XXXVII

391 102 1
                                    

Hanya satu kata yang dapat mendeskripsikan perasaan David saat ini, bahagia. Di depannya, Rosie duduk terikat dalam keadaan tak sadarkan diri. Penampilannya cukup berantakan, karena gadis itu sempat melakukan banyak perlawanan sebelum David memberinya obat bius. Tangan kirinya terangkat mengusap sudut bibirnya yang berdarah akibat tonjokan Rosie dan perutnya terasa nyeri setelah mendapat tendangan kuat dari Rosie. Menangkap Rosie tidak semudah itu, dari caranya melawan David, David yakin gadis itu pernah dibekali bela diri.

"Lihatlah keadaan putrimu ini, Andrew."

David tertawa keras sambil bertepuk tangan, otak liciknya sudah mengatur rencana sedemikian rupa, dimana mereka? New Zealand. David memiliki teman di Australia, bisa dibilang temannya itu seorang crazy rich. Rumahnya begitu megah dan asetnya dimana-mana, termasuk kapal pesiar. Ya, David menggunakan kapal tersebut untuk pergi ke New Zealand itu sebabnya jika polisi mencari ke seluruh bandara dan pelabuhan tidak akan ada nama David Dominic yang check in hari ini.

David meraih dagu Rosie, kemudian menghempaskannya dengan kasar, "Dengar anak kecil, ini semua karena ancaman ayah brengsekmu itu. Semuanya karena dia dan kau harus menanggung itu."

David menghampiri Andrew yang berdiri menghadap laut. Sesaat bibirnya tersenyum miring dan langkahnya berhenti tepat di sebelah Andrew.

"Ada apa? Kau siap menyerahkan nyawamu?"

"Ku pikir aku sudah tidak memiliki nyawa." Jawab Andrew tanpa mengalihkan pandangannya.

David mendecih, kemudian menatap keadaan pelabuhan yang sepi. Pelabuhan selalu ramai, hanya saja mereka berada di sisi lain pelabuhan dimana tempat itu jarang dilalui.

"Katakan ada apa!" Desak David.

"Jangan merusak hidup putriku dengan memperalat putramu, kau benar-benar ayah yang menjijikkan." Tekan Andrew sambil menatap David dengan sinis.

"Lalu apa masalahmu? Aku ayahnya, kau hanya orang lain. Orang lain tidak berhak mengomentari hidupku."

"Tapi hidup putriku kau pertaruhkan."

"Itu putrimu, bukan putriku jadi aku tidak peduli."

"Dengar, Tuan David Dominic. Aku akan mengajarimu attitude jika kau tidak tau apa itu attitude."

Saat Andrew berbalik dan hendak melangkah pergi, ucapan David menahannya.

"Ah rupanya kau seorang guru, mengesankan. Tapi, bagaimana jika aku tidak peduli? Aku tidak membutuhkan attitude, aku hanya membutuhkan nyawa putrimu atau kau bersedia menggantikannya?"

"Cih, aku tidak sudi untuk itu."

"Ah sayang sekali, sepertinya aku harus bekerja keras."

Andrew berbalik dan kembali menatap David yang sedang melempar tatapan merendahkan untuknya.

"Aku tidak peduli untuk dendammu, aku dan keluargaku tidak bersalah, otakmu lah yang salah."

"Hei tuan, ucapanmu menyakitiku, apa kau tau aku ini sangat menyayangi otakku."

"Kau menyayangi otakmu, menjaganya dengan baik, tapi kau tidak mengerti caranya menggunakan. Menyedihkan."

"Wah wah, bicaramu benar-benar liar, Andrew Bailey."

"Ya, aku tak sepolos yang kau kira, bukan?" Andrew tersenyum miring dan melangkah lebih dekat dengan David.

David mendecih, kemudian mengalihkan pandangannya dengan perasaan jengkel. Ini adalah kali pertama baginya mengobrol langsung dengan Andrew, bahkan sebelumnya ia hanya bertemu dengan Andrew untuk misinya membunuh Tiffany.

[✓] PLUVIOPHILE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang