67

861 142 15
                                    

Maafin aku yaa, bilangnya seminggu 2 kali tapi jadi seminggu sekali:( padahal book ini mau selesai T_T

Aku ucap terima kasih banyak buat yang masih nunggu book ini, kalian luar biasa! Lyaders pembaca aku patut diacungi jempoooool

Siap untuk penuhin komen di part ini?

**

Kasih senyum saja untuk hari ini, ucap mereka yang sudah lelah menyikapi kehidupannya.

Manusia itu punya kapasitas, begitupun dengan rasa lelah, sama-sama memiliki batasan atau limit tertentu. Jika ditanya seberapa persen batasan itu, jawabannya yakni tidak tahu. Setiap wadah yang menaungi sesuatu pasti memiliki kapasitas tertentu sesuai ukurannya. Namun, jangan sama kan wadah dengan manusia.

Manusia memang terlihat sama, tapi siapa kira jika mereka yang memiliki kapasitas berbeda justru menciptakan adanya perbandingan?

Terdengar lucu, namun itulah kita. Sosok yang seolah-olah sangat memahami orang lain, sementara untuk memahami diri sendiri justru tidak mampu.

Ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi, tidak semuanya seperti itu. Terkadang ada yang diam untuk tidak menimbulkan masalah, dan justru yang diam lebih memahami situasi dibandingkan mereka yang banyak bicara.

Buku yang dia baca kemarin malam selalu mengingatkannya akan salah satu dari mereka. Dari pandangannya Mahesa Ayudha itu sosok yang misterius, sulit ditebak isi hatinya namun mengingat akhir-akhir ini, pemuda itu lebih terasa hidup seperti manusia dia meyakini jika ada yang tidak beres dengan Yudha.

Kakinya melangkah santai di lorong kampus, pesan yang di dapat dari Yudha lah yang membuatnya tengah berjalan menuju warung Bi Ipeh, tempat baru Gadara jika berkumpul.

Sepanjang jalan dia selalu mendapat sapaan ringan, entah dia kenal atau tidak maka senyum tipis dilemparkan kepada sang penyapa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepanjang jalan dia selalu mendapat sapaan ringan, entah dia kenal atau tidak maka senyum tipis dilemparkan kepada sang penyapa. Ada kalanya orang-orang itu bertanya tentang teman-temannya, hal yang mudah namun tidak untuk Yudha.

Dia kelewat bingung jika harus menceritakan pemuda satu itu. Baik hati? Ramah? Menurutnya iya, menurut orang lain? Yudha itu tidak ada ramah-ramahnya, melempar senyum pada dosen saja tidak pernah lantas mengharapkan untuk mendapat senyum gratis seorang Yudha itu sebuah kesempatan satu banding sepuluh.

Tak jarang indra pendengarnya juga menangkap ucapan pedas mengenai Yudha. Entah dikata anti sosial, sombong, sok jagoan dan yang paling parah bisu.

Ingin sekali untuk menampar mulut mereka, namun dia selalu ingat tentang pesan pemuda itu.

"Jangan repot-repot, gue belum capek sama omongan mereka."

Namu tersenyum kecil saat melihat punggung Yudha dari jaraknya. Mendekat lalu menepuk bahu sang empunya.

"Udah lama Bang?" Ia duduk kemudian memesan kopi susu kesukaannya.

Tanpa menjawab dia menggeleng, mengeluarkan sebatang nikotin lalu menghisapnya kuat setelah membakar ujungnya.

GADARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang