07

2.3K 410 13
                                    

—Sampai kapan kau akan menatapku dengan sorot benci itu?—

Hari peringatan kematian mendiang Pangeran Permasuri Jihoon telah tiba. Hanya keluarga kerajaan dan petugas penjaga makam yang diperbolehkan memasuki area makam karena peringatan kematian keluarga kerajaan bersifat privasi, sementara pejabat bangsawan mendoakannya di aula istana utama.

"Beri hormat," titah Putri Park Minhwa, adik perempuan mendiang Raja Taehyung. Dia berdiri di samping makam, berhadapan dengan Jongseong dan Jungwon yang tengah membungkukan tubuh.

Putri Minhwa menyerahkan satu guci kecil berisi air. Kemudian, Jongseong dan Jungwon bersama-sama menuangkan air tersebut di atas gundukan tanah yang menaungi peti mendiang Pangeran Permaisuri Jihoon. Beberapa kali jari mereka bersentuhan, dan Jungwon dapat merasakan permukaan kulit Sang Raja yang mendingin.

Apa dia baik-baik saja?

Sejenak, Jungwon melirik Park Jongseong. Berharap bisa mengetahui kondisi suaminya dengan membaca raut wajah dingin itu. Namun, Jungwon tak menemukan emosi apapun. Jongseong bersikap biasa seperti tahun-tahun lalu. 

Dia begitu pandai menyembunyikan perasaannya.

Bersama Jongseong, Jungwon kemudian meletakkan karangan bunga yang dia rangkai seharian tepat di puncak makam mendiang Appa Jihoon. Sepasang suami itu kemudian menutup matanya—berdoa agar jiwa Kim Jihoon selalu tenang tanpa ada penyesalan apapun.

"Lihat? Memimpin upacara peringatan kematian tidaklah sulit," Putri Minhwa memandangi Paduka Agung yang sedari tadi membungkam mulutnya bagai sebuah batu, "Mengapa Yang Mulia Paduka Agung enggan melakukannya?"

Tatapan Jungkook menajam, "Bukankah seharusnya kau menggunakan mulutmu untuk berdo'a? Belajarlah dari menantu keponakanmu."

"Mengapa nadamu terdengar marah? Aku hanya bertanya," Minhwa kemudian melirik Jungwon yang masih berdo'a "Aku yakin Pangeran Permaisuri juga ingin mengetahuinya."

"Sederhana saja," Jungkook memalingkan wajah, "Aku yakin arwah mendiang Kim Jihoon hanya ingin dilayani oleh keluarganya."

Bibir Minhwa membentuk seringaian, "Itu artinya kau bukan keluarganya—ah! Secara tak langsung kau juga mengakui bahwa Raja bukanlah keluargamu?"

"Lancang sekali mulutmu!" nada Jungkook meninggi.

"Cukup sampai di sini."

Jungwon berdiri perlahan. Berbalik memandang bibi kandung dan juga Appa tiri Park Jongseong dengan tatapan menuntut, "Tidak sepantasnya kalian beradu argumen di tempat di mana leluhur kita beristirahat."

"Aku akan lebih memperhatikan sikapku, Pangeran Permaisuri" Putri Minhwa membungkuk. Diam-diam dia melirik Jungkook yang juga tengah menatapnya kesal.

Setelah menikah dan tinggal di luar Istana, sikap tidak sopan Putri Minhwa semakin menjadi-jadi. Apa saja yang sudah dilakukan suaminya untuk mendidik wanita bangsawan kurang ajar itu?!

Jungkook mendengus kasar. Beruntung seorang Putri tidak memiliki hak untuk tinggal di Istana setelah menikah. Rambut Jungkook bisa-bisa rontok karena terlalu sering cekcok dengannya.

Jungwon menghela pelan. Ia kembali duduk mendampingi suaminya. Namun, betapa terkejutnya Jungwon ketika melihat netra Jongseong yang sudah terbuka. Biasanya Jongseong menghabiskan banyak waktu untuk berdo'a. Akan tetapi, kali ini dia selesai lebih cepat.

Kening Jungwon mengerut bingung begitu menangkap urat-urat yang mencuat di leher Jongseong. Ada apa dengan Raja? Mengapa dia terlihat marah?

"Pangeran Permaisuri," Panggil Jongseong penuh penekanan. Nadanya terdegar geram, "Apa benar kau yang menyiapkan karangan bunga ini?"

The Shadow ; jaywon auTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang