Tiga tiga, Lalisa?

4.6K 523 23
                                    

Selamat membaca!

Mari tebarkan cinta dengan menekan tombol vote dan beri komentar di setiap paragraf!

🐻🐣🐿🐇🐢

Lalisa memasang trench coat hitamnya beserta syal dan beanienya dengan tergesa. Ponselnya yang masih terhubung dengan seseorang terpaksa harus ia letakkan sebentar.

"Ne. Ini aku sudah di dalam taxi," jawabnya cepat sambil berlari kecil menuju taxi.

Sejak tadi Chaeyoung tak berhenti meneleponnya hanya untuk memastikannya masuk ke dalam taxi online yang sudah Chaeyoung pesankan. Sebenarnya ia bisa saja naik bis jika Chaeyoung tak bisa menjemputnya.

Sudah mulai memasuki musim salju. Ia yang tak tahan dingin harus lebih extra menjaga kesehatannya. Mungkin ini juga yang membuat Chaeyoung lebih protektif dari sebelumnya.

Tadi saja Chaeyoung bersikeras mengantarnya ke tempat kerja padahal Chaeyoung harus buru-buru pergi bersama unnienya. Chaeyoung bahkan sampai bernegosiasi dengan manajer restoran untuk mengubah posisi Lalisa menjadi koki dan beruntungnya, sang manajer menyetujui negosiasinya setelah melihat kemampuan Lalisa.

"Aku khawatir karena tidak bisa menjemputmu."

"Kau sudah mengucapkannya berulang kali Chaeng."

"Entah aku merasakan sedikit firasat buruk."

"Aku baik-baik saja. Lebih baik kau tidur. Ini sudah tengah malam," ujarnya berusaha menenangkan Chaeyoung.

"Aku akan menunggumu. Mari lakukan video call setelah kau sampai apartemen."

Lalisa tersenyum. Sahabatnya itu memang cerewet jika sedang mengkhawatirkannya.

"Ne my Chaengi."

🐻🐣🐿🐇🐢

Jennie benar-benar tak mengerti mengapa ia berani keluar sendirian selarut ini hanya karena ingin memakan ramen instan. Ia sangat menyayangkan keputusan orang tuanya yang tak mengizinkannya untuk menyetok makanan instan padahal, pada jam malam seperti ini, Jennie sering menginginkannya.

Suasana dingin menerpa kulitnya saat ia membuka pintu mobil. Butiran salju jatuh perlahan mengenai kepalanya yang tak terlindungi beanie. Ia sungguh ceroboh karena hanya memakai piyama lengan panjang di awal musim dingin ini.

Setelah mendapatkan ramen yang ia mau, ia buru-buru masuk mobil. Mengatur napasnya sejenak, ia melajukan mobilnya dengan santai. Namun rupanya hari ini adalah hari sialnya.

Mobilnya tiba-tiba mogok entah karena apa. Ia terpaksa keluar untuk mengeceknya. Dibukanya kap mobil sembari melihat apa yang salah meskipun ia tak paham mengenai mesin.

"Hai cantik!" Jennie menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya. Ia cukup terkejut ketika seorang pria hendak menyentuh wajahnya. Di tangan pria tersebut terdapat sebotol alkohol. Jennie meyakini bahwa pria di hadapannya ini telah mabuk.

Instingnya menyuruhnya untuk segera pergi namun baru selangkah kakinya menjauh, lengannya sudah dicekal oleh pria tersebut. Ia memberontak berusaha melepaskan diri meskipun hal tersebut berujung sia-sia. Tenaganya jelas tak sebanding dengan sang pria.

"Tolong!"

"Sssttt! Jangan berisik sayang!" ujarnya membekap mulut Jennie.

Jennie yang tak lelah memberontak kini menginjak keras kaki pria tersebut. Setelahnya, ia menendang tulang keringnya.

When POISON Becomes MEDICINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang