Aku. Melupakan. Chris.
Bisa-bisanya aku melupakan Chris! Bisa-bisanya setelah mengetahui semua kenyataan ini—atau semua kegilaan, bagi Jason—berhasil mengalihkan perhatianku; mengalihkan tujuan awalku dari mencari Chris.
Chris hilang. Dan sampai detik ini (kalau dipikir-pikir lagi) aku masih belum menemukan korelasinya. Aku tidak paham di mana letak benang merahnya. Kenapa Chris tidak bisa ditemukan dalam sistem aplikasi mereka? Kenapa kedua Ran tidak langsung membawa anak itu ke rumah ini? Dan sekali lagi, kenapa Chris—yang menghilang lebih dulu dari kami—tidak ada tanda-tanda kehadirannya di frekuensi ini?
Maka aku dan Jason langsung melesat ke dapur—iya, kamu tidak salah membaca, Jason sanggup melepas konsolnya—ke tempat Ran Muda memasak makan malam sendirian.
Dan sesampainya di sana, kami melihat Ran Muda tengah mengocok telur di depan penggorengan yang sudah panas. Kemudian pandanganku bergeser, melihat beberapa makanan seperti pasta dan sup taco sudah siap di meja, uap tipisnya membubung di udara dan aromanya menusuk ke indera penciumanku. Melihat tekstur pasta membuat perutku bunyi keroncongan, tapi segera kutepiskan rasa lapar itu dengan gelengan kepala. Ada yang lebih penting.
"Ran!" panggilku, dengan nada panik. Kemudian aku melewati meja makan dan berdiri tepat di belakangnya.
Laki-laki itu menuang telurnya ke dalam penggorengan dengan hati-hati baru kemudian membalikkan tubuh ke arahku. "Ada apa?" tanya Ran Muda sambil membersihkan tangan pada lap terdekat.
Aku mengerutkan kening, terheran-heran. Bisa-bisanya Ran Muda bertingkah setenang itu. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa di sini. Seolah-olah tidak ada yang salah di sini.
Seolah-olah semuanya ... normal.
Aku menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Ya, mungkin ia lupa. Mungkin laki-laki itu hanya butuh sedikit penjelasan. Tentu menjadi hal yang wajar jika Ran Muda lupa, ia juga manusia, bukan mutan (yah, kupikir mutan tidak mudah lupa).
Aku mengingat kutipan Oliver Hardt (ia seorang psikologi kognitif asal kau tahu) dalam artikel yang kubaca, bahwa untuk memiliki fungsi memori yang tepat, kau harus melupakan—karena sebenarnya melupakan adalah proses filterisasi di dalam otak kita. Dan yah, itu memang benar. Tanpa melupakan, kau akan kesulitan untuk mengingat mana yang benar-benar penting dalam hidupmu.
Eh, sebentar, kalau begitu Ran Muda menganggap Chris tidak ....
Aku menggelengkan kepala untuk mengenyahkan pikiran. "Ran ... bagaimana dengan Chris?" tanyaku, mencoba tenang. "Siang tadi kau menjelaskan kepada kami bahwa kau mengetahui semuanya. Kau sudah lama mengenalku; mengenal kami. Entah bagaimana caranya—aku masih penasaran dengan itu—tapi yang terpenting sekarang adalah di mana Chris?"
"Chris?" tanya Ran Muda, memastikan, sambil memiringkan sedikit kepalanya.
Aku menggigit bibir bawahku dan mengangguk. Rasanya seperti terjadi keheningan yang panjang. Rasanya seperti aku bisa mendengar jarum jam bergerak dengan mode lambat. Perasaanku mulai tidak enak.
"Dia adikmu itu, 'kan?" lanjut Ran Muda.
Aku bingung. Kedua alisku bertaut dan ritme degup jantungku mulai tidak beraturan. "T—tentu saja."
Lalu Ran Muda termenung sebentar. Matanya melirik ke bawah—mengingat-ingat, tak lama sampai laki-laki itu menjawab, "Kupikir dia di rumah. Aku tidak mengambilnya."
Dan rasanya seperti tersengat jutaan volt—atau listrik kalau kau tidak paham. Kedua bola mataku membulat, tanganku refleks menutup mulut yang menganga, dan nyawaku terasa seperti melayang. Kini tanganku seperti orang tremor, getaran halusnya dapat kurasakan.
Kenyataan bahwa Chris tidak di rumah—berbanding terbalik dengan apa yang dikatakan Ran Muda, membuatku hampir menangis. "Apa maksudnya itu?" gumamku dengan mulut bergetar dan mundur selangkah.
Chris tidak ada?
Jadi ... anak itu hilang? Benar-benar hilang?
Kalau ini bukan ulah kedua Ran, lalu alasan Chris menghilang ... ulah siapa?
Pikiranku berputar keras, mencari kemungkinan-kemungkinan atau celah-celah lain. Memikirkan penyebab-penyebab anak itu bisa menghilang. Namun percuma saja, sebab kepalaku tidak memiliki datanya. Aku tidak tahu apa-apa soal ini. Belum.
"Ran ... Chris jelas-jelas hilang. Anak itu hilang lebih dulu daripada aku dan Jason." Aku mencoba menjelaskan. Harap-harap Ran Muda saat ini sedang melucu, meski aku tahu Ran Muda bukan orang yang seperti itu. "Chris berpindah frekuensi tepat sebelum aku. Dan tepat sebelum dia benar-benar pergi, Chris mendengar suara-suara—" Sepertinya Ran Muda mulai tertarik, sebab ucapanku dipotong olehnya.
Ran Muda mengangkat tangan untuk menghentikanku bicara. "Maaf, sebentar, Chris mendengar suara-suara?"
Pikiranku langsung kosong. Kalimat terakhir Chris berdengung dan suara anak itu terus terulang-ulang di kepala.
"Mereka bilang, kita bisa ke sana. Aku bisa ke sana."
Kalimat terakhir Chris tepat sebelum ia benar-benar hilang. Kalimat yang tidak pernah aku rasakan keganjilannya.
Laki-laki itu maju beberapa langkah sampai cukup dekat denganku. "Jane, kau tidak ingat? Aku tidak pernah memanggilmu. Kami mengambilmu," ralat Ran Muda berhati-hati. "Apa sebelum melalui masa transisi, kamu juga mendengar kalimat-kalimat itu?"
Tidak. Aku tidak mendengarnya.
Aku hanya mendengar bunyi dengingan yang memekakkan telinga. Aku tidak mendengar suara-suara tersebut.
Astaga. Apa?
Aku tidak mendengar suara-suara tersebut.
Kemudian air mataku luruh di pipi. Aku mundur beberapa langkah sambil menggelengkan kepala perlahan. Setelah selama ini, bagaimana bisa aku tidak menyadari hal itu? Setelah selama ini, kenapa aku tidak menghubungkan realitasnya? Lagi-lagi kenapa aku tidak sadar sedari awal? Bahwa Chris bisa mendengar suara-suara dan aku tidak. Bahwa ia dipanggil dan aku tidak. Maka pertanyaannya, siapa yang memanggil Chris?
Ya ampun. Kalau begitu ... hilang ke mana Chris?
"Jane, maaf, aku tidak tahu kalau Chris, adikmu, hilang. Aku juga tidak tahu bagaimana caranya memanggil orang di luar dua frekuensi yang sejauh ini kita ketahui. Aku sama sekali tidak tahu," tutur Ran Muda dengan nada penuh penyesalan. "Tapi yang jelas ... kehilangan Chris itu bukan aku penyebabnya."
Jadi sekarang, semuanya meledak begitu saja. Semua ketidakmungkinan dan ketidakpastian ini membuat kepalaku terbakar, penuh, dan rasanya seperti mau muntah. Rasanya aku minta dilenyapkan sekali lagi. Atau dihilangkan kesadarannya dan besok pagi terbangun tanpa eksistensi masalah.
Omong-omong soal terbakar, hidungku sepertinya mencium sesuatu.
Dan kurasa Ran Muda juga menyadari hal itu, terlihat dari pandangan kami yang bertukar sejenak.
Lalu Jason memecah keheningan dengan mulutnya yang penuh pasta. "Emm, kurasa omelettemu sudah matang, Ran," kata laki-laki itu dengan ragu. "Terlalu matang, malah," tambahnya. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Hertz ✓
Science FictionBook Series #1 Ada dunia yang seharusnya tidak kita lihat, ada suara yang seharusnya tidak kita dengar. Frekuensi adalah satu-satunya cara agar kita bisa menyadari semua itu. Karena kadang, bukan mereka yang tidak ada, melainkan kita yang memiliki...