15

2.4K 375 53
                                    

Jungkook menyesap pelan tehnya sebelum berbicara, “Kekhawatiranku bertambah banyak setiap kali memikirkan bagaimana putraku bertahan hidup di tengah wabah cacar yang bisa mengancam nyawanya."

Lelaki itu kemudian tersenyum, “Dan sekarang aku bisa bernapas lega berkatmu, Pangeran Permaisuri.”

Jungwon menundukkan kepala, “Pujian Yang Mulia terlalu berlebihan. Selain itu,  Anda tidak perlu mencemaskan Pangeran Heeseung. Dia dan para tabib lainnya akan segera menuntaskan masalah ini. Anda hanya perlu menanti dengan sabar.”

Kelereng Jungkook beralih pada Raja Jongseong. Dia tidak membuka bibirnya sejak tiba di kediaman Paduka Agung. Anak tirinya itu hanya diam mendengarkan seolah tak peduli. Teh Teratai yang Jungkook sajikan bahkan masih belum tersentuh, memperlihatkan uap yang mengepul samar.

“Minumlah, Baginda Raja. Tidak perlu khawatir. Aku pastikan tidak ada racun di dalamnya."

Bibir Jongseong membentuk seringaian tipis, “Ah, apakah secara tidak langsung aku membuat Yang Mulia tersinggung? Maaf kalau begitu. Aku hanya merasa was-was sebab teh ini bukan dayang dari kediamanku yang menyediakannya.”

Jungwon memberikan tatapan tidak nyaman pada Paduka Agung. Ia sedikitnya merasa was-was perkataan Jongsong dapat memancing hal tak mengenakan. Jungwon tentu menyadari Lelaki itu enggan berlama-lama di sini, sama seperti dirinya, tetapi bukankah lebih baik meninggalkan tempat ini tanpa menimbulkan ketegangan?

Jungkook memicing, “Secara tak langsung kau juga mencurigaiku, Baginda Raja.”

“Bukankah yang pertama kali menyinggung soal racun adalah Paduka Agung? Lantas mengapa malah bersasumsi sendiri?” sambar Jongseong.

Keheningan menyelimuti setelahnya. Fakta bahwa hubungan mereka tidak pernah terjalin baik semakin menambah aura mencekam. Sepasang Appa dan anak tak sedarah itu saling memasang wajah tak bersahabat. Sorot keduanya seolah ingin menguliti satu sama lain. Berperang melalui tatapan yang tak kalah tajam dari belati.

“Jika kau tidak memercayai dayangku berarti kau tidak memercayaiku juga. Lain kali jangan mengatakan hal ambigu. Aku yang sudah tua ini bisa salah menangkapnya.”

“Maaf menyela, Yang Mulia, tetapi tidak seharusnya  Anda membahas tentang racun di depan makanan. Terlebih,” Jungwon melirik suaminya, “Baginda Raja memiliki pengalaman buruk tentang hal tersebut. Mohon lebih bijaksana kedepannya.”

Jungkook mendengus tak percaya. Seorang Pangeran Permaisuri dengan dukungan politik lemah, memiliki ayah berpangkat jauh lebih rendah dari calon selir, berani sekali laki-laki itu menceramahinya?!

“Jangan bicara tentang kebijaksanaan jika kau sendiri tidak memilikinya!” seru Jungkook marah. Urat-urat di lehernya mengencang jelas, “Di masa krisis seperti ini, kabar kehamilanmu bisa membuat rakyat merasa tenang. Sampai kapan kau akan menunda kehadiran pewaris? Di mana letak kebijaksaaanmu jika kau mengabaikan tugas utama seorang Pangeran Permaisuri?"

Jungwon bergeming. Tubuhnya membeku terkejut mendengar perkataan itu. Diam-diam ia mengepalkan tangannya yang gemetar, kemudian menarik dan mengembuskan napas berusaha menguatkan diri. Topik pembicaraan ini sangat sensitif bagi Pangeran Permaisuri. Belum lama ini dia juga menangis karena hal yang sama.

Hatinya yang belum sembuh, kembali terkoyak.

Dada Jungwon mengembang dan mengempis. Dari tempatnya duduk, Jongseong bahkan bisa mendengar tarikan napas Pangeran Permaisuri yang tidak stabil. Raut wajahnya sulit dijelaskan. Namun, mau seberapa kuat Jungwon mencoba menyembunyikan kesedihannya, sorot mata Jungwon kali ini tak bisa membohongi Raja.

The Shadow ; jaywon auTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang