47

1.7K 274 85
                                    

Sebuah gerobak berhenti di depan Jiurong Jaeyun, membawa sesosok tak bernyawa yang ditutupi menggunakan tikar jerami. Bau terbakar tak sedap menguar, membuat pria tua yang membawa gerobak itu mengernyit ketika menghirup baunya.

Sementara itu, Jiurong Jaeyun tampak tak terpengaruh oleh bau itu. Matanya turun, menatap jari-jari berwarna kehitaman yang mengintip keluar, membuatnya tak kuasa menahan diri dan jatuh terduduk.

"Bibi ... tidak... bibi Haeyong," napas Jiurong Jaeyun tersendat-sendat. Lelehan air mata membasahi pipinya.

Pangeran Heeseung menatap Jiurong Jaeyun dengan pandangan yang sulit diartikan, sedang sesekali matanya mengawasi sekitar, waspada terhadap prajurit yang mungkin berpatroli ke daerah sini.

Jiurong Jaeyun merangkak mendekati gerobak itu. Tangannya hendak menggapai ujung tikar jerami untuk menariknya, tetapi gerakan itu terhenti karena Pangeran Heeseung telah lebih dulu mencengkram pergelangan tangan Jiurong Jaeyun.

Tangisan Jiurong Jaeyun mulai tak terkendali, "Lepaskan aku! Biarkan aku melihatnya! Aku ingin melihat wajahnya!"

Pangeran Heeseung berlutut satu kaki di belakangnya, tangannya yang lain menahan bahu Jiurong Jaeyun, mencegahnya mendekati gerobak lebih jauh.

"Wajahnya tidak bisa lagi kau kenali setelah hancur tertimpa kayu yang terbakar. Kau tidak mungkin sanggup melihatnya!"

Jiurong Jaeyun menggeleng keras kepala, "Aku ... aku ingin melihatnya untuk yang terakhir kali. Pangeran, aku mohon padamu. Biarkan aku melihatnya ... biarkan aku-"

Remaja bersurai keemasan itu tak sanggup melanjutkan kata-katanya dan menangis semakin keras. Pangeran Heeseung menunduk, berhadapan langsung dengan bahu Jiurong Jaeyun yang bergetar hebat.

Pangeran Heeseung tidak tahu harus berkata apa. Dayang Haeyong adalah tersangka, sementara Jiurong Jaeyun entah memiliki hubungan entah apa dengan dayang Haeyong. Dia dihadapkan dalam situasi sulit. Jika dia berkata sembarangan, kata-kata itu mungkin akan menjadi bumerang baginya di masa depan.

Namun, sebagai gantinya, Pangeran Heeseung memeluk bahu rapuh itu dari belakang, berusaha menenangkan Jiurong Jaeyun yang merasakan kehilangan di dalam hatinya. Ujung jarinya menepuk-nepuk bahu itu, terus melakukannya hingga tangisan Jiurong Jaeyun berangsur-angsur mereda.

•••

Pangeran Heeseung berjalan melintasi jembatan. Bayangannya terpantul pada permukaan danau, bersama bulan penuh yang menggantung di langit malam. Laki-laki itu mengeluarkan serulingnya, menyapukan ibu jarinya pada permukaan alat musik itu.

Pada awalnya, dia berniat memainkan satu buah lagu pendek, tetapi niat itu segera hilang ketika matanya menangkap sosok Lee Sunghoon yang tengah duduk di bawah pohon bersama seorang Huin. Pangeran Heeseung menyipitkan mata, mencoba memperjelas wajah pelayan laki-laki itu dan mengenali bahwa dia adalah Huin Sunoo.

"Mengapa kalian bersembunyi di kegelapan?"

Huin Sunoo dan Lee Sunghoon tampak terkejut mendengar suaranya. Mereka yang tadinya duduk saling berhadapan dengan jarak yang cukup dekat langsung saling mendorong untuk menjauhkan diri satu sama lain.

Pangeran Heeseung merasa lucu dan dia sedikit tertawa heran, "Reaksi macam apa itu?"

Huin Sunoo membungkuk memberi hormat. Suaranya terdengar gugup, "P-Pangeran Ke-dua."

Lee Sunghoon juga melakukan hal yang sama, tetapi fokus Pangeran Heeseung langsung tertuju pada perban yang melingkari lengan atasnya. Pangeran Heeseung segera mendekat untuk memeriksa dan Lee Sunghoon hanya diam membiarkannya.

The Shadow ; jaywon auTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang