Special Episode -8-

5.8K 582 0
                                    

Penampilan acak-acakan Aiden membuat kakek tua terkejut, apa lagi dengan isak tangis itu.

"Siapa kau? T-tunggu, tuan Aiden?"

Aiden mengangguk cepat, "Kakek, istriku sedang tidak baik, tolong segera sembuhkan istriku."

Kakek tua itu beralih menatap seorang wanita di pelukan Aiden, Tilly, yang tengah tak sadarkan diri. "Letakkan ke dalam," ujar kakek yang sudah mengerti sebagian besar situasinya.

Kakek tua adalah seorang tabib yang bersembunyi di tengah hutan. Ia mantan tabib Istana kekaisaran Abigail yang kini sudah menikmati waktu pensiunnya sendirian.

Selama masa bekerjanya sebagai tabib, ia dikenal banyak orang karena kesanggupannya dalam menyembuhkan. Apa lagi ketika masa perang dengan kekaisaran barat berlangsung, kakek tua berperan besar dengan memimpin pasukan tabib-tabib lainnya.

Aiden meletakkan Tilly ke atas kasur di ujung ruangan. Tilly menutup matanya tak bergerak, tidak ada raut muka kesakitan atau tidak nyaman, benar-benar seperti sedang tidur. Namun Aiden tahu, sekarang istrinya tidak sedang tertidur, tapi pingsan dengan aneh.

"Apa yang terjadi?" tanya kakek tua sembari memeriksa keadaan Tilly.

"Tiba-tiba Tilly pingsan," Aiden tak menyembunyikan kekhawatirannya dengan mengenggam kuat jemari sang istri, "Tapi ini terlalu damai untuk disebut pingsan."

Kakek turut setuju, "Ini aneh sekali. Tunggu sebentar,biarkan aku memeriksanya lagi." Ujar kakek dengan kembali mendekat ke tubuh Tilly, memeriksa denyut nadinya atau sesuatu yang lain.

Seiring waktu berjalan, ekspresi kakek tua semakin buruk, "Aku masih belum bisa menemukan penyebabnya. Kita tunggu dulu selama beberapa hari, memastikan sesuatu."

Aiden sangat khawatir namun tetap berusaha mengerti, "Tapi apakah kakek sudah memperkirakan sesuatu?"

"Yah, ini yang terburuk. Hanya perkiraanku saja, tapi kupikir ... ini hampir persis seperti gejala ratu sebelumnya."

"Apa?"

Ratu sebelumnya, ibu dari kaisar saat ini. Aiden tahu penyebab kematian ratu sebelumnya sangatlah misterius, seperti tiba-tiba meninggal. Gejalanya yaitu tidur panjang, itu tidak bisa dibangunkan atau disembuhkan. Hingga waktu terus berjalan dan tubuh ratu tidak kuat karena tak ada asupan, akhirnya menuju kematian. Sebuah penyakit tanpa obat yang menghantui beberapa insan di Kekaisaran.

"Tidak," Aiden mengenggam jemari Tilly semakin kuat, "Itu artinya tidak ada harapan? Tidak ada obat?"

Kakek tua menepuk pundak Aiden berusaha menghibur, "Tenanglah, tuan Aiden, itu hanya perkiraan terburuk. Mari dengan sabar kita tunggu selama beberapa hari dulu. Aku akan menyeduh kopi, mau segelas?"

"...." Aiden menatap lekat istrinya sebelum mengangguk, "Ya, tolong segelas kopi, kakek. Aku akan berjaga di sisinya tanpa tidur, sampai ia membuka mata."

Banyak hari berlalu dengan cepat. Aiden dengan konsisten menunggu Tilly membuka matanya. Terkadang Aiden melamun menatap sang istri, mencoba membantu dengan sihir penyembuhan, atau berakhir menangis tanpa suara.

Aiden merupakan pria kuat dan pemimpin medan perang, tubuhnya kekar, wajahnya garang nan tegas. Tapi di depan istrinya yang tergeletak tak membuka mata, Aiden ibarat seorang bocah yang kehilangan tujuan hidupnya.

Seperti kembali di umurnya yang ke 9 tahun, tak berdaya, ketakutan, sangat bergantung.

Dengan kantung mata tebal, Aiden menunduk dalam. Lengannya masih aktif berbagi kehangatan di tangan Tilly yang semakin dingin. Hatinya berat, pikirannya lelah, kapan istrinya bangun?

"Suami."

Tiba-tiba saja suara yang begitu ia rindukan terdengar. Walau sedikit serak dan kecil, tapi tetap terdengar merdu di telinga. Aiden mendongak lekas-lekas dan menatap wajah sang istri di atas ranjang. Itu pucat, bibir merah mudanya berubah pecah-pecah, namun ... matanya terbuka.

Mata Aiden berkaca-kaca lagi. Sosoknya tak berdaya seperti anjing yang kehilangan induknya. "Sayangku ...." Aiden memeluk tubuh istrinya dengan gemetaran.

"Kenapa menangis?" tanya Tilly keheranan, "Aku jadi sedih."

Menghiraukan pertanyaan Tilly, Aiden tersenyum sedih sembari bertanya kembali, "Kamu benar-benar sudah bangun?"

Tilly terkekeh kecil, "Lihat mataku terbuka lebar."

"Baguslah," Aiden kembali memeluk tubuh kecil istrinya, "Kamu tidur nyenyak sekali, istri."

"Mmn, tidurku sangat nyenyak tapi tidak menyenangkan. Aku bermimpi di sebuah ruang hitam, tidak ada jalan keluar. Jadi aku menghabiskan banyak waktu untuk mencari jalan keluarnya."

"Lalu bagaimana kamu bisa menemukan jalan keluar?"

Tilly mengusap wajah Aiden yang tampak lebih kurus, "Aku mendengar tangisan suamiku yang tak berdaya."

Aiden tertawa kecil, "Aku tidak pernah menangis, aku pria perkasa."

"Haha, baiklah, kamu pria perkasa."

"Biarkan aku memanggil kakek tabib." Aiden beranjak dari duduknya bersiap pergi, namun lengannya ditarik oleh Tilly yang kini sudah berhasil duduk.

"Jangan pergi."

"Hm? Kakek harus memeriksamu, istri."

Tilly menggeleng, "Bersamaku sebentar saja."

"Baiklah," Aiden duduk kembali ke kursinya, "Apa yang istriku inginkan?"

Tilly hanya tersenyum manis sembari menatap lekat wajah suaminya. Dari ujung rambut hitam pekat, lalu bekas luka di dahinya, mata tajam, lalu hidung mancung itu. Ah, senyuman Tilly semakin lebar tatkala melihat anting di telinga Aiden.

Sebelumnya, telinga Aiden bersih tanpa luka atau lubang. Tapi dengan anting itu, kini Aiden memiliki lubang di telinganya yang tidak akan hilang selamanya. Secara permanen, Tilly secara permanen telah memberi tanda pada Aiden bahwa mereka pernah bersama.

"Tenggorokanku kering." Tilly berucap serak.

Aiden melirik meja yang kosong tanpa ada air atau makanan, ia berdiri dari kursinya. "Aku akan mengambil secangkir air untukmu, istri. Aku juga akan memanggil kakek, jadi tunggu sebentar."

"Mendekatlah dulu," Tilly mengangkat tangannya lemas, memegang pipi Aiden yang terasa hangat. Wanita itu dengan lembut mengecup hidung suaminya, "Aku cinta kamu."

Dengan pengakuan tiba-tiba itu, rasa lelah dan gundah Aiden hilang seketika. Pria itu tertawa malu dan membalas kecupan Tilly, "Aku juga mencintaimu."

Setelah pengakuan tiba-tiba yang penuh dengan suasana mesra, Aiden meninggalkan Tilly sendiri di kamar untuk memanggil kakek tua. Langkah Aiden begitu cepat karena tidak ingin meninggalkan istrinya terlalu lama.

"Kakek." Aiden menghampiri kakek tua yang sedang menyeduh kopi.

"Huh? Tuan Aiden, apa kopi yang baru saja aku berikan kurang?"

"Bukan, Tilly sudah bangun. Aku harap kakek segera memeriksanya, ah, dan bisakah aku minta secangkir air?"

Kakek meletakkan kopi dan mengambil segelas air, "Tentu, ini untuk tuan Aiden."

Mereka berjalan cepat menuju kamar untuk melihat keadaan Tilly. Hati Aiden berdebar, akhirnya istrinya sembuh. Benak lelaki itu melayang, memikirkan perjalanan mereka selanjutnya.

Bagaimana dengan mendaki gunung? Ah, keadaan Tilly belum baik untuk itu. Mungkin mereka harus pergi ke wisata laut dulu. Tilly berkata sangat penasaran dengan ikan paus, Aiden akan menangkap satu untuknya.

Ceklek

Pintu kamar terbuka, Aiden masuk terlebih dahulu dengan wajah berbinar. "Istri-" kakinya berhenti saat itu juga.

Darah merah menempel di selimut yang membalut tubuh Tilly. Kini mata wanita itu tertutup kembali seolah sebelumnya tak pernah terbuka, wajahnya juga begitu pucat dari sebelumnya. Aiden menjatuhkan air ke lantai, pecah berkeping-keping begitu saja.

"Istriku!"

[END-TERBIT] Get Married with MonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang