Delapan, Melaporkanmu

5.2K 500 2
                                    

Selamat membaca!

Mari tebarkan cinta dengan menekan tombol vote dan beri komentar di setiap paragraf!

🐻🐣🐿🐇🐢

Seperti biasa, jam istirahat selalu ia habiskan di ruangan penuh buku. Ia memang kecanduan hal positif tersebut. Sekarang, yang ia pegang adalah buku anatomi manusia. Kadang, ia sebenarnya bingung tentang tujuan hidup dan cita-citanya karena hampir semua pengetahuan membuatnya penasaran dan berakhir mempelajari hampir semuanya.

Kegiatan membacanya terhenti saat bayangan seseorang sedikit menutupi buku yang ia baca. Ia mengerutkan kening karena selama ini, tidak ada yang menuju rak maupun bangku pojok ruangan itu. Mereka lebih suka berada di ruang tengah karena selain sejuk, wifi dan komputer ada di sana.

Jalan menuju rak pojok selalu melewati ruangan tengah dan Jisoo sering kali bermain game di sana. Sebenarnya memang boleh saja asalkan tidak berisik. Hal itulah juga yang membuat ia dan Jisoo sedikit saling mengenal.

Pertemuan mereka yang sering di perpustakaan selalu diwarnai senyum dari Jisoo yang hanya dibalas anggukan oleh Lalisa. Jisoo tak ingin mengganggu lebih jauh sedangkan Lalisa terlalu tertutup untuk siapapun.

"Sunbae," Lalisa akhirnya menoleh. Terlihat siswa yang ditolongnya sedang menggeser bangku di sebelah Lalisa.

"M-maaf mengganggumu sunbae. A-aku hanya ingin berbicara lebih banyak denganmu," ujarnya sambil menunduk.

"Bicaralah," ujarnya sambil kembali fokus pada buku yang dibacanya.

"Terima kasih sunbae atas---."

"Kau sudah mengutarakannya waktu itu," potong Lalisa cepat. Ia memang tak suka basa-basi dan terlalu akrab dengan seseorang.

"A-aku tak pernah melihat sunbae ke kantin."

"Lalu?"

"Kalau sunbae bersedia.... a-aku ingin mengajak sunbae makan di kantin."

"Aku lebih suka makanan rumahan," jawaban Lalisa membuat anak itu mendongak dan tersenyum. Ia memainkan jarinya pertanda gugup.

"A-aku akan memasakkannya untuk sunbae."

"Tak perlu."

"Kumohon sekali saja untuk besok."

"Hm."

"Khamsamnida sunbae. Maaf mengganggu waktumu. Sampai jumpa besok," setelah mengatakan itu, ia berdiri dan membungkuk lalu pergi dengan perasaan bahagia.

Selang beberapa menit, ponsel Lalisa bergetar menandakan ia harus kembali ke kelas. Ia memang sengaja memasang alarm karena ia sering kali lupa waktu jika berada di sana.

Lalisa membereskan bukunya lalu meletakkannya di tempat semula. Ia keluar melewati tempat biasa. Ia melihat Jisoo yang tak melihatnya karena sibuk mematikan komputer. Tak mau repot-repot menyapa, ia melanjutkan langkahnya keluar perpustakaan.

"Lisa-ya," panggilan itu membuat langkahnya terhenti namun ia tak mau repot-repot berbalik.

"Antar aku pulang nanti!" itu sebuah perintah, bukan permohonan tapi bukan Lalisa namanya jika langsung menerima.

"Bersama sepupumu saja," elaknya.

"Aniyaaa. Aku akan ke tempat lain terlebih dahulu. Dan hal ini aku rahasiakan darinya."

"Kenapa harus bersamaku?" pertanyaan itu datang ketika Lalisa menghadap Jisoo yang tingginya lebih pendek sekian senti darinya.

"Kau kan ojek pribadiku," ujarnya menaikturunkan alisnya. Berniat menggoda Lalisa.

When POISON Becomes MEDICINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang