Tiga tahun kemudian
Seluruh kamera dan mata menyorot kedatangan seorang pria yang begitu tampan dengan jas bewarna hitam. Rambut hitamnya ditata rapi, tatapannya tajam dan tak menoleh ke arah kamera sedikit pun. Dagunya selalu terangkat saat berjalan, dadanya membusung, langkahnya selalu tegap dan lebar.
Jaeden Victor Dominic, seorang pemimpin dari DM Corp memasuki gedungㅡ tempat di mana pengusaha besar berkumpul. Dari seluruh penjuru dunia berkumpul di dalam gedung, berlomba-lomba untuk masuk ke dalam nominasi, kemudian kembali dengan penghargaan besar, bagi mereka yang beruntung.
Dengan senyum tipis di wajahnya, Victor berbaur dengan yang lain seakan-akan ia seorang veteran dalam dunia itu. Meski ia terbilang baru saja menggantikan ayahnya, namun otak cerdasnya membantunya mendapatkan berbagai pengakuan dan prestasi.
Acara dimulai, hadirin mulai diam dan menyimak. Dua orang pembawa acara membacakan susunan acara secara runtut. Sebenarnya acara itu tidak akan berlangsung lama, karena inti acara tersebut hanyalah ajang penghargaan.
Nominasi dari masing-masing kategori mulai diumumkan, dengan segelas sampanye Victor menyimak dengan tenang. Ia tak berminat untuk bergabung dengan rekannya yang saat ini mengobrol dengan begitu seru. Atensinya total pada acara atau mungkin sedikit berharap satu penghargaan ia bawa pulang.
Saat pemenang young entrepreneurial women dibacakan, Victor sedikit menunjukkan senyumnya. Ia merasa bangga saat melihat para wanita mampu berdiri dengan kakinya sendiri, bahkan menerima penghargaan sebagus ini.
Selanjutnya nominasi most influential young entrepreneur dibacakan, nama Victor disebutkan di dalamnya. Meski terlihat tenang dengan sampanye miliknya, namun ia tetap merasa gugup.
"VICTOR DOMINIC!"
"Oh God." Gumamnya sambil tersenyum tipis. Segera ia meneguk habis sampanye yang masih tersisa, kemudian maju untuk menerima penghargaan dengan menyampaikan sedikit kata-kata.
Dengan piagam di tangan kanannya, Victor mengatur posisi mic agar sejajar dengan bibirnya, kemudian mata elangnya menatap kamera yang menyorotnya.
"Bisakah kau menyorotku lebih dekat?" Pinta Victor yang langsung disetujui oleh sang cameraman.
"Terima kasih."
"Aku benar-benar merasa tersanjung telah menerima penghargaan ini, aku ucapkan terima kasih kepada David Dominic selaku ayahku yang selalu mendukung dan membimbingku dan juga pihak penyelenggara serta kalian semua yang mempercayaiku dengan memberikan penghargaan ini."
"Dan untuk wanita yang sampai saat ini masih menjadi tujuanku,"
"Rosie, I did it. Three years passed, I went through it well 'coz you're my goal."
"Terima kasih."
Victor mengakhiri pidatonya dan turun dari panggung dengan senyum simpul menghiasi wajahnya. Rasanya ia benar-benar puas, ia merasa berhasil menepati ucapannya.
"Selamat, bung. Rupanya kau pria yang manis." Celetuk salah satu rekannya yang satu tahun lebih muda darinya.
"Hei, siapa wanita beruntung itu?" Tanya yang lainnya.
"Bukan dia yang beruntung, tapi aku. Aku yang beruntung karenanya." Jawab Victor dengan jujur.
Ia tak lagi mempedulikan rekannya yang mulai heboh, mata hitamnya menatap piagamnya dengan perasaan senang. Akhirnya waktu yang ia tunggu sudah datang, sekarang saatnya ia menepati janjinya pada Rosie.
Begitu acara selesai, Victor meninggalkan acara dengan buru-buru. Ia hanya ingin segera tiba di rumah dan mempersiapkan apa rencananya besok. Sepanjang jalan ia mengemudi, senyum benar-benar tak luntur dari wajah tampannya. Setelah sekian lama, setelah 1095 hari ia lewati, akhirnya ia berada di titik ini. Titik di mana orang lain memandangnya dengan begitu kagum hingga ia mendapatkan sinarnya sepuluh kali lipat lebih terang dibandingkan yang dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] PLUVIOPHILE
FanfictionMenawan, kaya raya, dan terkenal. Hidup seakan begitu sempurna bagi Victor dan Rosie. Diliput media, wara-wiri di televisi, hingga didambakan banyak pihak untuk menjadi brand atas produknya telah mereka dapatkan. Namun, siapa sangka duka mendalam be...