"Appa, apa kau tau mengapa Baginda Raja membiarkan ayah hidup?" Na Jaemin bertanya lemah. Kepulan asap tipis keluar dari mulutnya.
Lee Taeyong ada di seberang sana; jarak mereka hanya terpaut beberapa langkah saja. Namun, terhalang oleh jeruji yang memisahkan keduanya. Penjara itu lembab dan kotor. Tidak ada apapun selain alas jerami serta bias cahaya obor yang menerangi wajah pucat Lee Taeyong.
Suara Taeyong serak, "Kau tidak merasa senang?"
Bungkam, Na Jaemin memilih memendam jawabannya sendiri.
Keterdiaman Na Jaemin membuat Lee Taeyong memasang senyum sedih. Dia pernah mendengar ungkapan bahwa hubungan darah lebih kental dari apapun, tetapi pada akhirnya ... hal itu tidak berlaku untuk keluarganya.
Dan itu semua karena kesalahannya.
Dia telah gagal menjadi seorang appa.
Lee Taeyong memejamkan mata, membuat setetes air meluncur turun membasahi pipinya. Dalam hati, dia bersyukur karena bisa menangis diam-diam tanpa diketahui oleh Na Jaemin. Setidaknya, dia harus terlihat kuat.
Saat ini mereka sudah tidak memiliki apapun.
Kekayaan, status, harga diri, semua itu hilang dalam sekejap.
Namun, Lee Taeyong sama sekali tidak merasa kehilangan. Dia tidak menderita meskipun terbaring dilantai dengan tubuh penuh luka dan jubah kotor. Dia tidak menderita meskipun hanya diberi makan nasi kepal.
Sebab dia telah melalui masa yang paling membuatnya menderita, masa yang membuatnya menjadi mayat hidup.
Kematian Na Zhixi.
"Ayahmu adalah keturunan dari pendiri klan Na. Karena prinsip klan, ayahmu dituntut untuk menjadi contoh yang baik anggota klan lainnya. Setelah menikah, Appa melihat ayahmu menderita setiap hari. Dia kira setelah dia bergabung sebagai pejabat kerajaan, dia terbebas dari tuntutan itu. Namun, ternyata perkiraannya salah."
Lee Taeyong melanjutkan, "Tetua klan tetap memberikan didikan keras. Dia harus menjadi manusia sempurna, membawa nama baik klan Na seperti yang dilakukan leluhur. Itu adalah tanggung jawabnya."
"Prinsip tidak masuk akal," Na Jaemin tersenyum remeh, "Tuntutan menjadi 'sempurna' membuat ayah bahkan ingin membunuh anaknya sendiri. Dia bahkan memaksa Na Zhixi untuk membakar wajahnya agar dia tidak dikenali."
Tatapan Na Jaemin menajam, "Setiap kali aku memanggilnya 'ayah', leherku terasa seperti tercekik. Seumur hidupku, aku sama sekali tidak memiliki kenangan indah dengannya."
Sorot Lee Taeyong menyendu.
Kata-kata Na Jaemin selanjutnya bagai bilah pedang yang menusuk hati Lee Taeyong.
"Dia tidak pernah mencintai aku dan Na Zhixi. Dia hanya memakai kami sebagai batu pijakan untuk meraih kekuasaan," kedua mata Na Jaemin memerah berkaca-kaca.
"Jika saja appa berkata jujur bahwa Na Zhixi adalah anak pertama, meskipun aku mati ketika baru saja turun ke dunia," Na Jaemin terisak-isak, "Hidup kalian pasti akan lebih mudah. Tidak akan ada yang menderita. Setidaknya jika aku tiada, kalian bisa menjadi keluarga yang benar-benar bahagia."
Tenggorokan Taeyong terasa sakit karena menahan isakkan. Dia berkata tanpa menoleh pada putranya. Dia merasa jika dia melihat raut kesakitan anaknya sekarang juga, tangisannya akan tumpah.
"Aku tidak bisa melakukannya."
Na Jaemin bangkit dan mencengkram jeruji besi dengan kedua tangannya, masih terisak-isak hebat "Mengapa tidak bisa melakukannya?!"
Taeyong akhirnya menoleh. Air yang menumpuk dipelupuk matanya akhirnya jatuh meninggalkan jejak air mata. Taeyong menatap langsung mata putranya dan berkata sedih, "Karena appa mencintai kalian berdua."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Shadow ; jaywon au
FanfictionPosisi Pangeran Permaisuri yang ia dapatkan ternyata berlandaskan alasan busuk. Jika memilih menjadi orang bodoh, Jungwon akan bersedia melepas gelar tersebut. Namun, Jungwon tidak akan mengambil jalan itu. Dia akan berusaha mempertahankan kedudukan...