Akhir-akhir ini Kayshie memiliki hobi baru di tengah kesibukannya menjalankan tugas mengurusi Duchy.
Menulis novel, Kayshie suka menulis novel. Awalnya gadis itu suka membaca novel romansa yang popular di kalangan teman-temannya, namun pada akhirnya Kayshie tertarik untuk membuat sebuah kisah.
Berkisah tentang gadis kecil yang dijodohkan pada monster kecil si putra duke. Ini adalah kisah orang tuanya.
Tok tok tok
Pintu asrama terketuk, Kayshie segera bergerak membuka pintu. Seorang bocah cilik yang membawa segulung surat tersenyum ramah, "Nona Kayshie, ini surat dari Duke tua."
Kayshie tampak terkejut, jarang sekali ayahnya mengirim surat ke Kastil. Itu artinya, isi surat ini begitu penting.
Kayshie tersenyum menatap bocah pengantar surat, "Terima kasih."
Menutup pintu kembali dan berjalan masuk, Kayshie segera membaca surat tersebut dengan seksama.
Mata gadis itu bergerak seiring banyak kata yang termuat. Air muka Kayshie perlahan berubah begitu emosional.
"Ah, mama ...!"
***
Suasana kastil terasa sangat mencekam, suram, dan kesedihan yang tak bisa dijelaskan. Seluruh pekerja kastil berkumpul di depan gerbang, Delbert dan Kayshie berdiri tegak menatap ke depan.
Menunggu kepulangan kedua orang tua, yang bahkan belum menyentuh seminggu sejak kepergian mereka. Seharusnya Delbert dan Kayshie senang, tapi ... kepulangan ini membawa berita buruk.
Pipi Kayshie sudah sangat merah dengan mata bengkaknya, tubuh gadis itu direngkuh oleh Delbert yang masih berdiri tegak tak goyah sedikit pun.
Suara langkah laki lambat laun terdengar di tengah kesunyian. Sesosok pria yang tengah menggendong wanita di dekapannya perlahan nampak dari kejauhan.
Langkah yang terseret, wajah kosong bagai tak berjiwa. Sang papa pulang dengan istri di dekapannya.
Tangisan Kayshie mulai luncur kembali disusul para pelayan wanita di belakang mereka. Heningnya kastil dihancurkan oleh isak kesedihan banyak orang. Ksatria yang seharusnya berdiri tegak kini sudah membungkuk sedih, mata mereka juga berkaca-kaca mengingat jasa sang mantan Duchess selama masa berjayanya.
Semua orang sudah mengungkap rasa nestapa, kecuali Delbert yang masih menatap kokoh papanya dari kejauhan.
"Kami pulang." Ujar Aiden dengan perlahan, namun itu hanya berhasil didengar oleh Delbert. Lainnya menangis kencang tak berhasil mengendalikannya, hati mereka patah.
Delbert tersenyum, "Selamat datang ke rumah, papa, mama."
Aiden berjongkok ke tanah setelah sampai di depan gerbang, Tilly yang berada di pelukannya sudah dingin. Wajah wanita itu pucat, tak ada tanda-tanda kehidupan dari sana.
Kayshie segera berlari ke arah mamanya, turut berjongkok, menangis kencang. Dipegangnya jemari Tilly yang sudah dingin, itu adalah jemari lihai yang selalu menemani Kayshie membuat kue di kala senggang.
"Papa," Delbert mendekat dan berjongkok, "Bagaimana kabarmu?"
Aiden tidak sanggup mempertahankan sosok kuatnya, tubuh pria itu bergetar hebat, air mata turun dengan cepat seolah sudah ditahan cukup lama. "Kabar papamu tidak baik, sangat tidak baik."
Suara Aiden terdengar serak dan menyedihkan, ini pertama kalinya Delbert melihat papanya menangis. Selama ini Delbert melihat papanya sebagai panutan yang sangat kokoh, pria hebat yang menghancurkan medan perang. Sekarang semua itu hancur di depan jasad sang mama.
"Ah," Delbert menutup mulutnya, baru saja kedua sisi mulut itu turun ke bawah seperti hendak merengek bagai bocah. Namun air mata tak bisa ditahan, Delbert akhirnya juga tak sanggup mempertahankan sikap kuat.
"Mama ...."
Hari ini Kastil kacau balau.
Hari ini adalah mimpi buruk.
Pemakaman Tilly dilaksanakan segera setelah kepulangannya, setelah upacara penakaman Aiden mengurung dirinya di kamar. Dia butuh waktu sendirian, butuh waktu sendirian untuk mencerna hal yang baru saja ia jalani.
Sekarang Aiden sendirian.
Aiden menyentuh gaun yang biasanya digunakan Tilly, diciumnya lembut, menghirup sisa-sisa aroma yang ada. Air matanya bahkan tak berniat berhenti, "Kenapa kamu jahat sekali?"
"Teganya meninggalkanku? Ah, tentu saja aku ingin menyusulmu. Aku bisa bunuh diri, lagipula aku sudah lepas dari posisiku. Tapi ... anak kita?"
Aiden meringkuh di atas ranjang yang biasanya mereka gunakan berdua, ranjang itu terasa begitu lebar dengan sendirian.
Dinding-dinding kamar penuh dengan hiasan, gambaran mereka saat kecil, lalu catatan pertumbuhan tinggi,terlalu banyak jejak untuk kepergiannya.
"Aku selalu ingin egois untukmu, istri, pergi bunuh diri dan menyusulmu.Tapi anak kita berdua, anak yang sudah kita rawat menggunakan kasih sayang kita. Itu memang anugrah, tapi bagaimana aku bisa hidup tanpamu, istri?"
"Bagaimana?" tanya Aiden pada dirinya sendiri, "Aku bahkan tidak tahu harus bagaimana selanjutnya."
Terlalu sayang untuk mengakhiri kisah panjang yang telah mereka lalui.
Datangnya Tilly merupakan keajaiban bagi Aiden yang sangat tak berdaya. Tilly menariknya dari masa kecil menyeramkan, memberikan kehidupan warna-warni penuh pelangi, membuat Aiden tanpa sadar bergantung padanya.
Dan ketergantungan ini mulai berbahaya, Aiden tidak bisa melepas Tilly dari hidupnya. Entah istrinya atau takdir yang begitu kejam, Aiden juga tahu semua kisah memiliki akhir.
"Jadi ini akhir untuk kisah kita?" Aiden memejamkan matanya, semakin mabuk dengan aroma samar dari gaun Tilly, "Setelah perjuangan kita yang tak pernah berhenti, ini akhirnya?"
Rasa tidak puas muncul, Aiden tiba-tiba saja merasa sangat marah. Lelaki itu berdiri dan memecahkan segala sesuatu di dekatnya, "Setelah perjuangan panjang kenapa akhir datang begitu cepat?!"
"Bahkan kita belum puas menikmati hasil dari perjuangan kita, kenapa akhirnya datang menghancurkan ekspetasi kita?"
Kini Aiden merengek seperti bocah, gundah nestapa datang bersamaan dalam kalbunya. Sesak merapah, Aiden terisak dalam kamar yang penuh jejak dari istrinya yang sudah tiada.
Di balik pintu kamar, dua insan duduk dengan tatapan kosong. Delbert dan Kayshie, saling berpelukan, mendengarkan amarah papanya dari dalam sana.
Kayshie terisak tidak mau berhenti, "Mama sudah pergi."
"Iya." Delbert mengangguk.
"Mama tidak akan membantuku membuat kue lagi."
Delbert lagi-lagi mengangguk, "Iya."
Kayshie akhirnya mendongak, menatap kakaknya yang tampak begitu menyedihkan. "Setelah mama pergi, kakak tidak bisa melakukan apa?"
Terdiam sebentar, Delbert mempererat pelukan adiknya. Lelaki itu berbicara lirih, "Aku tidak bisa bermanja sebagai bocah lagi. Susu hangat dan sepiring kue, pelukan, ribuan kalimat kasih sayang, itu akan hilang mulai hari ini."
"Mulai hari ini, semuanya akan berbeda."
Dipisahkan oleh dinding dan pintu. Dua anak dengan baju hitam dari upacara pemakaman tengah bersedih, lalu pria penuh pertanyaan gelisah dalam kamar sedang mencari jawaban.
Hari ini terasa begitu berbeda.
Dengan baju hitam setelah upacara pemakaman, baik itu Aiden, anak-anaknya, pelayan, ksatria, koki, dan semua pekerja yang lain, mereka sedang mengenang hal berkesan yang ada dari keberadaan Tilly.
------
Tolong betahin sedikit lagii, tinggal satu bab doankk 😇😇😇
KAMU SEDANG MEMBACA
[END-TERBIT] Get Married with Monster
FantasyPerjodohan Tilly dan Aiden adalah monokrom, bak air tenang hingga Julian datang. Tiba-tiba membuat Aiden mengusulkan proposal perceraian. Tilly dimabuk amarah, gadis itu yakin penyebabnya adalah Julian. Segala cara Tilly lakukan demi membunuh nyawa...