Enam, Menabrak (lagi?)

5.5K 527 3
                                    

Selamat membaca!

Mari tebarkan cinta dengan menekan tombol vote dan beri komentar di setiap paragraf!

🐻🐣🐿🐇🐢

Lalisa terbangun saat alarm ponselnya berbunyi. Sudah saatnya untuk bersiap ke restoran. Setelah mandi, ia mengenakan kemeja putih lengan panjang yang tadi sudah ia setrika dipadukan dengan celana kain warna coklat. Tak lupa juga ia memakai sepatu khusus untuk kerja yaitu sepatu warna putih.

Setelah menerima telepon dari Chaeyoung tadi, ia beranjak ke kamarnya untuk tidur. Enggan memikirkan sesuatu yang membuat mentalnya kembali down ketika terus-terusan terjaga.

Cuaca sore ini benar-benar dingin karena hujan baru saja reda saat dia terbangun. Ia mengambil jaket satu-satunya yang ia punya. Ya, hanya itu jaket yang Lalisa punya karena jaket satunya lagi sudah berganti kepemilikan menjadi milik Kim Jennie.

Omong-omong soal Jennie, Lalisa jadi mengingat kejadian pembullyan itu. Siapa gadis yang Jennie bully? Mengapa baru sekarang rasa simpatinya kembali muncul saat melihat anak itu dibully?

Tak ingin terus melamun, Lalisa segera turun ke parkiran untuk segera berangkat bekerja.

"Sunbae," sapaan itu terdengar kala pintu lift di lantai akhir terbuka.

Lalisa mendongak melihat siapa yang menyapanya. Seingatnya, ia hanya mengenal Ten di sini dan sapaan tadi jelas-jelas suara perempuan.

"Kau?"

"Ne sunbae. Aku siswa yang kau tolong. Khamsamnida," ujarnya lalu membungkuk.

"Hm," Lalisa hanya berdehem dan balas membungkuk. Setelahnya, ia berlalu pergi.
Ia sedang tidak punya waktu untuk menanggapi obrolan basa-basi karena ia harus ke restoran.

"Sunbae bolehkan kita bicara sebentar?"

"Maaf aku buru-buru," ujarnya tetap berjalan.

"Tap--,"

"Aku selalu ke perpustakaan setiap jam istirahat," entah kenapa Lalisa memberitahu sedikit kesehariannya pada orang yang tak dikenalnya.

🐻🐣🐿🐇🐢

"Unnie kenapa menu itu kadang mendadak tidak ada?" tanya Jennie mendadak. Sekarang mereka berdua sedang menuju restoran karena Jennie menginginkan kopi itu. Bisa dibilang dia kecanduan.

"Menu apa?"

"White coffee spesial."

"Aku juga tak tau. Tanyakan saja pada Rose. Dia kan anak pemilik restoran," saran Jisoo.

"Oke," ujarnya sambil mengambil ponselnya.

"Hey nanti saja. Sekarang menyetirlah yang ben--, AWAS!!" baru saja ingin mengingatkan, Jennie sudah menabrak motor di depannya.

Brak

"Jennie, kau menabrak orang," kaget Jisoo. Jennie yang masih syok terdiam di tempatnya. Tangannya bergetar menandakan ia sedang takut. Ia meremas ujung bajunya untuk menyalurkan ketakutannya.

"Unnieeee, aku takut," ujarnya dengan bibir bergetar dan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Tenanglah Jendeuk," Jisoo memeluk Jennie, berniat menenangkan. Setelah Jennie tenang, mereka turun dari mobil.

"Yak! Kenapa kau lama sekali turunnya!" kesal Lalisa ketika mendengar langkah kaki mendekat. Ia berhasil berdiri sendiri dan membangunkan motornya. Yang membuat ia kesal adalah, harusnya orang yang menabrak segera turun untuk membantunya, bukannya menunggu ia selesai berdiri.

When POISON Becomes MEDICINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang