"Ibu,"
Duchess menunduk dengan mata sombongnya, "Ya?"
"Saya selama ini selalu menghargai dan menghormati anda sebagai Ibu, walau telah mengasingkan saya di kastil ini, dan mengirim mata-mata yang 'melecehkan' saya. Namun ...." Aiden menggertakkan giginya, "Anda cukup membuat kesabaran saya habis kali ini."
"Aiden!" Duke berteriak marah.
Bocah itu mengeluarkan mana nya semakin besar, "Apa? Saya telah berlatih habis-habisan, berkontribusi dalam perang, itu semua seperti yang anda inginkan, Ayah!"
"Bahkan karena perang itu, saya dicap sebagai anak Duke yang buruk rupa! Tapi saya tidak menyimpan dendam selama ini." lanjut Aiden dengan wajah penuh emosi.
Duke hanya mengangguk, "Benar ... dendam tak ada gunanya."
"Ya, saya tak akan marah." Aiden menatap tajam Ayahnya, "Tetapi Ibu telah mengirim mata-mata yang sudah berusaha membunuh istriku!"
Plak!
Duchess menamparnya.
"Sikap tak tahu malu, beraninya kau berteriak pada sang Duke mulia. Kau harus dihukum!" Wanita dengan rambut biru bergelombang itu membentaknya.
Namun Aiden tak peduli, "Biarkan! Selama ini saya selalu diam di bawah kendali anda, namun jika itu berpautan dengan istri ... Saya akan memberontak."
Dia harus mengakhiri ini sesegera mungkin agar istrinya masih bisa diselamatkan. Dengan kata lain, dia harus membunuh ketiga orang ini.
Di sisi lain, Tilly yang mempertahankan kesadarannya, tahu jika Aiden memiliki keinginan untuk membunuh Noel, Duke, dan Duchess.
Tapi untuk saat ini, Aiden belum mampu melawan Duke. Yang ada dia malah terbunuh!
"Suami?"
Suara seraknya menghias telinga Aiden, "Istri? Kau bertahan lah! Aku akan-"
"Jangan, jangan lakukan apa pun, ya? Mengalah, kumohon ...."
"....."
Duke menyeringai sambil memijit hidungnya sendiri. "Haha, mengharukan, aku sedikit takjub dengan hubungan kalian yang hanya berdasar dengan perjodohan."
Aiden menarik nafas dalam, menenangkan diri, "Maafkan sikap saya tadi, saya bersalah."
"Kau tahu itu." Duchess mengibaskan tangannya lalu berbalik pergi.
Duke, dia mengikuti istrinya.
Kini hanya tersisa Noel yang gemetaran di sudut ruangan. Mana dari Aiden belum berhenti dan terus mengarah pada pria tua itu.
"T-tuan Muda..."
"Aku ingin membunuhmu detik ini juga, tetapi keselamatan Istri adalah prioritas utama. Jadi, tunggu saja kematianmu."
Aiden menggendong Istrinya, yang sudah tak sadarkan diri, menuju kamarnya dan memanggil tabib.
***
"Anda tak pernah mencintai saya, begitu juga sebaliknya. Jadi, mari kita bercerai."
"Apa?" Tilly menjatuhkan dokumennya yang menjadi pekerjaan penting sejak menjadi Duchess secara resmi dari tiga tahun lalu.
"Putri dari Count, saya mencintainya." ujar Aiden dengan ekspresi yang tak berubah.
"Putri dari Count ...," Tilly termenung sebentar, "Sahabatku, Julian?"
Aiden mengangguk, tubuh kekarnya masih tegap walau udara dingin memenuhi ruang pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END-TERBIT] Get Married with Monster
FantasyPerjodohan Tilly dan Aiden adalah monokrom, bak air tenang hingga Julian datang. Tiba-tiba membuat Aiden mengusulkan proposal perceraian. Tilly dimabuk amarah, gadis itu yakin penyebabnya adalah Julian. Segala cara Tilly lakukan demi membunuh nyawa...