Meminjam konsep milik John Dewey—filsuf dan psikologis asal Amerika, "Kita tidak belajar dari pengalaman. Kita belajar dari reflektif pada pengalaman." Jadi kurasa, itulah yang sedang kami lakukan saat ini.
Manda pun sama. Seusai makan, ia menjadi sosok yang lebih pendiam dan pemikir daripada biasanya. Wanita itu kemudian memakai kacamatanya lagi lalu beranjak untuk keluar dari ruangan, katanya ingin bertemu dengan Jean (anjing Husky miliknya kalau kau lupa) di luar. Mungkin ia juga sekalian ingin mencari angin segar.
Jadi, di sini tersisa aku, Jason, kedua Ran, dan Chris yang tertidur panjang.
Kedua Ran juga tidak banyak bicara. Mungkin mereka semua memang butuh waktu untuk berpikir, "Sebenarnya, apa yang sedang kita lakukan dan inginkan?"
Maka, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Karena toh, aku juga tidak tahu. Kita sudah menghancurkan tatanan semesta, kita sudah bertindak melewati peran-peran yang sudah ditakdirkan, makanya hidup kita menjadi lebih rumit daripada orang-orang. Dan, ini konsekuensi. Ini harga yang harus dibayar karena kita sudah melalui batas-batasnya.
"Jadi, sekarang ... kita harus bagaimana?" tanya Jason memecah keheningan.
"Kita harus menggunakan lubang cacing itu lagi," ucapku selanjutnya.
"Bagaimana soal robot-robot itu?"
Aku diam.
Lalu, aku menyadari kedua Ran jadi memandangiku dengan tatapan penuh tanya ketika aku tidak bisa menjawab.
"Aku meragukan robot-robot itu," kataku.
Ran Muda jadi ikut bergabung. "Ragu bagaimana?"
Aku mendesah. Bingung ingin menjawab apa.
"Nanti kita akan tahu."
***
Sore itu, aku mencoba melepas diri dari semua hal yang membuatku stress (baca: berhenti penasaran dengan data-data dari buku dan monitor).
Mungkin itu kenapa Francesco Cirillo, seorang mahasiswa dari suatu universitas, membuat teknik pomodoro pada tahun 1890 akhir agar dirinya bisa tetap merasa fokus dan tidak kelelahan secara mental ketika masa studinya. Yang mana, itu solusi yang sangat cerdas sekali! Jadi ketika kamu merasa lelah berkelanjutan karena beban pekerjaan atau pendidikan, teknik pomodoro bisa membantu dengan memberikan waktu untukmu beristirahat sejenak dari hal-hal yang memberatkan selama beberapa saat, lalu kembali mengerjakannya lagi ketika mentalmu sudah lumayan stabil.
Jadi kurang lebih, begitulah alasannya kenapa aku memilih keluar dari ruangan untuk jalan-jalan sore bersama Ran Muda. Kami ingin melepas penat, itu saja.
"Sayang sekali Jason dan dirimu dari masa depan tidak melihat ini," kataku berusaha keras untuk mencairkan suasana.
"Iya," kata Ran Muda.
Kami berjalan-jalan mengelilingi kota, melihat teknologi canggih itu bertebaran di sekeliling, seolah kami berdua sedang di film-film fiksi ilmiah yang sering Jason tonton. Luar biasa hebat.
Kondisi kota ramai orang-orang pulang bekerja. Mereka memakai setelan kerja yang rapi dan formal. Tapi tidak semuanya, ada juga beberapa remaja dan dewasa muda yang berjalan-jalan hanya untuk melihat-lihat seperti kami. Kadang mereka mampir ke suatu bangunan (mungkin itu mall), atau pergi membeli jajanan di toko-toko makanan yang berderet pada tepi jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hertz ✓
Science FictionBook Series #1 Ada dunia yang seharusnya tidak kita lihat, ada suara yang seharusnya tidak kita dengar. Frekuensi adalah satu-satunya cara agar kita bisa menyadari semua itu. Karena kadang, bukan mereka yang tidak ada, melainkan kita yang memiliki...