33

2K 314 58
                                    

Dua hari kemudian, pasukan kerajaan yang mengawal Raja dan Pangeran Permaisuri  tiba di istana. Seharusnya mereka bisa tiba lebih cepat, tetapi karena Raja ingin mengutamakan kenyamanan Pangeran Permaisuri, kereta berjalan lebih lamban dari yang seharusnya.

Park Jongseong meraih lengan Jungwon untuk dia letakkan sendiri di atas bahunya, lalu dia mengangkat kedua kaki Jungwon dengan penuh kehati-hatian, menggendong Pangeran Permaisuri ala pengantin.

Dia baru saja akan melangkah keluar dari kereta ketika tiba-tiba saja merasakan tarikan pada kerahnya.

"Yang Mulia, haruskah kita melakukan ini? Kurasa menggunakan tandu jauh lebih baik. Dengan begitu, aku tidak akan merepotkanmu."

Pipi Pangeran Permaisuri memerah. Itu terlihat kontras dengan warna kulitnya yang seputih giok.

Dari dalam kereta, Jungwon bisa melihat pemandangan lahan istana yang terbuka luas. Para perajurit berbaris rapih, dan ada Huin serta Dayang yang sedang menunggunya di sana.

Membayangkan dirinya keluar dalam kondisi digendong seperti ini, tentu saja Jungwon merasa malu!

Park Jongseong sebaliknya, terlihat santai, tetapi di sisi lain juga sedikit marah, "Silakan saja kau tolak kebaikanku ini. Namun, aku tidak akan bertanggung jawab jika punggungmu terkantuk-kantuk. Kau sendiri yang merasakan sakitnya nanti."

Bulu mata Jungwon turun. Dalam hati dia membenarkan perkataan suaminya. Tandu tidak seperti kereta yang memiliki bantalan untuk melindungi punggungnya. Belum lagi, ukuran tandu jauh lebih sempit, tidak memiliki ruang cukup untuk meluruskan kaki sehingga mau tidak mau jika Jungwon bersikeras untuk menaiki tandu, dia terpaksa harus menjulurkan satu kakinya yang patah keluar.

Pada akhirnya, Jungwon tidak memiliki pilihan selain mengeratkan pelukannya di leher suaminya. Jungwon tersentak ketika  tiba-tiba saja Park Jongseong melakukan lompatan kecil untuk membenarkan gendongannya. Hal itu tanpa sengaja menjadikan wajah Jungwon sejajar dengan wajah Baginda Raja.

Para Huin serta Dayang segera membungkukan tubuh begitu melihat Baginda Raja dan Pangeran Permaisuri. Mereka kompak mengucapkan salam serta mendoakan mereka agar memiliki umur panjang. Barisan pengurus istana itu kemudian segera melebur menjadi dua baris, mengikuti Sang Penguasa Negeri Tanah Penunjang menuju kediaman Pangeran Permaisuri.

Raja yang terang-terangan menunjukkan kepeduliannya terhadap Pangeran Permaisuri merupakan hal yang langka. Jadi mereka tentu tidak ingin melewatkan kesempatan ini dan terus memperhatikan punggung tegap Raja dengan wajah cerah.

Merasakan berbagai tatapan yang tertuju ke arahnya, Pangeran Permaisuri tidak tahan lagi. Dia sangat ingin bersembunyi di leher Jongseong, tetapi itu malah akan membuatnya terlihat seperti sedang memeluk Jongseong dengan sangat tidak berdaya.

Kegelisahan Jungwon tertangkap oleh mata Jongseong. Pria bermarga Park itu mengira Jungwon kesakitan karena tekanan pada punggungnya yang terluka. Jongseong pun mempercepat langkahnya.

Dia berkata sedikit terengah, "Bertahanlah. Kita akan segera sampai."

Mendengar itu, Jungwon tidak tahu harus merasa senang atau sedih. Di sisi lain dia lega karena tidak lagi menjadi pusat perhatian, tetapi di sisi lain rengkuhan Jongseong membuatnya nyaman.

Meskipun Jongseong berjalan terburu-buru, tetapi kekuatan lengannya benar-benar kokoh sehingga Jungwon hanya merasakan sedikit guncangan.

"Baginda Raja," Penasehat Lee Jeno berjalan di belakang Jongseong dengan jarak satu langkah, "Saya menerima kabar bahwa Penatua Jin Qiyan sedang dalam perjalanan menuju istana."

Tubuh Jungwon menegang begitu nama ibunya disebut. Dia tidak bisa membayangkan hal apa yang akan dilakukan ibunya setelah mereka bertemu nanti.

Berbeda dengan Yang Hwan yang memandang Jungwon penuh hormat karena  status dan kedudukannya, Penatua Jin Qiyan justru tidak mengubah cara bicara maupun perilakunya di hadapan Jungwon.

The Shadow ; jaywon auTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang