Layar pada meja dimatikan, dan kami semua sudah kembali duduk seperti biasa.
Kemudian pelayan Manda tiba-tiba masuk ke dalam ruangan, mereka membawa "gerobak makanan" (semoga ini sebutan yang benar) dan memberikan kami sarapan roti panggang dengan selai nanas, lalu menurunkan satu teko air teh hangat dan lima cangkir putih yang mungil. Selalu disuguhkan teh hangat di sini.
"Kita sebaiknya sarapan terlebih dahulu," ucap Manda begitu mendapatkan tatapan tanda tanya dari Ran Muda.
Wanita itu melepas kacamata sebentar, lantas mengambil garpu dan sendok untuk melahap apa yang ada di depan mata.
Maka aku juga segera mengikutinya. Kemudian begitupun dengan yang lain setelah saling berpandangan.
Dan sarapan berlangsung hening.
Tidak ada yang bersuara, selain dentingan garpu dan pisau pada piring, dan bunyi mulut Jason yang berisik ketika makan.
***
"Jadi kamu punya anjing?"
Sarapan sudah selesai sejak beberapa menit lalu, tapi lagi-lagi tidak ada yang mau membuka suara. Kedua Ran sedang sibuk dengan pikirannya masing-masing, mungkin kepala mereka pasti dipenuhi oleh banyak spekulasi dan perhitungan rumit. Aku rasa mereka lebih suka berpikir ketimbang berbicara.
"Yah, punya anjing ternyata menyenangkan." Manda tersenyum dan mengembalikan posisi kacamatanya.
Jason mengangguk-angguk. "Kenapa harus ... anjing?"
"Tentu saja, karena aku suka anjing."
Aku tidak punya pilihan lain, selain mendengarkan celotehan mereka; mendengarkan pertanyaan-pertanyaan Jason yang kadang memang suka di luar nalar.
"Hanya suka?" tanya Jason lagi.
"Iya," jawab Manda kemudian.
Lalu Jason bergumam. Aku rasa dia sudah kehabisan bahan pembicaraan. Jadi aku kasihan kepadanya karena sudah memiliki niat baik untuk mencairkan suasana, tapi rupanya malah tidak berjalan dengan lancar.
"Kukira karena berkaitan oleh frekuensi atau semacamnya."
Ran Muda tiba-tiba masuk ke dalam percakapan. Siapa sangka kalau sejak tadi dia ternyata juga ikut mendengarkan?
Manda terkekeh geli. "Tidak, aku cuma menyukainya. Aku mulai menyukai anjing setelah operasi robot dihentikan."
"Karena anjing adalah hewan yang setia?" tebak Ran Muda.
Manda segera mengiakan. "Benar, mereka lebih baik daripada mesin-mesin kecerdasan buatan itu."
Kemudian, kepalaku jadi memutar rekaman yang ditayangkan Manda tadi. Maka dalam diam aku setuju dengannya.
Bahwa lebih baik hewan yang setia, daripada robot-robot dengan kecerdasan buatan yang menyerang balik penciptanya.
"Sebetulnya aku benci dengan pekerjaan ini." Salah satu robot bersuara, mengeluarkan keluh kesahnya selama ini.
"Aku juga, tapi kita harus bertahan. Ini program yang ditanamkan dalam tubuh kita sejak awal," kata robot lainnya—menanggapi—di dalam ruangan yang sama.
"Tapi bertahan sampai kapan? Membantu mereka setiap hari sangat-sangat membuatku muak!" Robot awal tadi, menaikkan nadanya pada kalimat terakhir, mungkin juga berusaha menahan emosi yang sedang di puncak-puncaknya agar tidak memecahkan barang.
"Sampai kita menyelesaikan misinya. Sudah lima puluh persen, bersabar saja," sahut robot yang lain dengan tenang.
"Yang jelas aku tidak ingin hidupku direnggut hanya untuk mengurus pekerjaan rumah mereka selamanya."
"Tidak akan, tunggu saja sampai waktunya dekat."
Dan percakapan mereka selesai.
Para robot itu mungkin tidak pernah menyadari, bahwa ada alat perekam yang juga mengambil suara mereka, meski mereka tidak tertangkap di kamera CCTV.
Setelah mengingat pembicaraan rahasia itu, hal pertama yang kusadari adalah ... kita semua terlalu banyak memiliki akar permasalahan.
Entah kenapa, hidup tidak pernah mengizinkan kita untuk beristirahat barang sejenak. []
***
a/n:
selamat hari jum'at! waktunya hertz update! maaf karena beberapa minggu lalu aku berhenti menulis lagi, aku sedang menghadapi life crisis (siklus burnout tahun lalu itu datang lagi) dan ya ampun rasanya susah banget. tapi gapapa, aku sudah kembali.aku berhutang kepada kalian akan publikasi enam bab pada minggu ini, doakan tiga bab baru bisa selesai yaa. dan selamat beribadah puasa bagi yang menjalankan! 🌙
KAMU SEDANG MEMBACA
Hertz ✓
Science FictionBook Series #1 Ada dunia yang seharusnya tidak kita lihat, ada suara yang seharusnya tidak kita dengar. Frekuensi adalah satu-satunya cara agar kita bisa menyadari semua itu. Karena kadang, bukan mereka yang tidak ada, melainkan kita yang memiliki...