Selamat membaca!
Mari tebarkan cinta dengan menekan tombol vote dan beri komentar di setiap paragraf!
🐻🐣🐿🐇🐢
Ia mengubah langkahnya menjadi berlari saat orang yang dikejarnya jatuh pingsan di lobi apartemen. Ada rasa khawatir yang mencuat dalam dirinya. Ia tak tau mengapa rasa itu bisa muncul karena seharusnya ia tidak peduli.
"Lalisa!" Jennie menepuk pelan pipi Lalisa yang terasa panas di tengah musim dingin ini. Berulang kali ia tepuk, tapi Lalisa tak juga sadar.
Entah kenapa ia frustrasi. Air matanya juga mulai jatuh. Ia berusaha menggendong Lalisa di punggungnya. Ini lumayan sulit mengingat Lalisa yang lebih tinggi darinya. Dia juga tak pernah mengangkat beban seberat ini. Bisa dibilang, Lalisa adalah orang pertama yang pernah digendongnya selain para bocil seperti Yerim.
Sekitar lima menit, Jennie berjalan mengelilingi bangunan ini tapi tidak ada satupun orang yang ia jumpai. Mungkin karena sudah dini hari, ditambah cuaca malam yang dingin.
Jennie menemukan kunci di saku coat Lalisa tapi ia tak tau di mana unit Lalisa. Kaki dan punggungnya sudah mulai sakit padahal masih baru beberapa menit. Ia hendak menurunkan Lalisa namun urung saat seseorang memanggil mereka. Lebih tepatnya memanggil Lalisa.
"Lalisa! Astaga! Dia kenapa?" tanyanya panik.
Pria yang ia duga seumuran dengannya itu menggunakan seragam bengkel sambil membawa koper yang Jennie duga berisi alat-alat.
"Dia pingsan! Boleh kau tunjukkan di mana unitnya?"
Pria itu mengangguk. Ia mengarahkan Jennie menuju lift dan memencet tombol tiga. Sesekali ia melirik Jennie yang berusaha menyamankan posisi Lalisa di punggungnya.
"Kau siapanya? Aku baru melihatmu bersamanya."
Musuhnya
"Temannya."
Bersamaan dengan itu, pintu lift terbuka. Jennie melangkahkan kakinya dengan tergesa karena ia sudah tidak kuat. Bersyukurnya, pria itu mengerti dan bergegas menunjukkan unit Lalisa. Ia juga membantu Jennie membuka pintu sebelum akhirnya pamit pergi.
Jennie menidurkan Lalisa di sofa. Ia menghidupkan penghangat ruangan karena sejujurnya ia juga menggigil. Matanya mengedar berusaha mencari adakah kotak P3K di apartemen sederhana itu.
Setelah menemukan apa yang ia cari, ia mengambil minyak angin. Dibukanya resleting coat Lalisa dan beberapa kancing kemeja atasnya. Ia juga membuka sepatu dan meninggikan kaki Lalisa. Katanya, cara ini biasa digunakan sebagai pertolongan pertama saat pingsan.
Ia menghapus air matanya lalu mendekatkan minyak tersebut ke hidung Lalisa. Sesekali menepuk pelan pipinya berharap sang empu segera sadar.
"Jennie?" ujarnya tanpa suara. Ia hendak bangun namun tubuhnya terasa lemas dan kepalanya mendadak berputar.
"Berbaringlah dulu!" Jennie beranjak menuju dapur dan mengambil air hangat. Setelahnya, ia membantu Lalisa minum menggunakan sedotan.
"Kenapa tidak pulang? Kenapa malah menolongku?" tanyanya tiba-tiba.
"Masih banyak yang ingin kutanyakan."
Lalisa menghela nafasnya. Entah kenapa dia kecewa dengan jawaban Jennie. Ia kira Jennie tulus menolongnya.
Tapi ternyata karena ada hal lain.
"Pulanglah. Aku akan menjawabnya besok," ujarnya dingin. Ia berusaha untuk bangun dan berjalan menuju kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
When POISON Becomes MEDICINE
Fanfic(Selesai) FRIENDSHIP Jennie x Lalisa Mereka tak pernah tau mengapa takdir membuat mereka saling berinteraksi jika hanya untuk berseteru. Namun, seiring berjalannya waktu, Lalisa yang dibencinya ternyata menjadi penyembuh traumanya~ Start : 03-02-22 ...