41

2.1K 284 109
                                    

"Kau mau membawaku ke manaaa?" dengan wajah bengkak sehabis menangis, Jiurong Jaeyun membiarkan Huin Sunoo menyeret tubuhnya melalui lika-liku pasar malam.

"Ke tempat yang jarang diketahui orang banyak!" Huin Sunoo menunjukkan senyum cerah, "Kau tidak mau memberitahuku apa masalahmu, jadi biarkan aku yang menghiburmu. Bukankah seharusnya kau beruntung mempunyai teman seperti aku?"

Jiurong Jaeyun mengurung diri di rumah Lee Sunghoon setelah dia mengetahui bahwa bibi Haeyong adalah tersangka dari kasus pembunuhan Pangeran Permaisuri. Dia tidak mau mendengar berita apapun tentang wanita itu dan dia juga tidak berani meninggalkan kediamannya.

Dia takut ketika dia melangkah keluar rumah, itu bertepatan dengan waktu kematian bibi Haeyong. Jiurong Jaeyun tidak bisa membayangkan melihat tubuh terpisah bibi Haeyong yang berserakan di tengah jalan, diludahi oleh banyak orang.

Namun, entah bagaimana caranya Huin Sunoo bisa menerobos masuk ke rumah bangsawan Lee dan tahu persis di mana letak kamar Jiurong Jaeyun. Laki-laki itu tanpa mempertimbangkan sopan santun langsung menyeret Jiurong Jaeyun keluar rumah seolah-olah dia tengah menyeret domba.

Melihat keributan itu, pengawal rumah bangsawan Lee sama sekali tidak bereaksi. Mereka membiarkan Sunoo melakukan apapun yang dia mau, bahkan membantunya untuk membukakan pintu.

Pusat pasar malam telah tertinggal jauh di belakang. Kini, hanya ada jalanan sepi dengan rumah-rumah yang dibatasi oleh dinding tebal. Huin Sunoo mendekati salah satu rumah. Kemudian dia menunjukkan papan nama miliknya pada dua orang penjaga.

"Orang ini bersamaku," Huin Sunoo menunjuk Jiurong Jaeyun.

Penjaga pintu mengangguk lalu membukakan pintu untuk mempersilakan mereka masuk.

Jiurong Jaeyun memandang Huin Sunoo dengan terkejut, "Kau ... kau membawaku ke rumah hiburan?!"

"Bukan!" Huin Sunoo berdecak, "Tempat ini seratus kali lebih baik dari rumah hiburan! Ayo!"

Huin Sunoo berjalan menuju paviliun utama. Tempat itu dijaga tak kalah ketat oleh beberapa pengawal. Setelah memastikan identitas, Huin Sunoo dan Jiurong Jaeyun sekali lagi diperbolehkan masuk.

Seorang pria bertubuh ramping duduk dengan postur malas; satu tangannya menopang pipi, sedangkan tangan yang lain mengetuk-ngetuk permukaan meja seolah-olah menunggu sesuatu. Lalu ketika matanya melihat Huin Sunoo, pria itu langsung menegakkan tubuhnya dengan gembira.

"Akhirnya kau datang juga! Aku hampir memiliki niat untuk menunda penerbitan dan beralih ke ide yang lebih segar!"

Huin Sunoo membelakakan mata, "Sikap macam apa itu?! Tuan harus menyelesaikan apa yang Tuan Mulai. Terlebih, banyak pembaca yang menantikan jilid ke-dua! Kau akan mengecewakan mereka, termasuk aku."

Tuan Muda Gu meringis kecil, mengibaskan lengan sutranya yang berwarna ungu cerah, "Ketika aku telah memiliki niat untuk menulis buku baru, entah kenapa rasanya seperti selingkuh ketika aku belum menyelesaikan buku pertama."

"Lihat?! Bahkan langit pun tidak mengizinkan!" tekan Huin Sunoo.

Saking sibuknya bercakap-cakap, mereka sampai melupakan kehadiran seseorang yang memiliki penampilan paling menonjol. Jiurong Jaeyun mengerucutkan bibir, kedua tangannya meraih segelas susu dan kue untuk dia makan secara bergantian.

Selagi makan, mata cantik Jiurong Jaeyun memperhatikan wajah pria berpakaian ungu di hadapannya. Warna kulit wajah pria ini berbeda dengan warna kulit lehernya yang  lebih gelap, menandakan seberapa tebal perias wajah yang dia kenakan.

Selain itu, bentuk serta warna alisnya terlalu aneh. Walaupun memang terlihat cantik, tetapi itu tidak natural. Hampir seluruh bagian wajahnya tidak terlihat natural. Jiurong Jaeyun cemberut.

The Shadow ; jaywon auTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang