Kenaikan Delbert hingga menduduki posisi Duke segera menggemparkan seluruh kekaisaran. Banyak bangsawan yang menyayangkan Aiden karena terlalu cepat turun dari kekuasaannya.
Bangsawan-bangsawan mulai berpikir, duke muda yang dikira masih labil itu sangat mudah untuk mereka pengaruhi. Lantas setelah pesta dilantiknya Delbert, para bangsawan datang menjilat Delbert dengan senyuman manis mereka.
"Merepotkan," dalam kantor yang sebelumnya milik sang papa, Delbert melonggarkan dasi di lehernya. Lelaki itu mendengus kesal, "Bangsawan tak tahu malu ...."
Karena antusias dari para bangsawan, pesta Delbert menjadi jauh lebih lama dari yang diperkirakan.
Tok tok tok
Pintu kantornya diketuk beberapa kali dengan tempo pelan. Sebelum Delbert sempat membuka mulutnya untuk mengijinkannya masuk, pintu sudah tergeser lebih dulu. Mamanya datang, dengan sepiring kue dan susu hangat.
"Mama?"
Tilly tersenyum manis, meletakkan sepiring kue ke atas meja. Dengan halus tangannya bergerak mengelus pipi Delbert, "Apa kau kelelahan?"
Delbert tak menjawab pertanyaan mamanya dan malah melontarkan pertanyaan lain, "Kenapa mama di sini? Besok adalah keberangkatan mama dan papa keluar Kastil. Tidak menyiapkan bawaan?"
"Tidak boleh aku menemui anakku sendiri?"
"Bukan begitu ...."
Tilly menatap secangkir susu hangat di genggamannya, "Sayangku, maafkan mama, ya?"
Delbert kebingungan, ia ingin segera menyela Tilly namun ibunya dengan cepat menutup mulut Delbert rapat-rapat, menggunakan tangan yang gemetaran.
"Maafkan mama karena harus melempar beban ini padamu. Mengambil beban seorang duke lebih dulu, maafkan mama, ya?" suara yang Tilly ucapkan terdengar serak, "Andai papamu tidak memaksa."
Delbert kini mengerti kemana arah pembicaraan ini. Lelaki itu tersenyum manis, perlahan melepaskan dirinya dari genggaman sang mama.
"Tidak apa, tidak apa." bisik Delbert sembari mengusap tangan Tilly, mamanya, yang gemetaran. Ia bermaksud menenangkan tangisan Tilly yang sudah meluncur jatuh.
"Kami sangat egois, nak."
"Bagaimana bisa disebut egois? Selama puluhan tahun kalian mengabdikan diri untuk menjagaku, Kayshie, dan Duchy, sudah waktunya bagi kalian untuk beristirahat."
Tilly tidak bisa setuju dengan apa yang dikatakan putranya. Ia memang turun dari posisi Duchess, namun sebagai ganti, Delbert menanggung semua beban yang ada. Itu tidaklah mudah, sanggupkah Delbert menangani semua sendirian di Kastil?
Saat Aiden mengungkap rencananya untuk turun posisi dan berkeliling benua, Tilly tidak bisa mempertahankan senyuman yang selalu terbentang.
Tilly sangat marah. Di tengah kemarahan itu Aiden memeluknya sambil menunjukkan air mata yang amat jarang lelaki itu tunjukkan.
"Apa kau tak pernah memperhatikanku, istri? Aku, di sini, selalu takut kehabisan waktu bersamamu. Rasanya seperti waktu kita sudah tidak banyak ...."
Tilly merengkuh sang suami, "Bukan begitu, aku hanya -- tidak sanggup melihat Delbert menanggung semua beban yang kita turunkan."
"Kita berkeliling benua tidak akan lama, tidak akan lama." Aiden mencium keningnya, "Karena kurasa ... waktu kita berdua juga tidak akan lama."
"Jangan katakana hal seperti itu!" Tilly mendorong tubuh Aiden, namun sia-sia.
"Kumohon, mari menghabiskan waktu berdua. Hingga saat waktu kita habis, hingga saat itu aku akan kembali ke Kastil."
"Waktu habis apanya--"
Aiden memotong, "Hanya hingga saat itu."
Tilly tak bisa apa-apa, tangisannya juga semakin sulit dikendalikan. Ia pun setuju tentang turun dari posisi atau kekuasaannya. Tilly dan Aiden akan berkeliling benua bersama, hanya berdua, menghabiskan waktu yang tersisa.
Delbert berdiri dari kursinya, memeluk mama yang terisak hebat, "Aku harap mama dan papa dapat menikmati perjalanan kalian. Jangan pikirkan aku atau Kayshie, kami akan baik-baik saja."
"Ya," Tilly mengusap matanya, "Saat kami pulang dari perjalanan nanti, tolong tetap tersenyum. Tidak peduli apa yang pulang, kami berdua, atau hanya salah satu dari kami, atau malah hanya nama kami, tolong tetap tersenyum."
Delbert tertegun sebentar, "Aku tidak bisa janji. Jika yang kembali hanya salah satu dari kalian, aku akan mengajak Kayshie menangis sebulan penuh. Jika yang kembali hanya tertinggal nama, mungkin aku tidak bisa tidak berpikir untuk menyusul kalian."
"Maka akan sangat menyedihkan saat Delbert menyusul mama pergi." Tilly tersenyum masygul, "Tetaplah hidup."
"Ada apa dengan topik pembicaraan ini, mama hanya akan berkeliling benua, kan? Kenapa berpamitan seperti tidak akan kembali, Delbert yakin mama akan kembali dan membuat kue untukku atau Kayshie."
"Iya, mama harap juga begitu."
***
Hari ini, Kayshie baru saja lulus ke akademinya. Maka dengan arti lain, Aiden dan Tilly juga berangkat berkelana mengelilingi benua. Ini mimpi yang Tilly dambakan sejak kecil, sudah tertulis jelas di surat kotak impian masa depan.
"Mamaaaa, huwaaaa!" kayshie belum lepas dari pelukan erat mamanya, "Aku ingin ikut kalian berkelana."
"Kayshie," Delbert sekuat tenaga menarik adiknya agar tenang, "Tolong pikirkan tentang tugas yang menunggumu di kantor Kastil. Bersiaplah untuk gila."
Baru saja Kayshie merasa bahwa emosinya sudah cukup tenang, namun karena ucapan kakaknya, "Huwaaa, hiks! Aku tidak mau gila kerja bersama kakak, tolong bawa aku kabur dari tugas itu, huwaa!"
Aiden menghela napas, "Hentikan tangisanmu, bayi besar. Lihat pipimu sudah semerah tomat."
"Hiks, papa, apakah papa tidak akan merindukanku?" Kayshie ingin bersikap manja sebelum berpisah. Gadis itu merentangkan kedua lengannya, "gendong aku."
Tak membiarkan anaknya mengangkat kedua lengan terlalu lama, Aiden menarik tubuh Kayshie ke dalam gendongannya.
"Bayi besar semakin gemuk." ujar Aiden dengan sedikit menggoda.
"Jahat, tapi aku tidak akan menangis hanya untuk ejekanmu, pa. Jika berat badan seorang gadis naik, tandanya ia sedang berbahagia. Aku bahagia karena pulang ke Kastil, yah, ketika bekerja dengan kakak nanti berat badanku turun lagi." oceh Kayshie panjang lebar, berusaha turun dari gendongan papanya karena merajuk.
Delbert yang mendengar ocehan adiknya, tertawa kecil.
"Baiklah," Aiden memeluk pinggang Tilly dan menghapus jarak di antara mereka, "Kami akan pergi sekarang."
Delbert mengangguk, menatap kedua orang tuanya dengan puas seolah ini benar-benar pertemuan yang terakhir. Begitu juga dengan Kayshie, memaksakan senyumannya sembari melambaikan tangan.
Tilly merasa berat untuk pergi, "Selamat ...." Sebelum ucapannya selesai ia sudah menghilang bebas di udara, sihir teleportasi Aiden bekerja sedikit lebih cepat. Kata lanjutan dari selamat tinggal melayang hilang bersama kesunyian yang hinggap.
Gerbang depan Kastil hanya menyisakan kereta kuda dan dua insan yang menatap udara kosong.
Delbert menguatkan hatinya dan menepuk lembut pundak sang adik, "Baiklah, sekarang kita bisa berangkat menyusul tugas sialan di kantor."
"Kakak," Kayshie bersandar di lengan Delbert, "Melepas kepergian mereka sesedih ini? Padahal mereka pergi untuk sementara, tapi aku sedih sekali."
"Kupikir ...," Delbert terdiam sebentar, "Aku juga terlalu sulit melepas mereka."
"Yah, papa dan mama sama-sama sangat berarti untuk kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
[END-TERBIT] Get Married with Monster
FantasyPerjodohan Tilly dan Aiden adalah monokrom, bak air tenang hingga Julian datang. Tiba-tiba membuat Aiden mengusulkan proposal perceraian. Tilly dimabuk amarah, gadis itu yakin penyebabnya adalah Julian. Segala cara Tilly lakukan demi membunuh nyawa...