Rosie yang masih dirias oleh tim make upnya terus melamun sedari tadi, pikirannya masih sibuk dengan memori lamanya. Rosie benar benar merasa tak bersemangat, namun baginya dalam keadaan apapun pekerjaan adalah hal utama.
"Nona?"
"Nona Rosie?"
"Nona?"
Setelah tepukan di bahunya, Rosie berjengit kaget dan menoleh ke arah stylistnya yang menatapnya bingung.
"Ya?"
"Kau sudah dipanggil."
"Baiklah."
Tak seperti biasanya, kali ini Rosie berjalan dengan lampat dengan pandangan kosong. Biasanya gadis itu berjalan dengan cepat dan penuh ketegasan disetiap pijakannya, namun hari ini sikapnya membuat para staff merasa aneh, tak terkecuali Victor dan Jinan.
Di sisi lain Jisella memperhatikan Rosie dengan khawatir, Jisella tahu betul bagaimana perasaan Rosie saat ini, dan yang Jisella takuti adalah kembali terguncangnya mental gadis itu.
Dalam diam Victor menatap Rosie dengan lekat, terlihat jelas jika gadis itu tidak baik baik saja, entah apa yang Rosie lewati setelah kepulangan mereka dari bandara.
"Kau baik baik saja?" tanya Victor begitu Rosie berdiri di sebelahnya.
Rosie hanya membalasnya dengan senyuman tipis, pandangannya mengarah pada para staff yang masih diam melihat perubahannya. Mengerti arti tatapan Rosie, salah satu diantaranya segera meminta fotografer untuk memulai.
Keduanya mulai bersikap profesional, pun dengan Rosie yang berusaha mengumpulkan fokusnya. Berbagai macam pose mereka lakukan sesuai arahan fotografer meski beberapa kali Rosie ditegur karena terlihat kosong.
Dari belakang Jinan menoleh pada Jisella yang tampak khawatir dengan kondisi Rosie, pria itu beranjak dari duduknya untuk mengambil sebotol air. Kedatangan Jinan sambil membawa sebotol air yang disodorkan kepadanya membuat Jisella terkejut karena tak menyadari kepergian Jinan.
"Kau tampak khawatir, apa terjadi sesuatu dengannya?" tanya Jinan setelah kembali duduk di sebelah Jisella.
"Suatu memori kembali mengguncang dirinya." jawab Jisella setelah menegak air minumnya hingga separuh.
"Dia terlihat sangat kosong." gumam Jinan yang memusatkan pandangannya pada Rosie.
"Karena memori yang datang padanya adalah memori yang paling ia benci seumur hidupnya."
Keduanya kembali bungkam dengan pandangan sama sama tertuju pada Rosie, sedangkan Rosie yang merasa di awasi lantas menoleh ke arah Jisella dan Jinan. Gadis itu tersenyum simpul kemudian mengangguk dua kali.
"Aku baik baik saja." ucapnya tanpa suara.
Tanpa aba aba Victor langsung menarik Rosie hingga Rosie berbalik dan menubruk tubuh Victor. Kesempatan itu tak disia siakan oleh sang fotografer, juga Victor. Victor diam menyelami manik kecoklatan milik Rosie, kesedihan itu benar benar terlihat jelas.
Saat menyadari posisinya terlalu dekat dengan Victor, Rosie langsung mendorong tubuh pria itu hingga Victor sedikit terhuyung ke belakang.
"Aish pria lancang."
Begitu fotografer mengatakan bahwa pemotretan sudah selesai, bukannya menuju ruang ganti Victor justru menarik Rosie keluar dari gedung dengan setelan pemotretan. Untungnya model pakaiannya tidak terlalu mencolok, hanya sebuah setelan formal tanpa jas untuk Victor dan dress panjang berbahan sifon untuk Rosie.
Sedangkan Rosie yang ditarik oleh Victor memilih bungkam dan membiarkan Victor melakukan aksinya. Dua orang itu sama sekali tak mempedulikan teriakan Jisella dan Jinan yang menyuruhnya berganti pakaian lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] PLUVIOPHILE
FanfictionMenawan, kaya raya, dan terkenal. Hidup seakan begitu sempurna bagi Victor dan Rosie. Diliput media, wara-wiri di televisi, hingga didambakan banyak pihak untuk menjadi brand atas produknya telah mereka dapatkan. Namun, siapa sangka duka mendalam be...