"Yang benar?"
"Teori baru?"
"Jane, serius?"
"Apa, Jane?"
Semua orang langsung menyerangku dengan banyak pertanyaan dan tidak sabaran. Aku jadi kaget dibuatnya.
Dan diserbu seperti ini, sedikit aku merasa kecil hati karena takut mengecewakan mereka. Takut-takut kalau apa yang kubicarakan ini bukanlah pemecahan masalah.
Aku tahu kita semua sudah lama berkutat seperti ini, sehari-hari memiliki pola yang sama tanpa perkembangan signifikan, dan jadi membosankan karena tidak ada hasil apa-apa. Makanya aku khawatir kalau perkataanku hanya menjadi angin segar bagi mereka untuk sesaat saja.
"Yah, aku tidak tahu sih." Aku bergumam panjang untuk menimbang-nimbang, sementara mereka menungguku melanjutkan.
Ran Muda memajukan tubuhnya untuk menumpukan lengan pada kaki. Tatapan laki-laki itu menjadi serius sekali. Lalu ia berkata, "Apa yang kamu pikirkan?"
Aku jadi tergagu. "Eh—hmm ...."
Semua orang menungguku. Aku tahu itu. Namun entah mengapa, aku juga tahu bahwa salah satu dari mereka pasti akan membenciku langsung setelah aku menyelesaikan kalimat.
Detak jantungku berdegup. Aku merasa tidak nyaman. Semua kemungkinan buruk tiba-tiba masuk ke dalam otak dan simpang siur. Kepalaku mendengar suara bentakan dari dalam diri. Aku tidak tahu aku kenapa. Sepertinya aku tidak pernah setakut ini.
"Jane? Ada yang salah?" Manda bertanya lembut. "Ada apa?"
Gelembung yang memisahkan duniaku dan orang-orang mendadak pecah. Lamunanku berhenti. "Tidak ada apa-apa," tukasku cepat.
Kemudian, aku mati-matian menguatkan diri untuk menjelaskan kepada mereka; memberanikan diri agar situasi menjadi jelas, dan supaya pikiranku juga tidak semakin kabur ke mana-mana.
Iya, aku harus membuat situasi kita semua menjadi jelas.
Aku menelan saliva dan berusaha mulai menatap yakin—meski masih ragu sedikit—ke arah mereka yang menunggu jawaban.
Kuambil napas banyak-banyak dan mengembuskan perlahan, lalu menjawab, "Kita harus memanfaatkan lubang cacing dan radiasi."
Semuanya langsung tidak berkutik. Diam seribu bahasa.
Tapi kalau boleh jujur, dua aspek besar itu memang telah mengganggu pikiranku belakangan ini. Aku cuma berpikir, pasti ada sesuatu yang bisa kita lakukan dari sana. Pasti ada sesuatu yang bisa kita perbuat dari kedua teori penting itu, agar paling tidak kita bisa bergerak maju sedikit demi sedikit.Tapi tanpanya? Mungkin kita hanya terus seperti ini. Stagnan. Tidak berkembang.
Aku hanya cemas, kita bisa saja tidak menemukan jalan keluar sampai akhir hayat, jika masih melalui rencana awal.
"Kamu bilang lubang cacing dan radiasi?" tanya Jason memastikan.
Dengan refleks, pandangan semua orang sekarang tertuju kepada Jason yang mengerutkan kening.
Tidak tahu kalau mereka, tapi aku bisa menangkap aura-aura negatif yang keluar dari tubuh Jason dengan tatapan dan kernyitan di dahi seperti itu. Kini ritme jantungku jadi lebih-lebih tidak beraturan lagi, dan seperti awal dugaanku ... pasti akan ada yang membenci gagasan seperti ini.
"Maksudku, jika kita saja memiliki kelebihan di sana, kenapa kita harus melewati cara manual lagi? Kita bisa mempersingkat—"
"Aku tidak mengerti maksud mempersingkat itu," potong Jason.
"Kau bisa mendengarkanku sampai selesai dulu."
"Bukankah aku tadi hanya bertanya, kamu bilang lubang cacing dan radiasi? Kenapa kau tidak menjawab pertanyaan mudah itu saja?"
Hening.
Semuanya hening karena Jason sudah mulai sinis.
Seperti yang kubilang, sifat Jason lambat laun berubah. Ia sudah berubah. Jason belakangan ini telah menjadi sosok yang temperamental jika sesuatu sudah mencapai taraf ...
"Bukankah itu berbahaya, Jane?"
... bahayanya.
Dan situasi pun menjadi jelas. Hawa dingin Jason menyeruak ke seluruh sudut-sudut ruangan membuat kami merasa tidak nyaman. Sekarang, Manda dan kedua Ran pasti sudah memahami betul kondisinya.
Bahwa Jason telah memasang bendera merah agar kita tidak bersentuhan dengan lubang cacing dan radiasi lagi, kecuali ketika perjalanan pulang.
Bahwa Jason ... telah memiliki trauma dengan kedua hal yang kusebutkan. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Hertz ✓
Science FictionBook Series #1 Ada dunia yang seharusnya tidak kita lihat, ada suara yang seharusnya tidak kita dengar. Frekuensi adalah satu-satunya cara agar kita bisa menyadari semua itu. Karena kadang, bukan mereka yang tidak ada, melainkan kita yang memiliki...