Satu hari berlalu sejak Pangeran Permaisuri menghilang dan sama sekali belum ada petunjuk mengenai keberadaan Pendamping Raja. Suasana hati Jongseong menjadi semakin memburuk. Malam sebelumnya, Jongseong tidak bisa tidur karena cemas. Dia mondar-mandir di kamarnya menunggu laporan yang tidak bisa diperkirakan kapan datangnya.
Mungkin satu jam lagi? Mengikuti kata hatinya, Jongseong pun menunggu selama satu jam, tetapi tidak ada yang datang untuk melapor. Jongseong memejamkan mata, lalu membantin lagi.
Mungkin kabar baik baru akan datang setelah dua jam ke depan. Dia hanya perlu bersabar dan menunggu.
Akan tetapi, selama apapun Jongseong menunggu, hasilnya tidak memenuhi harapan.
Malam semakin larut. Lilin di kamar Baginda Raja masih menyala, memantulkan bayangan seseorang dibalik dinding kertas. Ketika Huin Goongmin masuk, dia berniat mengingatkan Jongseong agar tidak begadang. Namun, belum sempat mulutnya mengucapkan satu dua kata, Jongseong sudah lebih dulu menoleh dengan ekspresi keras. Pembuluh darah di matanya terlihat jelas seperti ranting tipis yang bercabang.
Kata-kata di tenggorokan Huin Goongmin tertelan begitu saja.
"Kau membawa kabar tentang Pangeran Permaisuri?" suaranya dalam, ada getaran menakutkan di sana.
Huin Goongmin menggigil. Lelaki itu kemudian membungkuk rendah, "Maafkan hamba yang tidak berguna ini-"
Jongseong melotot, kemudian membentak, "Enyah!"
Huin Goongmin segera mundur. Begitu dia keluar dari kamar, lututnya langsung jatuh membentur lantai kayu.
Bukannya membantu, para Huin lain malah memandang Huin Goongmin ngeri. Mereka saling dorong di ambang pintu kamar luar Baginda Raja, mendesak satu-sama lain agar ada yang mau mengorbankan diri berjaga sepanjang malam di depan pintu kamar Raja mereka, menunggu panggilan jika Jongseong membutuhkan sesuatu.
Akan tetapi, dalam situasi semacam ini siapa yang berani? Huin Goongmin yang sudah melayaninya sejak lama saja tetap diperlakukan keras, apalagi orang lain? Anggap saja seluruh orang di istana Khusus Raja adalah bongkahan es, sementara Raja adalah api membara yang mampu mencairkan mereka hingga menembus serat-serat kayu.
Sebegitu berpengaruhnya Raja Park Jongseong bagi kesehatan mental mereka.
Di tengah situasi itu, Dayang Haeyong muncul dari lorong lain, membawa semangkuk air di tangannya lalu memberikan air itu pada Huin Goongmin.
Dayang Haeyong menepuk pelan pundak kawan lamanya, "Kau istirahat saja. Biar aku yang berjaga malam ini."
Satu-satunya orang yang menampilkan ekspresi tenang hanya dayang Haeyong. Sudut bibirnya bahkan melengkung sangat tipis. Tidak ada yang menyadari hal itu kecuali jika kau sedang dalam suasana hati baik, tidak terancam seperti yang di rasakan para pengurus kediaman Istana Khusus Raja.
Huin Goongmin berkata tak berdaya. Dia tampak sangat kelelahan, "Kau harus membujuknya tidur. Baginda Raja tidak boleh memiliki kebiasaan begadang."
Haeyong mengangguk. Dia tidak bisa menahan senyum, "Aku mengerti. Kau tidak perlu khawatir."
Tidak ada seorangpun yang curiga pada senyum itu. Huin Goongmin mengira senyum itu diberikan padanya untuk membuatnya menekan rasa khawatir. Huin serta dayang lain mengira senyum itu adalah tanda bahwa kau bisa mengandalkan dayang Haeyong karena dia pernah mengurus Baginda Raja ketika masih menjadi Putra Mahkota.
Dayang Haeyong berjaga di dekat pintu masuk, berdiri satu langkah di depan dua penjaga pintu yang memasang tampang suram. Haeyong menguap malas. Telinganya menangkap derap lantai kayu di balik dinding. Sekejap mengabur sekejap lagi menjelas seiring langkah mondar-mandir Jongseong. Hanya dengan mendegar itu, dayang Haeyong mendengus ringan. Ekspresinya tidak terbaca, tetapi sorot matanya memercikkan kilat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shadow ; jaywon au
FanfictionPosisi Pangeran Permaisuri yang ia dapatkan ternyata berlandaskan alasan busuk. Jika memilih menjadi orang bodoh, Jungwon akan bersedia melepas gelar tersebut. Namun, Jungwon tidak akan mengambil jalan itu. Dia akan berusaha mempertahankan kedudukan...