Tiga tujuh, Hug

4.8K 569 28
                                    

Selamat membaca!

Mari tebarkan cinta dengan menekan tombol vote dan beri komentar di setiap paragraf!

🐻🐣🐿🐇🐢

Lalisa mengendarai motor pinjamannya dalam keadaan gusar. Harusnya, ia tenang karena telah memulangkan Yerim dengan selamat namun semua berubah karena ia mengingat janji makan malamnya bersama Jennie.

Kepanikannya terhadap hilangnya Yerim membuatnya melupakan janjinya. Ia tak bermaksud untuk itu. Perasaannya kalut, ia takut Jennie semakin membencinya setelah ini.

Motor yang dikendarainya berhenti tepat di sebelah pos satpam rumah Jennie. Ia turun dan memperhatikan rumah megah di depannya dengan sendu.

Seorang satpam menghampirinya, "Ada yang bisa saya bantu nona?"

"Apa Jennie sudah tidur?"

"Mungkin saja karena lampu kamarnya sudah mati."

"Memang di mana kamarnya?"

Dahi satpam tersebut mengernyit curiga. Ia memindai penampilan Lalisa dari atas hingga ke bawah. Sangat sederhana untuk ukuran teman majikannya. Ia jadi takut jika gadis di depannya hanyalah modus. Motor di sampingnya juga menambah kecurigaannya karena setahunya, teman majikannya selalu menggunakan mobil mewah jika bertamu.

"Maaf saya tidak bisa memberitahukannya nona."

"Baiklah kalau begitu saya permisi."

Lalisa tak ingin bertanya lebih hingga memaksa masuk. Ia paham betul etika bertamu. Terlebih ia yakin jika satpam tersebut tidak akan percaya jika Jennie mengundangnya. Lagi pula ini sudah sangat terlambat dari waktu yang dijanjikan.

Keesokan harinya

Tok tok tok

Suara ketukan pintu yang lumayan keras membuat Lalisa membuka matanya. Ia bergegas untuk membuka pintu karena sang pengetuk seolah tak sabar untuk masuk, terbukti dengan suara ketukan yang semakin keras.

Ia membuka pintu dengan muka bantalnya, tak peduli dengan pandangan tamunya nanti. Ia cukup terkejut saat mendapati wajah cemberut sahabatnya saat pintu terbuka. Seragam lengkapnya membuat dahi Lalisa mengernyit.

"Yak! Kenapa lama sekali? Kau baru bangun? Astaga Lalic! Ini sudah jam berapa?" Chaeyoung mencercanya dengan banyak pertanyaan lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa.

Lalisa refleks menoleh ke arah jam dinding di sebelah rak buku. Ia jelas kaget saat melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh.

"Aku akan bersiap," ujarnya langsung berlari menuju kamar mandi.

Tak sampai sepuluh menit, ia sudah rapi seperti biasa. Yang membedakan hanyalah sendal yang dipakainya. Chaeyoung yang melihat itu justru cengo. Lalisa sampai harus menariknya agar segera beranjak menuju sekolah.

"Kau sudah mandi?"

"Sudah."

"Secepat itu?"

"Ya begitulah. Cukup tuangkan sabun ke bak mandi lalu berendamlah sambil menggosok gigi dengan cepat. Lima menit aku rasa cukup," ujarnya sambil memakai sepatu setelah masuk mobil.

Chaeyoung hanya menggeleng pelan melihat tingkah Lalisa. Ia kini lebih fokus menyetir dengan santai.

"Lalic."

"Ne?"

"Jennie unnie sakit," ujarnya setelah menghela nafas.

Lalisa menyandarkan dirinya dan berusaha memfokuskan pandangannya ke luar jendela. Pikirannya mendadak penuh akan Jennie. Ia takut jika sakitnya Jennie berhubungan dengan ketidakhadirannya semalam.

When POISON Becomes MEDICINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang