Angin berembus dari segala sisi. Dedaunan kecoklatan terbang mengikuti arah dan jatuh di segala tempat; menumpuki atap rumah, menyebar di sepanjang jalan, serta jatuh pada permukaan air.
Anak-anak dengan riang bermain, mengumpulkan daun-daun hingga tangan mereka penuh lalu menciptakan hujan daun dengan melemparnya ke udara. Mereka tertawa, terlihat sangat bahagia oleh hal sederhana.
Keributan anak-anak itu menarik perhatian orang-orang yang sedang berlalu-lalang. Namun, perhatian mereka segera teralihkan oleh sebuah tandu. Tandu itu cukup besar sehingga mau tak mau orang-orang harus menyingkir ke sisi sembari bertanya-tanya siapa orang penting yang sekiranya duduk di dalam.
Sementara itu, dibalik tembok istana, tepatnya di Kediaman Pangeran Permaisuri, Pendamping Raja, Yang Jungwon sedang sibuk melihat penampilannya di cermin sehabis mandi. Masa kurungan rumah Paduka Agung telah habis. Mau tak mau Pangeran Permaisuri harus 'menyetor' muka untuk mempertahankan kesopanan.
Baginda Raja ada bersamanya. Satu kakinya diselonjorkan sementara satu lainnya ditekuk untuk dijadikan tumpuan. Cara duduk Park Jongseong saat ini memang menunjukkan seorang 'Penguasa' yang sesungguhnya. Dia telah mengenakan pakaian kebesarannya dan bersiap untuk menghadiri Pengadilan Pagi.
Park Jongseong berkomentar, "Pendampingku terlihat cukup bersemangat, padahal Yang Mulia Paduka Agung baru saja selesai menjalani hukumannya. Ini bahkan belum satu hari penuh. Jika kau menemui Paduka Agung secepat ini, aku khawatir dia akan terkena serangan jantung."
"Setiap dinding di istana memiliki telinga, Yang Mulia harus berhati-hati dalam berbicara," Yang Jungwon memperingati.
"Hanya ada kita berdua di sini," Jongseong beralasan. Dia kemudian mengubah posisinya menjadi berbaring menyamping.
Melihat itu, mata Jungwon melebar seketika, "Duduk dengan benar. Bagaimana jika pakaianmu menjadi kusut? Kau harus memperhatikan penampilan sebelum memimpin Majelis Rapat."
Menghela napas kasar, Baginda Raja kemudian duduk perlahan. Gerakannya benar-benar terlihat malas dan setengah hati. Dia memperhatikan Pangeran Permaisuri yang telah menyelesaikan acara berpakaiannya. Seperti hari-hari biasa, tampilan rambutnya sama. Hari ini dia memakai jubah dalam berwarna hijau bambu dipadu dengan jubah luar berwarna serupa.
Perhatian Baginda Raja tertuju pada tusuk rambut yang tersemat pada simpul surai Pangeran Permaisuri. Benda itu merupakan hadiah pemberiannya. Dibanding sejumlah tusuk rambut lainnya, Jungwon lebih sering memakai tusuk rambut dengan batu giok hijau itu.
"Jungwon-ah, apa kau ingin aku memberimu tusuk rambut lain?"
"Aku akan sangat menghargai pemberian Yang Mulia. Namun, Yang Mulia tidak perlu terburu-buru," Jungwon menoleh sembari tersenyum. Pada saat itu, lesung di kedua pipinya muncul, membuat penampilannya terlihat semakin cantik dan segar, "Biar aku menghargai hadiah pertamamu lebih lama."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shadow ; jaywon au
FanfictionPosisi Pangeran Permaisuri yang ia dapatkan ternyata berlandaskan alasan busuk. Jika memilih menjadi orang bodoh, Jungwon akan bersedia melepas gelar tersebut. Namun, Jungwon tidak akan mengambil jalan itu. Dia akan berusaha mempertahankan kedudukan...