Kilau cahaya api begitu menyilaukan ketika Jungwon membuka mata. Jungwon sontak terduduk. Bangun secara tiba-tiba membuat kepalanya pening bukan main. Rasanya seperti ada sengatan yang menjalar sampai ke belakang kepala. Jungwon mengerang lirih sembari memijat pelipis, lalu tubuhnya membeku ketika merasakan permukaan kain yang melingkari dahinya.
Ada benjolan di sana, tetapi tidak terasa sakit ketika disentuh atau ditekan. Jungwon menarik kain kasa, seketika ada gumpalan yang jatuh. Jungwon mengambil secuil gumpalan itu, lalu menggeseknya di antara telunjuk dan ibu jari. Bias cahaya kekuningan dari api yang berkobar-kobar memberikan penerangan walau agak redup.
Ini ... rumput koagulasi darah untuk luka luar.
Sedetik kemudian, Jungwon menyadari ada lebih dari satu kain kasa di tubuhnya, yaitu di bagian lengan, telapak tangan kiri, dan dua kakinya, serta ada bercak darah mengering di sana. Jungwon bergeming sejenak, mengingat-ngingat potongan kejadian ketika dirinya diserang sebelum berakhir jatuh di sungai.
"Um ..."
Tidak. Gumaman itu bukan berasal dari Jungwon, melainkan seorang anak kecil yang tertidur tepat di sampingnya. Kepala kecilnya terkulai jatuh dari bantal.
Anak laki-laki ...
Jungwon terkejut bukan main, tetapi dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Dia tidak pernah menghadapi situasi semacam ini. Sepasang mata kelam Pangeran Permaisuri akhirnya memindai sekitar. Matanya membulat ketika melihat ada lebih dari puluhan orang yang tidur saling berhimpit-himpit.
Walaupun minim cahaya, Jungwon dapat melihat kebanyakan dari mereka mengenakan pakaian dari kain kasar yang agak lusuh. Jungwon menunduk, zirah hijau-peraknya menghilang entah ke mana, menyisakan tiga lapis dalaman putih yang kerahnya di silang rapat.
Salah satu dari orang di dalam rumah kayu ini pasti sudah menolongnya. Tatapan Jungwon berubah cemas. Entah bagaimana keadaan istana saat ini. Jungwon harus cepat-cepat kembali, tetapi dia tidak berani membangunkan orang.
Perhatian Jungwon akhirnya beralih pada anak laki-laki tadi. Postur tidurnya sangat tidak baik. Dia akan bangun dengan rasa sakit di leher jika terus seperti itu. Jadi Jungwon menjulurkan kedua tangannya, berniat mengubah posisi tidurnya agar lebih nyaman. Namun, belum sempat Jungwon menyentuh bagian belakang kepala, sebuah belati menghunus cepat ke arahnya.
Pangeran Permaisuri memiliki refleks bagus. Ia dengan cepat menahan pergelangan tangan seseorang dari balik kegelapan. Belati itu hanya berjarak beberapa senti dari matanya. Sebelah tangan Jungwon yang menganggur merebut belati itu dengan mudah, lalu melemparnya ke api.
"TIDAK TAHU TERIMA KASIH! KAU MEMANG TIDAK PUNYA HATI SAMPAI TEGA MEMBUNUH ANAK BERUSIA TIGA TAHUN!" orang yang semula menyerangnya berteriak marah, membangunkan manusia-manusia lain di dalam rumah kayu itu.
Mata mereka teler, bertanya linglung diambang mimpi dan kenyataan.
"Haksan ... Ada apa?"
"Ada maling?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shadow ; jaywon au
FanfictionPosisi Pangeran Permaisuri yang ia dapatkan ternyata berlandaskan alasan busuk. Jika memilih menjadi orang bodoh, Jungwon akan bersedia melepas gelar tersebut. Namun, Jungwon tidak akan mengambil jalan itu. Dia akan berusaha mempertahankan kedudukan...