4 || Menghilang

5.1K 865 50
                                    

a/n: butuh waktu yang panjang untuk nulis bagian ini :). bakal diusahain cepat update. so, take a seat and enjoy the story.

***

Chris menghilang.

Bukan, bukan menghilang yang menjadi serpihan debu seperti di film Marvel. Kepergiannya pun aku yakin bukan karena Thanos yang menjentikkan jarinya. Perlu digaris-bawahi: Chris tidak lenyap seperti itu.

Aku lihat, Jason membelalakkan matanya—pasti terkejut bukan main. Jangankan Jason, aku pun seperti itu. Tubuh kami membeku di tempat. Mulutku tidak bisa berkata-kata lagi setelah memanggil nama Chris. Tidak ada kata-kata yang bisa kami lontarkan detik itu. Sama sekali. Dan aku yakin, jantung kami pasti berpacu dengan kencang seperti habis lari maraton. Aku benci kondisi ini.

Beberapa detik setelahnya, Jason membentak memarahiku. "Jane! Apa yang kau lakukan?!" Matanya menghunus iris mataku dengan tajam bagaikan sabilah pedang.

Aku tergagap. "A—aku ... tidak tahu! Semuanya terjadi begitu saja!"

Laki-laki itu mengangkat tangan kanannya seraya memejamkan mata. "Oke! Oke!" Jason mengesah pelan lalu memijat pelipis sejenak. Tak lama kemudian dia kembali menatapku untuk melanjutkan kata-katanya. "Waktunya kembalikan Chris sekarang juga."

Aku mengepalkan tangan. "Jason, dengar penjelasanku dulu!"

"Apa lagi? Apa yang masih mau kau jelaskan?" Lalu laki-laki bertubuh jangkung itu mondar-mandir sembari mengacak rambutnya frustasi. Mungkin ia mencoba untuk memikirkan kejadian ini dengan segala perspektifnya, tapi gagal. Kita semua tahu, hal ini benar-benar di luar akalnya. Bahkan di luar akalku. Di luar akal kita semua ... sebagai manusia. Terakhir dia berteriak geram setengah mati. "Jane, kita sudah janji kepada Ayah, kita akan menjaganya!"

Mendengar Ayah disebut-sebut, aku menunduk dalam-dalam. "Aku tahu ... maaf," ujarku dengan nada lirih pada akhirnya. Sekarang tanganku gemetaran hebat, sementara kepala berusaha mencari-cari jawaban atas semua ini. Kenapa mereka mengambil Chris?

Siapa mereka sebenarnya?

Jason menghirup udara banyak-banyak untuk menenangkan diri, selepas itu dia kembali duduk lagi di sofa walau ekspresi wajahnya jelas tampak khawatir. "Apa penjelasanmu? Apa hubungannya sama radio? Kau bilang, hari ini adalah hari terakhir tentang frekuensi, 'kan?" Runtutan pertanyaan laki-laki itu membuatku kaget. Aku tidak bisa menjawab semuanya. Aku bahkan belum mengetahui motif apa yang mereka lakukan.

Aku bergumam panjang. "Eng, yah, kau pasti tahu kalau radio ada karena frekuensi. Jadi ... eng, jadi ...." Aku menggaruk kepala kebingungan.

"Jadi apa?" tanya Jason lagi, menuntut.

Aku mengerjapkan mata berusaha fokus sebisa mungkin. Berulang kali pertanyaan tadi bersuara di dalam kepalaku: kenapa mereka mengambil Chris? Kenapa bukan aku saja?

Aku menggigit jari, kepala rasanya penuh keraguan. Apa mereka tidak ingin dilupakan? Apa mereka ingin agar aku selalu berusaha mencari eksistensinya?

Detik bergerak ke menit. Jason masih duduk diam di sana, setia menunggu jawaban dariku. Dan sebelum menit terus bergerak ke jam, lampu bohlam seakan-akan menyinari kepalaku seperti di dalam film-film animasi. Begitu tersadar akan sesuatu, mataku langsung membelalak lebar dan telapak tangan menutupi mulutku yang terbuka.

Hertz ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang