XXII

509 103 2
                                        

Sama seperti Rosie dan Jisella yang berada di Sydney, kini Victor dan Jinan pun berada di daratan Singapura, tepatnya dibagian ibu kota. 40 menit berlalu, namun kedua pria berkebangsaan Inggris itu masih fokus berdiskusi dengan beberapa orang di depannya.

Mulai dari direktur, brand manager, fashion stylist, make up artist, fotografer, dan beberapa direksi lain membahas bagaimana kontrak yang akan Victor jalani. Victor memang telah menandatangani kontrak tersebut, itu sebabnya pertemuan ini berlangsung dengan tujuan matangnya semua persiapan.

Berada di daratan yang juga berbahasa inggris tentu tak menyulitkan Victor maupun Jinan, dengan aksen british yang khas keduanya merasa berada di negaranya sendiri. Selama di Indonesia, tentu mereka mengikuti bahasa nasional negara tersebut bahkan hampir tidak pernah berkomunikasi dalam bahasa inggris.

Setelah semuanya selesai, Jinan mengajak Victor berkeliling di daerah ibu kota. Keduanya akan berada di Singapura hingga satu minggu kedepan. Tentang Rosie, entahlah Victor tak pernah bertukar kabar dengan gadis itu.

Dengan mobil serta sopir yang mereka dapatkan sebagai fasilitas hotel, keduanya terus mengobrol sepanjang jalan dengan mengomentari keadaan sekitar. Memang baru kali pertama bagi keduanya mengunjungi negara ini, seperti biasa Singapura tak kalah indah dengan negara asalnya.

"Apa makanan khas Singapura?" tanya Victor.

Jinan menggeleng tak tahu,

"Entahlah, kau tau bukan ini kali pertama aku datang kemari."

"Benar juga."

"Permisi, apa ada street food sekitaran sini?" tanya Victor pada sopir.

"Ada, tuan. Anda ingin kesana?"

"Ya, tolong antar kami kesana."

"Baik."

Victor mengeluarkan ponselnya dan memotret hal hal yang menurutnya menarik. Jinan pun melakukan hal yang sama, bahkan sesekali Jinan mengajak Victor untuk berfoto. Meski keduanya memotret dari dalam mobil yang berjalan, hasil gambar yang mereka dapatkan cukup memuaskan meski beberapa memiliki sudut pandang yang tak sesuai.

"Apa ini semacam festival?" gumam Victor saat melihat betapa ramainya street food di ibu kota.

"Silahkan, tuan."

"Dimana Anda akan menunggu?" tanya Jinan sebelum keluar dari mobil.

"Di sebelah sana." tunjuk sopir pada sebuah lahan parkir.

"Baiklah. Ayo, Victor."

Setelah keduanya turun, aroma makanan seakan menarik keduanya untuk mendekat. Semakin dekat, aroma aroma itu seakan bersaing satu sama lain. Mulai dari makanan ringan, makanan berat, minuman, hingga beberapa pedagang pernak pernik pun berjajar rapi di sana.

"Darimana kita harus memulai?" tanya Jinan.

"Entahlah, kita coba saja semuanya. Mulai dari yang paling ujung, hingga ke ujung." saran Victor yang masih fokus dengan makanan yang dijual di sekitarnya.

"Kau gila? Itu akan membutuhkan banyak uang, jangan tamak!"

"Itu bukan tamak, tujuan kita kemari untuk bersenang senang 'kan? Lagi pula jika kau hanya ingin membeli satu makanan, beli saja di minimarket. Aku ingin mencicipi sebanyak yang ku mampu."

Jinan menghela napas kasar saat Victor melengos begitu saja, kemudian berjalan menyusul Victor yang kini berada di depannya dengan jarak 1 meter.

"Dompetmu tentu saja kuat, tapi tidak untuk perutmu. Dasar aneh." cibir Jinan dari kejauhan.

[✓] PLUVIOPHILE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang