Bagaskara naik dengan eloknya, berusaha menghangatkan keadaan yang beku akibat salju. Ya, Sydney kedatangan salju semalam. Entah ada apa hingga salju-salju itu turun lebih cepat dari perkiraan.
Di sebuah ruangan, cahaya matahari berhasil menerobos dengan mulus hingga sang penempat merasa terganggu. Tangannya bergerak mengusap wajahnya, mengerjap beberapa kali sebelum membuka matanya secara total. Langit-langit ruangan berwarna putih dengan aroma khas obat-obatan, manik kecoklatannya tergerak menjelajah sekitar sembari mencari keberadaan jam dinding.
09.00
Pantas saja matahari sudah seterang ini. Rosie menatap lengan kirinya yang terasa nyeri, ribuan pertanyaan mengganggu benaknya, termasuk apa yang sebenarnya terjadi antara Andrew dan David?
Sibuk dengan lamunannya, eksistensi Victor di ambang pintu membuat Rosie mengalihkan pandangannya. Pria itu tampak kusut dengan rambut hitamnya yang tak ditata rapi. Perlahan tangannya yang terbebas dari selang infus terangkat memberi kode pada kekasihnya untuk mendekat.
Dengan segera Victor menutup pintu ruangan dan mendekat ke arah Rosie. Dengan ragu ia bertanya,
"Bagaimana keadaanmu?"
Rosie tertawa geli melihatnya, ditariklah lengan Victor untuk duduk di sisi brankar dan menghadapnya.
"Kenapa kau menjadi kaku seperti ini? Kemarin kau mengomel padaku, ada apa?"
Victor berdecak kesal, kemudian tangannya mengambil senampan makanan rumah sakit yang diletakkan di atas nakas.
"Terserah, tapi makan ini hingga habis!"
"Hei, aku ingin makan sup daging saja."
"Ini juga sup."
"Itu sup sayur, aku ingin sup daging!"
"Makan dulu ini agar kau lekas sembuh, jika kau sudah sembuh aku berjanji akan membawamu pergi makan sup daging."
"Kau bisa dipercaya?"
"Menurutmu?"
"Ah tapi tetap saja, masakan rumah sakit itu hambar."
"Dasar bocah!"
Victor memaksa Rosie untuk menerima segelas air putih yang langsung diminum olehnya. Dengan telaten Victor menyuapkan sesendok demi sesendok sarapan untuk Rosie meski beberapa kali ia harus memaksa Rosie.
"Sial, lidahku sudah tidak enak dan makanan ini membuatnya lebih tidak enak." Gerutu Rosie sambil berusaha menelan makanannya.
"Diam dan makan saja, kau terlalu banyak omong." Cibir Victor.
"Ngomong-ngomong bagaimana keadaan ayah?"
Mendengar pertanyaan Rosie, Victor menatap Rosie dengan geli.
"Kenapa kau memanggil ayahku dengan sebutan yang sama denganku? Kau siap menjadi istriku?"
"Jawab saja pertanyaanku, bodoh! Aku benci orang yang bertele-tele."
"Ya ya baiklah. Dia belum sadar, kepalanya pendarahan kemarin. Setidaknya dia berhasil melewati masa kritisnya."
"Syukurlah." Rosie tersenyum lega.
"Dan kau?" Sambungnya.
"Aku?" Tunjuk Victor pada dirinya sendiri.
"Ya, kau terlihat kusut. Apa kau tidak tidur semalam?" Mata Rosie ikut memicing penuh selidik.
"Aku tidur, hanya saja tidak nyenyak." Jawab Victor seadanya.
Saat Victor hendak mengangkat sendok ke arahnya, Rosie menggeleng dan merebut nampan yang ada dipangkuan Victor.

KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] PLUVIOPHILE
FanfictionMenawan, kaya raya, dan terkenal. Hidup seakan begitu sempurna bagi Victor dan Rosie. Diliput media, wara-wiri di televisi, hingga didambakan banyak pihak untuk menjadi brand atas produknya telah mereka dapatkan. Namun, siapa sangka duka mendalam be...