Dengan tergesa Rosie dan Jisella berlarian sepanjang lorong rumah sakit. Andrew ditempatkan di kamar VIP dan itu membuat Rosie merasa tenang karena asisten papanya itu menjalankan perintah Rosie.
Gadis pirang itu memang sempat berbicara empat mata dengan asisten Andrew dan berpesan banyak hal, termasuk memberikan semua fasilitas VIP untuk Andrew tanpa peduli dengan biaya meski mahal sekalipun.
"Paman, bagaimana keadaan papa?" tanya Rosie saat melihat asisten Andrew duduk di depan ruangan seorang diri.
"Tidak ada yang serius, dia hanya kelelahan karena akhir akhir ini terjadi beberapa masalah di kantor." jelas John selaku asisten Andrew.
"Baiklah, terima kasih paman. Aku dan Jisella akan masuk."
"Silahkan."
Meninggalkan John, kedua gadis itu masuk ke dalam ruangan dengan hati hati dengan tujuan menjaga ketenangan ruangan. Bagaimana pun Andrew adalah pasien yang tak seharusnya terganggu oleh kebisingan dari pihak tak bertanggungjawab.
"Papa?" panggil Rosie sambil menggenggam tangan Andrew.
Perlahan Andrew membuka matanya dan tersenyum melihat kehadiran putrinya.
"Kau disini?"
Rosie mengangguk, sebelum duduk di sisi ranjang Andrew.
"Kakak memberiku kabar tentangmu. Bagaimana aku bisa menahan diri jika papaku yang kuat sekarang berada di rumah sakit?" tanya Rosie yang berusaha menahan air matanya.
"Jangan cengeng, kau sudah besar." ledek Andrew yang menyadari mata berkaca kaca milik Rosie.
"Dia selalu cengeng, paman." imbuh Jisella sambil mengusak rambut Rosie.
"Kau pasti mendapatkan kabar tentang kondisiku dari John?" tanya Andrew pada Jisella.
"Ya, paman. Paman John menelfonku karena ponsel Rosie tidak aktif."
"Aku kehabisan daya." ucap Rosie sambil tertawa kecil.
"Kau selalu seperti itu."
Andrew tersenyum tipis melihat interaksi Rosie dan Jisella. Dimatanya Rosie sangat beruntung memiliki teman yang selalu mendukungnya.
"Ngomong ngomong dimana Jane dan Lisa?" tanya Andrew setelah menyadari kurangnya dua anggota lain.
"Keduanya berada di Paris saat ini, mungkin mereka akan menyusul besok." jelas Jisella.
"Aku sudah lama tak melihat keduanya, pasti mereka tumbuh dengan baik dan menjadi gadis yang cantik."
"Tentu saja, teman temanku semuanya cantik. Sama sepertiku, 'kan pa?" ucap Rosie percaya diri.
"Tentu saja, putriku yang paling cantik."
"Aku harus keluar sebentar, ada yang harus ku urus. Tolong kau jaga papa."
Jisella yang mengerti tujuan Rosie memilih mengangguk setuju dan membiarkan gadis itu pergi menjalankan tugasnya.
Setelah keluar dari ruangan, Rosie langsung mencari keberadaan John yang kini tak ada ditempat awal. Mulai dari arah taman, Rosie mulai mencari keberadaan John. Seperti katanya, ponselnya mati dan itu menyulitkannya untuk menemukan keberadaan John dengan cepat.
Hari sudah malam, namun Rosie tak merasa gentar meski melewati lorong sepi, termasuk ruang jenazah sekalipun. Kepalanya terus menoleh kesana kemari mencari John yang entah berada dimana untuk saat ini. Rosie berhenti menatap penunjuk arah yang menggantung di atas, ia berbelok menuju kafetaria yang ada di dekat rumah sakit. Awalnya Rosie hendak ke kantin, namun kantin tentu sudah tutup karena jam sudah menunjukkan pukul 9 malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] PLUVIOPHILE
FanfictionMenawan, kaya raya, dan terkenal. Hidup seakan begitu sempurna bagi Victor dan Rosie. Diliput media, wara-wiri di televisi, hingga didambakan banyak pihak untuk menjadi brand atas produknya telah mereka dapatkan. Namun, siapa sangka duka mendalam be...