Saat ini Victor menikmati segelas coklat panas buatan Jinan, satu jam bermain hujan, lalu terkena AC selama perjalanan membuatnya merasa hampir beku. Dengan santai Victor menyesap minumannya perlahan, membiarkan uap panas memudar secara perlahan.
"Jika Rosie sakit, kau harus bertanggungjawab." ujar Jinan yang datang dari dapur.
"Tidak akan, dia tidak selemah itu."
Jinan tersenyum miring mendengar jawaban Victor, pria itu duduk di sebelah Victor sambil meletakkan satu samir pisang ke atas meja.
"Tampaknya kalian sudah saling mengenal." ledek Jinan.
Victor mengangguk mantap, kemudian meletakkan mugnya ke atas meja sebelum menatap Jinan dari samping.
"Tentu saja, dia Rosie. Gadis berkebangsaan Australia yang berprofesi seㅡ"
"Bukan itu maksudku!" potong Jinan.
"Lalu?"
"Ah sudahlah."
Keduanya terjebak dalam keheningan. Victor dengan coklat panasnya, Jinan dengan pisang dan kopinya.
"Kau yakin tak memiliki hubungan apapun dengan Jisella?" tanya Victor tiba tiba.
"Tidak." jawabnya sambil menggeleng tegas.
"Baiklah, terserah."
"Aku mengantuk, aku akan tidur sekarang." pamit Jinan.
"Tapi kau belum makan malam."
"Aku sudah makan pisang sebagai gantinya." balas Jinan sambil berjalan menuju kamar.
Victor memilih membiarkan Jinan dan kembali menyeruput coklat panasnya. Saat kepalanya menoleh ke arah balkon apartemen, Victor bangkit dan berpindah tempat ke balkon. Angin malam menyapu wajahnya saat pintu kaca terbuka. Sejenak Victor tersenyum tipis melihat gemerlap kota Jakarta dari tempatnya berdiri.
Tangan kirinya meletakkan mugnya ke atas meja kecil yang ada di balkon, kemudian melangkah lebih dekat dengan pembatas. Sekelebat bayangan Rosie membuat senyumnya semakin lebar, entah perasaan apa yang Victor rasakan.
"Apa ini?" gumam Victor sambil memegang dada kirinya yang berdebar.
"Gadis ituㅡ"
"Dia benar benar mirip dengan anak kecil yang ku temui 10 tahun yang lalu."
Manchester Desember, 2008
Victor yang saat itu berusia 13 tahun tengah menangis keras di depan sebuah makam sang ibu. Ia baru pulang sekolah dan sialnya Victor lupa jika hari ini teman temannya tengah merayakan hari ibu. Victor yang telah kehilangan ibunya sejak 2 tahun yang lalu justru diolok olok oleh temannya dengan mengatakan Victor adalah anak yang malang, ditinggal mati ibunya dan tidak mendapat kasih sayang ayahnya.
Victor muak dengan semua ocehan itu hingga ia memutuskan pergi dari sekolah dan menuju pemakaman, tempat dimana Ruby beristirahat. Hampir 15 menit ia menangis sambil mengadu perihal teman temannya, hingga untuk sesaat tangisannya terhenti saat seorang gadis kecil berambut pirang berjongkok di depannya.
Gadis kecil yang Victor perkirakan berusia sekitar 11 tahun itu menyodorkan setangkai bunga mawar merah kepadanya dengan senyuman lebar di antara pipi tembamnya.
"Selamat hari ibu, berikan ini pada eummㅡ"
"Bibi Ruby. Papa pernah berkata padaku, bahwa wanita menyukai bunga mawar apalagi mawar merah. Kau tau ini melambangkan cinta, aku yakin kau mencintai ibumu." sambungnya dengan senyum yang masih merekah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] PLUVIOPHILE
FanfictionMenawan, kaya raya, dan terkenal. Hidup seakan begitu sempurna bagi Victor dan Rosie. Diliput media, wara-wiri di televisi, hingga didambakan banyak pihak untuk menjadi brand atas produknya telah mereka dapatkan. Namun, siapa sangka duka mendalam be...