Siap untuk penuhin komen di part ini?
**
Selama duduk di bangku sekolah, Putra sama sekali tidak menyukai sejarah. Setiap pelajaran itu, dia akan tidur atau bolos ke kantin. Sejarah itu membosankan dan-
-buat apa sejarah diulang?
Hei, tidak ada yang mau mengulang sesuatu sekalipun itu positif, bagus jika hasilnya baik bagaimana jika kebalikannya? Mampus saja harus mengenang hal buruk.
Mewanti-wanti untuk tidak berurusan dengan masa lalu, justru sekarang datang menghampiri untuk hancurkan prinsip hidupnya.
"Lupain dan terus berjalan ke depan."
Surainya teracak, kepalanya panas. Tapi gimana ya, nggak harus masukkin kepala ke freezer juga kan bisa ya? Ini serius sangat amat menjengkelkan untuk penghuni kos yang suka taruh dessert ke freezer. Gini lho Put, dosa-dosa rambutmu itu lho.
Tungkai kakinya ditendang pelan, buat kepala dia makin masuk dan dagunya kepentok permukaan freezer.
Tiada hari tanpa penistaan.
"Ga sekalian masukin kaki lo?" Attala menggeser tubuhnya begitu mudah. Haus banget abis ceramahin Jero di atas, mana bocahnya disuruh beres-beres malah tidur di kasur dia, dikuasain juga itu kasur.
"Dengan senang hati."
Putra meringis, tangan Attala nih lama-lama jadi ringan tangan kayak Yudha. Kebanyakan ngumpul sama itu orang, tabiatnya jadi diborong Attala.
"Kenapa lo? Masalah apa lagi?"
Putra menggigit bibir bawahnya, ragu untuk bercerita walaupun dia tau jika Attala mengetahui semuanya. Dia takut menyusahkan Attala seperti dulu, harus menginap hampir sebulan di rumah besar minim lampu yang bikin dia resah setiap mau ke dapur, mana saat itu ujian sekolah sedang berlangsung.
"Ngomong, gue nggak tau kalo lo kek orang gagu gitu."
"Si tai doanya, jahat banget."
Attala menarik kepala kursi kemudian duduk memperhatikan sahabatnya yang ikut duduk di sebrangnya.
"Tadi gue ketemu Ayah."
Sudah Putra duga, responnya pasti akan seperti ini. Rahang cowok itu mengeras, mata yang awalnya membola terkejut berganti menajam telak menusuk pupilnya.
"Dia ngapain lo? Lo nggak diapa-apain kan?"
"Mau di apain emang? Ada Bang Yudha, mana berani dia tampar gue."
"Hah? Kok bisa?" Jarang-jarang nih dia nemu aib Attala, setiap sisi itu orang pasti selalu cakep. Seharusnya muka cengonya ini harus diabadikan dan di share di grup.
"Ta, ulang dah gece."
"Hah?" Blank.
"Komuk lo tadi." Putra mengarahkan kameranya ke Attala, foto nggak dapat toyoran di dapat.
"Serius goblok!"
"Serius mulu, masih muda gue belum mau nikah."
"Bacot, warung aja ngutang ke gue. Ini bukan bahas nikah, gue bahas lo goblok." Putra tertawa ngakak, keliatan banget terpaksanya.
"Kayaknya Ayah mau ketemu Gia, mungkin balas rindu sama anaknya." Ucapnya biasa, seakan tidak punya beban, Attala saja bisa merasa kesenduan disetiap katanya.
"Btw, lo juga anaknya."
"Buat bisnis doang Ta, jangan gitu. Lo kan tau selama ini."
Attala membuang napas kasar, Putra nih kalau udah katanya ya katanya. Menurut dia yang udah di depan mata tuh pasti benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
GADARA (END)
FanficFilosofi sederhana dari sebuah titik temu. Awalnya tak ada alasan untuk mengenal, namun semakin hari sebab tuk saling merangkul semakin tak tertahan. Puncak memang menjadi akhir dari perjalanan, tetapi bukan berarti ini menjadi sebuah akhiran. Tidak...