"Kalau begitu ini adalah pembagian tugas." Ran Tua memberikan coret-coretan hasil berpikir kerasnya selama hampir satu jam, dan akhirnya kami bisa memerhatikan rencana Ran Tua dengan serius. "Manda, dia harus mengembalikan kesadaran Chris. Tugasmu hanya itu, seharusnya kamu bisa lebih fokus untuk membangunkannya. Sedangkan Ran dan Jason, kalian harus melacak jejak penyusup itu bagaimanapun caranya. Jason memiliki keahlian untuk menjebol sistem, dan aku yang dulu memiliki kelebihan dalam memanfaatkan teknologi. Jadi Ran, kamu harus memaksimalkan potensi teknologi di sini." Pandangan Ran Tua berganti-gantian menatap mereka yang nama-namanya disebutkan.
Maka semua orang mengangguk setuju.
"Sementara aku akan mencari benang merah semuanya," tutup pria itu.
Mereka bubar ke kursi masing-masing. Manda pergi ke mejanya sendiri alih-alih bergabung bersama kami, mungkin ia butuh ruang yang lebih besar untuk menenggelamkan diri di tengah-tengah lautan informasi. Jadi Ran Muda dan Chris pergi ke kursi tengah yang ditinggalkan Manda, mereka memulai operasi khususnya dari sana.
Kemudian, Ran Tua menyebarkan beberapa kertas pada meja setelah tadi ia membubuhkan hasil pemikirannya. Mungkin agar semua permasalahan jadi bisa dilihat dari sudut pandang yang jelas atau jauh atau apa, aku tidak mengerti.
Yang jelas, ada satu hal yang aku herankan.
Bagaimana dengan tugasku?
"M-maaf Ran." Aku jadi tergagap karena merasa telah mengganggu pria itu ketika sedang serius-seriusnya. "Semua sudah mendapatkan tugasnya. Tapi bagaimana dengan ... ku?" Aku menunjuk diriku sendiri.
Ran Tua mengerjapkan mata beberapa kali, lalu mengelus dagu dan berdeham panjang, tampak tengah berpikir keras.
Kemudian dengan mudahnya menjawab sambil mengedikkan bahu acuh tidak acuh. "Yah, aku tidak menemukan posisi yang tepat untukmu."
Jadi aku, yang mendengarnya, tentu saja membelalak kaget. "HAH?"
Mana bisa aku menerimanya. Jason dengan otak kecil dan tidak berkembang saja bisa mendapatkan tugas yang menguras tenaga, lalu aku dengan semua kejeniusan selama ini, tidak ada yang bisa dikerjakan begitu?
Pria itu tertawa renyah seraya menggelengkan kepala. Ia memberikan pandangan-entah-apa-namanya, tapi aku bisa merasakan, pandangan itu rasanya seperti seorang Ayah sedang memandangi tingkah laku sang anak yang konyol dan memakluminya.
Jadi aku menurunkan kadar terkejutku yang berlebihan, dan merasa malu karenanya.
"Aku menganggap ini proyekmu, Jane," tutur Ran Tua sembari menatapku lurus-lurus dan tersenyum ... bangga?
Sementara itu, aku mengernyitkan kening karena sama sekali tidak mengerti apa yang ia maksud.
Apa katanya barusan? Proyekku? Yang benar saja. Ini sekumpulan masalah! Bukan proyek milik siapa-siapa.
"Pengetahuanmu melebihi siapapun di sini, Jane. Di umur yang sangat muda saja, kamu bisa memecahkan rahasia-rahasia besar, seperti contohnya kamu berhasil membawa kami masuk ke frekuensi Derivea yang tertutup. Jadi bukannya tidak mungkin, kalau nanti, buah pikiranmu yang membawa kita semua keluar dari jalan buntu ini," jelas Ran Tua yang sukses membuatku terdiam.
Aku menunduk. Rasanya masih sulit untuk menerima apa-apa yang Ran Tua katakan.
Meski aku memang mengetahui dan mengakui semua kecerdasanku, tapi ... tapi tidak sampai seperti ini. Aku cuma menganggap diriku lebih dari Jason. Sudah, itu saja. Aku tidak pernah tercetus pikiran bahwa aku sampai melebihi kualitas Ran Tua dan Manda yang sudah berkutat penuh dalam hidupnya untuk bekerja dan mempelajari ini.
"Semua orang di sini memang memiliki potensi besar. Tapi kemampuanmu ... Jane, kemampuanmu akan jauh lebih besar daripada itu jika kamu fokus memaksimalkannya." Ran Tua mengatakannya dengan lembut dan menusuk. Rasanya seperti ingin berhamburan. "Dan, sekarang adalah saat-saat yang tepat untuk menggunakan puncak kelebihanmu."
Kemudian, pandanganku mengabur. Rasanya panas. Panas dan sulit.
Susah-payah aku menahan agar air mata itu tidak keluar dan mengalir di pipi. Aku cuma tidak mau terlihat melankolis atau dramatis lagi. Aku sudah terlalu banyak menangis di sini, jadi jangan lagi.
Selanjutnya, aku mendengar bunyi langkah Ran Tua yang memutari meja untuk berdiri tepat di hadapan.
Pria itu awalnya hanya menggenggam pundakku, tapi mungkin, karena ia merasa tubuhku juga bergetar hebat sebab menahan isak tangis kuat-kuat, Ran Tua jadi menarikku untuk berhamburan di pelukan hangatnya.
Dan ... rasanya seperti rapuh.
Rasanya seperti pecah menjadi kepingan-kepingan, tidak berdaya, dan lemah.
Aku tidak ingat kapan kali terakhir memeluk hangat seorang ayah, karena ayahku sendiri sudah berjuang panjang untuk melawan kanker darah yang membuatnya harus sering ke rumah sakit, dan aku tidak tahu juga kapan terakhir memeluknya sebelum ia pergi untuk waktu yang lama.
Namun sekarang, Ran Tua rasanya seperti memberikan rasa hangat sekaligus nyaman dari pelukan yang tidak pernah kuingat.
Ran Tua juga dengan bangga, mengakui bahwa kemampuanku hebat, kalimat yang sangat-sangat kubutuhkan ketika sedang dilanda krisis percaya diri.
Maksudku, setelah selama ini ... setelah aku merasa seperti tidak dianggap; tidak berguna; tidak memiliki eksistensi yang jelas, akhirnya ada yang mengakui kemampuanku dan melebih dari ekspektasi.
Ada yang mengapresiasi apa yang aku usahakan mati-matian.
Jadi rasanya ... seperti terbang dan meledak di waktu yang sama. Dan ini sulit, sulit sekali.
"Kamu hebat, Jane. Dunia hanya belum mengetahuinya," tambah Ran Tua sambil mengusap rambut belakangku.
Dan aku semakin berhamburan. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Hertz ✓
Science FictionBook Series #1 Ada dunia yang seharusnya tidak kita lihat, ada suara yang seharusnya tidak kita dengar. Frekuensi adalah satu-satunya cara agar kita bisa menyadari semua itu. Karena kadang, bukan mereka yang tidak ada, melainkan kita yang memiliki...