66

835 134 12
                                    

Haiii aku kangweeen:((

Q&A nya ditunda dulu yaks, belum sempet edit lagi xixi

Siap untuk penuhin komen di part ini?

**

Terhitung tiga hari sepasang suami istri itu telah menginap di rumah serba pink milik Xabiru, hari ini keduanya sudah siap meninggalkan tempat itu.

Banyak kata yang sulit untuk dijelaskan, berakhir tanpa jawaban. Hanya titipan yang jadi pesan, tak ada makna justru timbul pertanyaan.

"Saya tetap tidak akan berubah, tolong sampaikan pada Hosea."

Setidaknya itulah kalimat terakhir saat pintu tertutup dan mobil mulai menghilang dari pandangan. Menimbulkan pertanyaan besar bagi sebagian dari mereka yang belum memutus pandang dari benda berjalan itu.

"Maksudnya apa deh?" 

Yudha menarik tangan Biru untuk masuk, diikuti yang lain. "Hosea yang lebih ngerti, cuma dia yang tau jawabannya."

Biru menarik tangannya. "Kalo gitu ucapan lo waktu itu untuk gue kan? Kalo gue nyimpulin sekarang, itu jawabannya kan?"

Yudha menggeleng. "Nggak ada jawaban dari ucapan gue saat itu."

Putra menatap keduanya bergantian. "Ini kalian lagi bahas apa ya?"

Yudha tiba-tiba menoleh padanya. "Bukan apa-apa?"

Attala merangkul Putra. "Masuk dulu yuk, gue udah pesen baso sebelum jalan ke RS."

Putra mengangguk, selama dirangkul Attala kepalanya tetap melihat Yudha dan Biru yang masih saling diam.

"Itu mereka nggak papa kan Ta? Nggak bakal ada perang tetua kan?"

Sejujurnya Attala tidak tahu apa-apa, dia hanya menyadari jika belakangan ini keduanya bersikap canggung. Namun, entah hanya dia yang sadar atau tidak wajah Yudha terlihat lebih tertekan. Sama sekali tidak ingin mengurusi, tapi masalah itu juga akan dihadapi bersama.

"Sebelum itu terjadi, Bang Yudha mungkin lebih dulu yang ngalah."

"Kalian denger apa? Gue ketinggalan apa?" Tanya Jero, datang dengan cup es krim.

Dia duduk di sisi Attala, tidak ingin jauh-jauh dari abangnya itu. Semenjak ketahuan mengomsumsi obat penenang, Attala semakin over protective dan dia juga semakin banyak resahnya, karena dilarang mengomsumsi obat, Attala memberikannya es krim sebagai pengganti. Hal kecil namun bermakna untuknya.

"Es krim lagi?"

Jero mengangguk, sesendok es krim dia julurkan ke depan bibir Attala yang disambut baik olehnya.

"Gue lagi resah banget, kayak bakal ada masalah besar dateng."

Sebotol aqua kosong melayang dikepalanya, Putra sebagai sang pelaku memberi pelototan.

"Amit-amit Jer! Satu aja belom kelar, masa mau nambah lagi?!"

Tak terima. "Ya jangan mukul dong tai!"

"Mulutnya."

Sebagai kakak yang baik, selalu dia yang jadi penengah, kapan jadi penyerangnya? Eh.. nggak gitu, dia susah marah juga sih..

"Sini duduk lagi, tunggu basonya dateng." Kedua jemarinya sama-sama menarik tangan Jero dan Putra.

"Tapi bener loh Bang.. gue ngerasa ada firasat aneh yang bakal terjadi nanti.."

Putra enggan mendengar dia pun meninggalkan ruang keluarga dan berjalan ke depan.

"Ya kalo ada pun, nggak boleh denial kan Jer? Harus dihadapin juga biar nggak berlarut."

GADARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang