XXVII

551 115 1
                                        

Di sebuah ruangan dari gedung yang tinggi, David tengah bersiul senang menatap beberapa kertas di depannya. Ada beberapa hal yang membuatnya teramat senang, utamanya tentang Min Yoongi yang segera meninggalkan daratan Inggris.

Sungguh sudah berbulan-bulan David merasa terawasi karena musisi asal Seoul itu. Namun, meski begitu hal yang aneh bagi David adalah keadaan dan identitasnya aman. Tak ada yang mencoba meretas identitasnya, tak ada yang menerornya, mengganggu, atau bahkan membuntutinya.

Sayangnya itu hanya pikiran David, dimana ia merasa aman tanpa mengetahui bagaimana Agust, RM, dan Hoseok bergerak. Selain itu, ada satu hal lain lagi membuatnya lebih bahagia. Tiket keberangkatannya menuju Sydney.

David tertawa keras begitu pikiran gila muncul di kepalanya. Ia mengangkat tiketnya lebih dekat ke wajahnya, lalu senyuman miring mulai tercetak di wajahnya.

"Apakah sudah saatnya kau menyusul ibumu? Menyusul ibumu yang begitu jauh."

David kembali tertawa begitu keras, untuk sesaat ia tampak seperti manusia tanpa akal. Di tangan kirinya, ia membawa foto Rosie. Gadis pirang berusia 24 tahun, begitu manis dan cantik.

"Betapa malangnya anak ini, waktumu untuk melihat dunia akan segera berakhir."

"Ku rasa melihat dunia selama 24 tahun sudah cukup, bukankah aku ini sangat baik padamu?"

David menghempas tiket dan foto tersebut ke atas meja, pandangannya beralih pada langit-langit ruangan dengan senyuman miring yang kembali muncul.

"Bau apalagi yang lebih wangi daripada cairan kental berwarna merah yang mengucur begitu deras dari pembuluh darah?"

. . .

Victor membuka mulutnya saat Rosie menyodorkan sepotong daging ke arahnya. Setelah menguyah daging tersebut, ia mengangguk dua kali.

"Enak."

"Tentu saja, karena aku yang menyuapkannya untukmu." Ucap Rosie percaya diri.

"Tidak masuk akal." Sanggah Victor.

Rosie mengendikkan bahunya tak peduli, ia kembali melanjutkan makannya yang masih tersisa.

"Rosie, saat aku membawa bunga untukmu aku pernah bertanya tentang koper-koper itu, bukan?"

"Kau belum menjawab pertanyaanku."

Rosie menopang kepalanya dengan tangan kirinya, matanya lurus menatap Victor yang duduk di depannya.

"Ayolah kekasih, kau ini sangat ingin tau ya."

"Ya, jadi beritahu."

"Baiklah, itu koperku."

Victor mengernyit heran mendengar jawaban Rosie, ia meletakkan garpu dan pisaunya kemudian melipat kedua tangannya di atas meja.

"Kopermu? Jawab dengan jelas, bukan hanya setengah-setengah begitu."

"Aku baru saja kembali dari Sydney sore itu. Papaku sakit, jadi aku menemaninya disana."

"Ah begitu, bagaimana keadaannya sekarang?"

"Terus menurun. Aku tidak tau apa yang sebenarnya dia pikirkan, aku memang tak berpengalaman dalam menjalankan sebuah perusahaan jasa, tapi aku tidak akan menyerah."

"Maksudmu?" Tanya Victor dengan alis kanannya terangkat.

"Penyebab papa jatuh sakit karena beberapa masalah perusahaan, dengan bantuan banyak orang aku mempelajari bisnis dan mengambil alih perusahaan itu untuk sementata waktu." Jelas Rosie.

[✓] PLUVIOPHILE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang