Selamat membaca!
Mari tebarkan cinta dengan menekan tombol vote dan beri komentar di setiap paragraf!
🐻🐣🐿🐇🐢
Tidur Lalisa mulai terganggu saat seseorang berkali-kali menyentuh wajahnya. Hidungnya sedikit ditarik, pipinya dicubit pelan dan kelopak matanya sedikit diangkat. Ia bertanya siapa kira-kira yang mengganggu tidurnya. Seingatnya, ia selalu mengunci apartemennya sebelum tidur.
Lalisa merenggangkan ototnya sebentar sebelum membuka matanya. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah langit-langit kamarnya yang berubah. Ia mengucek matanya berkali-kali untuk memastikan jika penglihatannya tidak salah.
"Kenapa?" sebuah suara menginterupsinya.
Lalisa menoleh ke arah sumber suara. Ia terperanjat kaget saat wajah Jennie hanya berjarak dua jengkal dari posisinya. Secara refleks ia mundur hingga terjatuh dari atas kasur.
Gedebugh!
"Yak! Berhati-hatilah! Kau seperti melihat hantu saja," ujar Jennie kesal sambil membantu Lalisa naik kembali ke atas kasur.
Lalisa mengusap punggungnya yang lumayan sakit. Ia baru mengingat jika ia masih berada di kamar Jennie.
"Kau mengejutkanku."
"Mian. Itu pasti sakit," ujarnya pelan. Kepalanya menunduk, tangannya memilin selimutnya. Ia sungguh merasa bersalah.
Lalisa menangkup wajah Jennie agar tatapan mereka bertemu.
"Jangan minta maaf. Ini salahku yang lupa jika aku masih di kamarmu dan punggungku juga tidak-apa-apa. Hanya sedikit sakit."
"Biar aku cek," ujarnya beranjak berdiri di belakang Lalisa. Ia mulai menyingkap baju Lalisa.
"Jangan!"
Jennie mengerutkan dahinya, "Kenapa?"
"Aku malu."
Jawaban itu membuat Jennie terkekeh. Ayolah ini hanya punggung bukan yang lain.
"Padahal waktu itu kau tak malu membuka bajumu di hadapanku," ujarnya mengingat insiden kopi tumpah di rumah sakit.
"Mwo? Kapan?" ujarnya terkejut sambil berusaha mengingat sesuatu.
"Waktu di kamar mandi rumah sakit."
Lalisa mendengus mengingat kejadian itu, "Aku terpaksa melakukannya karena kau meminta jaketku."
"Yayaya! Jadi sekarang biarkan aku mengecek punggungmu."
Jennie kembali menyingkap baju Lalisa. Kali ini hingga hampir semua punggung Lalisa terlihat. Jennie meneliti di setiap sisi memastikan adakah memar yang terbentuk sambil memencet pelan dengan jari telunjuknya.
Jennie menghela nafas lega, "Tidak ada memar."
"Sudah kubilang punggungku tidak apa-apa."
Jennie kembali duduk dan menatap Lalisa intens. Lalisa yang ditatap seperti itu mendadak takut. Ada apa sebenarnya dengan Jennie? Padahal barusan Jennie masih bersikap normal.
"Li."
"Ne?"
"Kenapa ada beberapa memar di tubuhmu saat itu?" tanya Jennie penuh selidik.
"Emmm aku lupa. Mungkin karena terbentur sesuatu?" jawabnya gugup. Ia tak mungkin jujur jika ia ikut pertarungan bebas karena mungkin Jennie akan mengadu pada Chaeyoung dan Lalisa sangat tidak ingin hal itu terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
When POISON Becomes MEDICINE
Fiksi Penggemar(Selesai) FRIENDSHIP Jennie x Lalisa Mereka tak pernah tau mengapa takdir membuat mereka saling berinteraksi jika hanya untuk berseteru. Namun, seiring berjalannya waktu, Lalisa yang dibencinya ternyata menjadi penyembuh traumanya~ Start : 03-02-22 ...