bisa jelaskan perumpamaan diatas boleh komen yaa!

GADARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang