Chris. Mari membicarakan tentang Chris.
Dia adik terakhirku, laki-laki, dan berusia sepuluh tahun. Chris adalah anak yang cerdas karena dia ingin tahu banyak hal. Lalu dia adalah pendengar yang baik—bahkan jika aku membicarakan hal-hal kompleks tentang kosmos.
Chris cukup berbeda dari Jason. Ibu juga pernah bilang bahwa Chris mirip sepertiku. Dia juga suka sains. Dia juga membaca buku-buku yang kubaca semasa kecil.
Dia ... juga anak yang banyak bertanya.
Dia suka mempertanyakan hal-hal yang cukup aneh, seperti kenapa kucing harus memiliki kumis, dan apabila kumisnya ternyata tidak sebegitu penting, bagaimana jika ia memotongnya?
"Jane, menurutmu apa yang akan terjadi dengan Miky jika aku memotong kumisnya?"
Miky adalah kucing yang kami rawat sejak ditemukan oleh Chris dalam kardus di pinggir jalan. Kucing itu berbulu lembut karena perawatan dan makanan yang super-duper lebih mahal dari uang jajanku.
Aku mengalihkan pandangan dari catatan untuk melihat tatapan polos Chris yang baru berusia lima tahun. Aku tersenyum, lalu menjawab. "Seingatku, kumisnya berguna sebagai radar sensorik dan keseimbangan untuk Miky."
Chris yang berdiri di samping meja belajarku memiringkan kepalanya. "Apa itu radar?"
Oh oke, sulit menjelaskan ini untuk anak seumurannya.
Aku bergumam sejenak. "Itu mirip seperti remote mobilmu. Kamu bisa tahu apa yang ada di sekitar mobil mainan hanya dengan melihat lewat remote control, 'kan?" Aku mengubah nada bicaraku agar terdengar menyenangkan di telinga anak-anak. "Coba kuingat-ingat apa yang biasa kamu lihat. Hm ... ada balok mainan, ada pistol mainan, dan oh! Ada buku-bukumu yang berantakan." Aku menyentuh hidungnya lalu dia tertawa.
"Nanti aku minta bereskan Jason," tukas Chris, masih nyengir dan menunjukkan gigi putihnya.
Aku mengernyit heran. "Kenapa bukan kamu yang membereskannya sendiri?"
"Karena aku masih kecil. Anak-anak seharusnya pergi bermain dan belajar, bukan beres-beres," jawab Chris tanpa merasa ada yang salah.
Mendengar hal itu aku tercengang dan terkagum-kagum. "Wow ... kamu pasti mendapatkannya dari Jason," putusku sambil bersedekap dada dan menggelengkan kepala. "Kalau begitu minta Jason tanggung jawab."
Chris mengangkat tangannya ke dahi dan berteriak lantang, "Siap!"
"Bagus."
Cukup berbeda dengan Chris, Jason adalah orang yang berpikiran sempit.
Ia hanya tidak tahu apa yang ia ucapkan kepada Chris, akan kembali lagi ke arahnya seperti senjata bumerang. Mungkin ia berbicara begitu karena geram dengan Chris yang satu kamar dengannya dan cukup sering membereskan ruangan.
Chris memang anak yang patuh pada perintah. Namun sepatuh-patuhnya anak usia lima tahun, mereka pasti menimbulkan kekacauan di akhir.
Seperti contohnya ketika Jason kerusakan barang kesayangannya (konsol game yang mahal) karena Chris menggulung alat itu dengan brutal.
Chris memang tidak salah. Ia hanya menuruti perintahku untuk selalu merapikan kamar jika berantakan. Kesalahannya mungkin ada padaku yang terlalu memercayakan Chris untuk membereskan kekacauan milik Jason.
Atau mungkin ... tidak ada yang salah, karena tragedi tersebut memang harus terjadi sebagai bentuk pelajaran untuk Jason.
Aku geleng-geleng kepala dan terkekeh sebentar kala mengingatnya, lalu kembali fokus kepada catatan-catatanku di meja.
"Jane," panggil Chris lagi.
"Oh, iya?" Aku agak terkejut mengetahui Chris belum puas dengan jawabanku tadi. Ia masih berdiri di samping meja belajarku, menunggu.
"Lalu apa itu sensorik? Tadi kamu bilang kalau kumis Miky itu radar sensorik."
Oh, ya ampun .... Aku mengusap kepala lelah karena memberikan kosa kata yang terlalu sulit untuk dimengerti Chris.
"Maaf, aku ulangi lagi ya."
Chris mengangguk sebagai jawaban dan mendengarkanku dengan sungguh-sungguh.
"Maksudnya adalah kumis Miky berguna untuk mengetahui ada apa di sekelilingnya, seperti contoh kumis Miky bisa membantunya untuk melihat dalam gelap. Jadi bukan cuma mata, tapi kumis juga membantu Miky dalam merasakan di mana posisi mangsa. Jika kita mendapatkan sensasi sentuhan dari jari-jari, Miky bisa merasakan dunia lewat kumisnya. Begitulah radar sensorik," jelasku seraya melebarkan telapak tangan.
Chris mengangguk-angguk. "Jadi maksudnya, kumis Miky itu penting?"
"Tentu saja!"
Chris berekspresi murung, bergumam beberapa saat, lalu mengeluarkan tangannya yang terkepal di balik punggung. Dan membuka telapak tangan anak itu di atas meja belajarku.
Kemudian aku langsung membelalakkan mata kaget begitu melihat helai-helai bulu tersebut. "ASTAGA!"
Chris menunduk sambil menggoyangkan badannya khas anak kecil tampak menyesal. "Maaf, kukira kumis Miky tidak berguna."
"Jika hal itu tidak berguna, ia tidak ada, Chris!" Aku terbangun dari kursi dan berkacak pinggang di hadapan anak itu.
Membayangkan Miky akan stress berat karena kumisnya dipotong oleh Chris benar-benar mengganggu kejernihan pikiranku. Bukan karena apa-apa, hanya saja semuanya akan sayang jika Miky kehilangan bulu halusnya dalam beberapa waktu ke depan. Yah, mengingat biaya hidup Miky sangat mahal. Aku sangat-sangat tidak rela.
Chris memajukan bibirnya. "Tapi ketika kamu marah-marah, kamu suka mengatakan bahwa Jason tidak berguna. Lalu kenapa dia ada?"
Begitulah Chris. Dia adalah bumerang bagi kita semua.
Sekali lagi, anak itu cerdas—terlampau cerdas malah. Dan aku lebih memiliki ikatan emosional yang erat dengan Chris dibandingkan dengan Jason. Aku jauh lebih dekat dengan Chris, adikku yang satu itu.
Chris adalah sistem pendukungku. Dia selalu ada ketika aku sedih; ketika aku merasa sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi. Chris selalu ada.
Dia memang cuma seperti anak-anak pada umumnya, yang menyukai cokelat dan mainan dan buku-buku bergambar dan pesta atau hal-hal meriah seperti karnaval. Sekali lagi Chris memang seperti anak kebanyakan.
Namun entah mengapa, begitu aku kehilangannya ... aku seperti merasa kosong.
Rasanya kosong karena aku tidak mendengar pertanyaan-pertanyaan anehnya lagi. Rasanya kosong karena aku tidak melihat kelakuan-kelakuan konyolnya lagi.
Dan rasanya kosong karena aku seperti ... kehilangan sebagian dari diriku.
Maka aku cuma ingin Chris pulang. Aku cuma ingin ia kembali lagi bersamaku, Jason, dan Ibu di frekuensi sebelumnya.
Semoga Chris di luar sana baik-baik saja. Yang pasti aku akan menjemputnya, entah mau bagaimanapun caranya.
Dan omong-omong, bagaimana kondisi Ibu? []
***
a/n: supaya enggak ketinggalan info-info tentang Hertz, cuss langsung follow akunku. Daan, terima kasih banyak untuk kalian semua yang tetap menunggu cerita ini berjalan. Guys, you are the best! ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Hertz ✓
Science FictionBook Series #1 Ada dunia yang seharusnya tidak kita lihat, ada suara yang seharusnya tidak kita dengar. Frekuensi adalah satu-satunya cara agar kita bisa menyadari semua itu. Karena kadang, bukan mereka yang tidak ada, melainkan kita yang memiliki...