Tiga lima, Fact

4.6K 532 26
                                    

Selamat membaca!

Mari tebarkan cinta dengan menekan tombol vote dan beri komentar di setiap paragraf!

🐻🐣🐿🐇🐢

Setelah berdebat tentang ramen yang berujung mereka berbagi ramen, nasi dan omelet dengan porsi yang sama, Jennie mengambil kotak obat dan menyerahkannya kepada Lalisa.

"Kau punya stok obat yang banyak. Kau tak melakukan hal yang tidak-tidak kan?" tanya Jennie ketika melihat Lalisa membuka kotak obatnya.

Lalisa tak langsung menjawab, ia sudah terlanjur memasukkan obat ke dalam mulutnya dan harus segera menelannya dulu dengan bantuan air.

"Maksudmu?"

"Meminum obat-obatan ini hingga overdosis mungkin."

Lalisa mendongak, tak mengerti mengapa Jennie selalu berfikiran buruk kepadanya. Jelas-jelas ia tak mungkin melakukannya. Lalisa adalah gadis yang menjunjung tinggi kesehatannya karena ia tau sehat itu mahal. Ia juga sangat mencintai dirinya sendiri jadi tidak mungkin ia menyia-nyiakan hidupnya dengan meminum obat dengan dosis berlebih.

"Jika overdosis aku sudah mati sekarang," ujarnya acuh.

Jennie tak lagi menjawab. Ia berdiri, bersandar ke dinding dan memejamkan matanya yang mulai memberat. Entah kenapa, sejak tadi ia tak sempat duduk di kasur Lalisa.

"Tidurlah!"

Jennie mengangguk dan hendak keluar menuju ruang tamu. Pikirnya ia akan tidur di sofa malam ini sebelum Lalisa menariknya hingga ia terduduk di kasur.

"Ganti!"

Jennie belum beranjak padahal pakaian hangat itu sudah jatuh di pangkuannya. Ia memperhatikan bajunya yang lembab akibat terkena salju. Jujur, ia lumayan kedinginan dengan pakaian seperti ini sekalipun penghangat ruangan sudah dinyalakan.

"Kau tak sud---"

"Aku pinjam kamar mandimu," Jennie beranjak menuju kamar mandi sebelum Lalisa menyelesaikan ucapannya. Ia tau jika Lalisa mungkin berfikir jika ia tak mau atau tak sudi menggunakan pakaian miliknya.

Padahal tidak. Ia sudah mulai berubah seperti Jennie yang dulu. Jennie yang sederhana sebelum trauma itu ada. Ini semua berkat si penulis itu.

Apa benar Lalisa yang menulisnya? Aku akan percaya jika dia sendiri yang mengakuinya.

"Gomawo," ujarnya saat keluar dari kamar mandi. Ia bisa melihat Lalisa yang sudah memejamkan matanya.

Ia mendekat, menempelkan telapak tangannya ke dahi Lalisa. Suhunya memang tak setinggi tadi tapi Jennie berinisiatif untuk mengompres Lalisa.

Entah kenapa, ia ingin Lalisa segera sembuh. Bukan karena banyaknya pertanyaan tentang kalung itu, tapi perasaan tak nyaman itu mendadak hadir saat ia melihat Lalisa pingsan tadi.

🐻🐣🐿🐇🐢

Lalisa membuka matanya saat sinar matahari menyelusup ke sela-sela tirai hingga mengenai matanya yang awalnya terpejam. Ia hendak mengambil ponselnya di nakas namun niatnya mendadak urung saat melihat Jennie yang tidur dengan posisi duduk di lantai. Kepalanya ia sandarkan ke kasur tepatnya di atas lengan Lalisa.

Mengapa dia tidur di sini?

Lalisa mengambil kompresan basah yang ada di dahinya. Ia sedikit tak percaya jika Jennie yang mengompresnya semalam hingga ketiduran.

"Jen," Lalisa menyentuh pelan pipi mandu Jennie dengan jari telunjuknya.

"Hm," Jennie tak membuka matanya. Ia malah semakin menyamankan posisi tidurnya.

When POISON Becomes MEDICINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang