XXXVI

394 108 4
                                    

Sejak 20 menit yang lalu Victor terus mondar-mandir di kamarnya, otaknya terus berpikir apa langkah yang harus ia lakukan selanjutnya. Sesekali ia menggeleng saat ide yang muncul terkesan buruk dan kurang tepat.

Tok tok tok!

Victor menoleh saat pintu kamarnya diketuk, dengan segera ia membukanya hingga postur tegap Jinan terlihat.

"Kau akan kembali kapan? Kita tidak bisa terus-terusan berada di hotel, biaya yang dikeluarkan tidak sedikit, Victor."

"Aku tidak peduli, ini uangku jadi terserah padaku. Jika kau tidak suka, pergi saja. Aku tidak peduli dengan itu."

Setelah mengatakan hal itu, Victor langsung menutup pintu kamarya dengan keras. Meski begitu ada rasa bersalah saat ia memperlakukan Jinan begitu buruk, dan juga hati dan pikirannya turut membenarkan ucapan Jinan. Setiap hari ia harus mengeluarkan hampir 1500 dolar Australia hanya untuk kamar dan keperluan sehari-harinya, jika ini berlangsung terus-menerus maka akan berdampak pada stabilitas keuangan yang selama ini Victor jaga.

Pemasukan dan pengeluaran harus seimbang, lebih baik lagi jika pemasukan harus lebih banyak dan pengeluaran harus dalam nominal sekecil-kecilnya. Victor menghela napas berat saat ia mengingat prinsip hidupnya, ia kembali membuka pintu kamarnya untuk pergi ke kamar sebelah, tepatnya kamar Jinan.

"Ya?" Jinan keluar dengan ekspresi datar, ekspresi yang jarang ia tunjukkan pada Victor.

"Kita akan kembali beberapa hari lagi."

Setelah mengatakan apa yang menurutnya perlu dikatakan, Victor langsung kembali ke kamarnya dan tidak mengajak Jinan berbicara lebih. Bagaimana pun ia masih belum akur dengan Jinan, meskipun temannya itu terus berusaha meluruskan kesalahpahaman antara mereka.

Victor yang menyadari hari masih terbilang pagi, langsung menutup kembali tirai jendela untuk menghalangi sinar matahari. Ia memastikan semua lampu ruangan mati dan menjatuhkan dirinya ke atas kasur. Jam masih menunjukkan pukul 7 pagi dan di musim dingin seperti ini rasanya malas untuk beraktivitas. Victor yang mulai mengantuk lantas menyamankan dirinya di kasur dan mulai terlelap.

Victor menggunakan tangan kirinya untuk menghalau sinar matahari yang begitu cerah. Sesaat ia menelisik sekitar, area itu benar-benar asing baginya. Perlahan langkahnya membawanya maju, ini cukup aneh karena ia berjalan tanpa alas kaki. Namun, rumput hijau yang ia pijak terasa begitu lembut dan nyaman.

Semakin lama ada aroma bunga yang cukup kuat, jika tidak salah itu seperti bau mawar. Sesaat Victor menghentikan langkahnya, ia menutup mata saat angin berhembus begitu tenang. Angin sepoi-sepoi di tengah gurun hijau dengan aroma mawar sebagai pelengkap.

"Wow, tempat ini benar-benar menakjubkan." Gumam Victor.

Victor kembali melangkah dengan kepalanya menoleh kesana kemari dengan senang. Setelah wangi bunga dan angin sepoi-sepoi, kini Victor mendengar suara gemericik air. Perlahan namun pasti, Victor mencari sumber suara.

Di balik rerumputan yang tumbuh tinggi, sebuah sungai susu mengalir. Victor berdecak kagum, kemudian mendekat ke arah sungai. Tangan kanannya tergerak mencicipi susu yang mengalir di sungai itu.

"Manis, tapi darimana asal susu ini?" Tanya Victor sambil mencari sumbernya.

Karena penasaran, Victor berjalan di tepi sungai dengan arah berlawanan dari arus. Namun sayang meski sudah mengikuti cukup lama, namun tidak ada yang Victor dapatkan.

"Putraku."

Victor menoleh saat suara yang selama ini ia rindukan terasa begitu nyata ia dengar. Tubuhnya membeku saat mengetahui sosok yang baru saja memanggilnya.

[✓] PLUVIOPHILE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang