Peringatan! Chapter ini berisi adegan dewasa! Orang dibawah umur delapan belas harap membatasi dirinya sendiri! Terima kasih.
•
•
•
Tempat tidur berderit-derit. Bantal-bantal, selimut, seprai, seluruh benda-benda itu tidak pada tempatnya--diporak-porandalan oleh dua manusia yang berguling-guling penuh kesenangan. Aroma dupa tidak lagi berarti, dia dikalahkan oleh aroma yang lebih kuat--berasal dari cairan putih kental alami seseorang.
Park Jongseong menggeram rendah, menggerakkan pinggulnya tak berirama, terkadang-kadang dia sengaja menjadi lambat untuk membuat Jungwon tersiksa, terkadang gerakannya menjadi culas, mendorong dengan gerakan satu-satu penuh tenaga.
Pangeran Permaisuri terkulai lemah dibawahnya. Bibirnya terbuka disertai rintihan. Suaranya akan semakin kuat seiring gerakan tak kenal ampun Baginda Raja. Dia sudah keluar tiga kali, tetapi Jongseong sama sekali belum keluar. Jungwon tidak tahu berapa lama dia bisa bertahan. Kepalanya sudah mulai pusing berkunang-kunang.
Jungwon berkata susah payah, "Kau bilang akan bersikap lembut--aah! Lembut! Lebih lembut!"
Titik sensitif Jungwon diserang oleh tongkat daging yang panas. Benda itu menyundul di titik yang sama berkali-kali, tidak membiarkan Jungwon mengambil napas barang sejenak.
Jongseong menahan kaki Jungwon yang melemah di pinggangnya, "Jungwon-ah, bukankah aku sudah bersikap lembut di awal? Mengapa kau berseru seolah-olah aku adalah penjahat?"
Kedua mata Pangeran Permaisuri memerah. Dia berkata susah payah ditengah napasnya yang tersengal-sengal, "Omongan Yang Mulia di atas tempat tidur tidak bisa dipercaya!"
"Kau baru tidur denganku sekali, tetapi sudah menuduhku macam-macam!" Jongseong pura-pura kesal. Gerakan mendorongnya kemudian berangsur-angsur melambat.
Ini bukanlah lambat yang Pangeran Permaisuri inginkan. Kelambatan semacam ini malah membuat Pangeran Permaisuri tersiksa. Dia mulai merasakan gatal di area tersembunyinya. Lama-kelamaan, beberapa titik sensitif di tubuhnya berubah menjadi tidak nyaman pula.
Pinggul Jongseong bergerak sangat lambat, bahkan jauh lebih lambat dari seekor siput. Jungwon tidak bisa menahan tetapi mulai mendesis di sela-sela giginya. Selutuh tubuhnya gemetar, kakinya yang menggantung lemah di pinggang Jongseong mulai mati rasa.
Jungwon berbisik. Matanya sarat akan permohonan, "Yang Mulia ..."
"Apa yang salah?" Jongseong tersenyum miring, sengaja mempermainkan Pendampingnya.
"Jangan lakukan ini" suara Jungwon terdengar lelah.
Jongseong tersenyum, "Aku hanya mengabulkan permintaanmu."
Jari-jari kaki Jungwon melengkung. Dia memberikan tatapan kesal pada suaminya, "Apa kau merasa nyaman?"
Jongseong berkata tak tahu malu, "Tidak peduli apa yang kurasakan, aku hanya ingin menuruti permintaan Pendampingku."
Pangeran Permaisuri memejamkan mata. Rahangnya mengeras, menonjolkan urat di lehernya. Jongseong melihat ekspresi ini dari atas dan tidak bisa menahan rasa gatal di hatinya. Pria bermarga Park itu membungkuk, memberikan ciuman dalam dan agresif selama beberapa saat sebelum berbisik panas di samping telinga Jungwon.
"Katakan apa yang kau inginkan, Pendampingku."
Kedua tangan Jungwon yang melingkari leher Park Jongseong--mengepal kuat-kuat. Dia ingin melontarkan permintaannya, tetapi dia merasa akan mati karena malu.
Hari ini, dia dan suaminya sudah melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh pasangan yang sudah menikah. Dia sudah membiarkan Park Jongseong melihat dan mencicipi tubuhnya, tetapi dia masih memiliki rasa malu yang tersisa untuk meminta Jongseong bergerak lebih cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shadow ; jaywon au
FanfictionPosisi Pangeran Permaisuri yang ia dapatkan ternyata berlandaskan alasan busuk. Jika memilih menjadi orang bodoh, Jungwon akan bersedia melepas gelar tersebut. Namun, Jungwon tidak akan mengambil jalan itu. Dia akan berusaha mempertahankan kedudukan...