TBH akhir-akhir ini males nulis karena nggak ada ide, bingung mau bagian mana yang harus ditulis wkwk.
Btw kalian mau cerita ini happy ending atau sad ending aja?Selamat membaca
.
.Hari-hari telah berlalu, beberapa hari dimana Victor dan Jinan masih berada di Singapura, juga Rosie yang masih berada di Sydney dengan Jimin menemaninya. Hingga saat ini Rosie tak mengatakan apapun pada Jimin, entah untuk alasan tak memiliki waktu yang tepat atau tak memiliki cukup keberanian, namun Rosie sudah melakukan kesalahan dengan membiarkan semuanya semakin lama.
Saat ini gadis berambut pirang yang selalu menjadi alasan dua pria sekaligus untuk tersenyum, tengah berdiri dengan percaya diri di dalam ruang rapat. Bukan lagi latihan, namun rapat dengan investor benar-benar dilakukan dan Rosie kini berdiri memimpin jalannya rapat yang sudah dimulai sejak 30 menit yang lalu.
John dan sekretaris Andrew ada di ruangan tersebut dengan sesekali memberikan kode saat Rosie terlihat bingung apa yang harus ia lakukan. Namun, gadis yang kini tengah menjelaskan tentang persyaratan umum pihak investor merasa aneh dengan tatapan klien yang ia panggil Mr.Dave. Sedari tadi pria berumur yang akan menjadi rekan kerjanya itu menatapnya dengan senyuman yang terkesan licik dan penuh teka teki.
Meski merasa kurang nyaman dengan cara Dave menatapnya, juga berbagai pertanyaan serta intonasi tak mengenakkan darinya, Rosie tetap mencoba untuk tenang dan menyelesaikan semuanya dengan baik.
Begitu rapat ditutup oleh Rosie, seluruh anggota rapat berdiri dan saling berjabat tangan, utamanya dari pihak Rosie dan pihak Dave. Saat Rosie berjabat tangan dengan Dave, ia merasa aneh dengan genggaman yang sedikit kencang ditambah tatapan Dave yang ... entahlah Rosie tidak tau apa maksud tatapan itu.
"Paman, aku harus pulang sekarang, apakah tidak masalah?" Tanya Rosie pada John disaat ruangan mulai ditinggalkan oleh anggota rapat.
"Tentu, berhati-hatilah saat dijalan." Pesan John.
"Tentu, sampai jumpa."
Rosie berlari kecil menuju lobi, ia sengaja meminta Jimin menjemputnya. Senyumnya mengembang saat mobil Andrew terlihat memasuki kantor, bahkan tanpa berlama lama Rosie langsung masuk ke dalam mobil begitu Jimin menghentikan mobilnya.
"Hei, kau benar-benar bersemangat sepertinya." Ledek Jimin sambil menepuk pelan kepala Rosie.
"Tentu saja, ayo cepat kita harus ke bandara."
"Baiklah, tuan putri."
Jimin kembali menginjak pedal gas dan membiarkan mobil berjalan pada kecepatan 70 km/jam. Sepanjang perjalanan Rosie tak henti hentinya menceritakan tentang Agust kepada Jimin. Ada rasa lega melihat bagaimana bahagianya Rosie setelah kejadian kemarin, Jimin masih tidak mengerti alasan dari tangis Rosie kemarin, ia ingin bertanya namun melihat kebahagiaan Rosie membuatnya mengurungkan diri.
Cukup lama perjalanan ditempuh, kini keduanya sudah berada di bandara, tepatnya di gate kedatangan. Rosie terus menggenggam tangan Jimin sambil menatap setiap orang yang melewatinya dengan teliti.
"Mana dia? Lama sekali."
Jimin tertawa geli melihat Rosie, tangan kanannya yang bebas terangkat untuk mengusak gemas pucuk kepala Rosie.
"Sabar, sayang."
Jangan pikir sebagai publik figur Rosie sangat bebas bepergian tanpa adanya paparazi, karena diam diam paparazi atau yang lebih mirip dengan penguntit itu terus mengikuti Rosie, baik di Jakarta ataupun Sydney. Memotret kedekatan Rosie dengan Victor, juga kedekatan Rosie dengan Jimin. Bukankah akan menjadi berita besar nantinya? Hanya perlu menunggu waktu dan semuanya akan meledak.

KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] PLUVIOPHILE
FanfictionMenawan, kaya raya, dan terkenal. Hidup seakan begitu sempurna bagi Victor dan Rosie. Diliput media, wara-wiri di televisi, hingga didambakan banyak pihak untuk menjadi brand atas produknya telah mereka dapatkan. Namun, siapa sangka duka mendalam be...