Kami melewati lorong-lorong lengang itu setelah menggunakan lift agar mencapai lantai teratas. Seseorang dengan pakaian jas putih yang kami temui sebelumnya mengatakan bahwa Manda biasa sering pergi ke mari jika memiliki pikiran yang berkecamuk, jadi tidak ada alasan lagi untuk tidak mencarinya ke bangunan ini—menara yang pernah ia tunjukkan.
Ran Muda masih menggenggam tanganku. Dan derap langkah kami mengisi keheningan di sekitar.
Selagi raga terus berjalan untuk mencari, kepalaku justru sibuk memutar kembali memori yang Manda pernah ada.
Manda, wanita berambut panjang dengan kacamatanya yang khas. Aku sekarang baru sadar bahwa aku tidak benar-benar mengenalinya. Aku tidak pernah berbicara berdua bersama wanita itu dan saling bertukar pikiran yang panjang. Aku memang tidak tahu apapun tentangnya.
Manda adalah peneliti frekuensi, dan apa ya waktu itu dia bilang, pengurus orang asing yang masuk ke sini?
Hm ... semuanya ganjil betul. Memang ada berapa banyak orang yang menghilang di sini? Siapa saja orang asing yang masuk ke frekuensi Derivea? Hal-hal seperti apa yang Manda sedang teliti selain pemecahan masalah untuk robot-robot itu sendiri?
Aku tidak pernah mengerti dan tidak sempat untuk bertanya. Selama ini kita mungkin terlalu disibukkan oleh pembagian tugas itu sampai-sampai tidak banyak mempertanyakan suatu hal kepada Manda. Padahal, ada banyak pertanyaan yang harus ia jawab. Tapi semua seolah-olah teralihkan oleh ... entitas robot-robot itu.
Manda seperti pemain yang tiba-tiba muncul dan menghilang, seolah-olah dirinya seperti pemain figuran, padahal Manda memiliki peran penting di sini.
Lorong yang kami lewati seperti lorong apartemen. Ada banyak pintu-pintu baik itu di sisi kanan atau kiri. Mereka semua tertutup, entah orangnya pergi atau sudah tertidur atau jangan-jangan semua kamar itu kosong. Tapi sepertinya tidak kosong-kosong amat karena aku bisa mendengar suara televisi menyala meski bunyinya pelan dan halus.
Pada daun pintunya, ada angka yang berurutan, sama seperti frekuensi tempat tinggalku. Sistem di sini tidak memiliki perbedaan dalam mengelompokkan hak milik. Mereka sama-sama menggunakan angka.
Jalan Ran Muda memelan. Di depan sudah habis, tidak ada jalan untuk menuju lorong baru lagi.
Hanya menyisakan sebuah ruang menuju tangga menara yang pernah kita datangi ketika baru sampai di frekuensi ini. Jadi ... kita hampir sampai di lantai teratas.
Selama beberapa detik kami saling beradu tatap untuk sama-sama meyakinkan diri. Aku membalas keraguan Ran Muda dengan menggenggam tangannya semakin erat.
Lalu, kita maju dan mendorong pintu setengah terbuka itu.
Ruangan itu kecil. Sebenarnya cuma perantara untuk lantai teratas bangunan dan apartemen, karena isinya cuma tangga berwarna hitam seperti tangga menuju ke loteng. Yah, kau tahulah. Selepas itu aku berjalan mengendap-endap, tidak tahu kenapa, tetapi instingku berkata kita harus berhati-hati dan berusaha agar tidak ketahuan. Seandainya di Derivea kami diberikan akses seperti aplikasi Knowing pada frekuensi Quardon, kita berdua pasti tidak perlu repot-repot seperti ini.
Aku baru saja menyentuh anak tangganya dan menaikkan satu kaki untuk mencapai lantai atas, tapi tiba-tiba aku mendengar suara percakapan.
Suara percakapan seorang wanita dengan seorang pria.
"Mereka anak yang pintar, David. Sangat pintar dan jenius."
"Aku tahu, mereka anak-anak dengan kecerdasan langka yang dilahirkan di dunia."
Aku dan Ran Muda bertukar tatapan sekali lagi, seolah-olah saling berbicara bahwa kita tidak perlu ke atas dan lebih baik mendengarkan perkataan mereka dulu di sini.
Lagipula David? Siapa itu David?
Aku berusaha mengingat-ingat, sementara itu percakapan terus berlanjut.
"Mereka seperti menganggap bahwa Semesta adalah buku yang bisa dipelajari kapan saja, dan seperti buku, Semesta adalah hal yang tidak akan pernah selesai mereka baca. Itu karena—"
"Kecerdasan mereka di atas rata-rata. Mereka bisa menemukan dan memecahkan misteri apapun. Iya 'kan, Manda?"
Wanita itu benar-benar Manda.
Aku tidak tahu kenapa Manda menceritakan semua tentang kami kepada David, seseorang yang bahkan tidak kami kenal. Apakah David ... pacarnya? Ah, tapi itu tidak mungkin. Percakapan mereka terlampau serius untuk seseorang yang berpasangan.
Aku menelan saliva, menunggu Manda menjawab sesuatu.
"Benar," desah Manda. "Mereka termasuk satu persen orang penting di dunia dalam frekuensi manapun."
"Bagaimana dengan uji cobanya?"
Aku memelotot. Uji coba? Apa-apaan lagi ini? Aku melihat Ran Muda seperti meminta penjelasan, kemudian gelengan laki-laki itu segera menjadi jawaban. Ran Muda juga tidak tahu apa-apa soal ini.
"Keamanan frekuensi, robot-robot itu, dan ... sebentar kulihat." Manda berhenti bicara sejenak untuk melihat apalah itu aku tidak tahu. Aku cuma bisa mendengar apa yang mereka katakan, bukan melihat apa yang mereka kerjakan. "Dan Chris. Chris sudah bangun. Mereka bisa memecahkan semua masalah itu. Bagaimana menurutmu?"
CHRIS? Chris sudah bangun?
Tetapi aku tidak bisa langsung berlari kembali ke ruangan Manda. Aku harus mendengar keputusan mereka soal ini.
Pria di atas sana bergeming. Sunyi senyap langsung menjadi teman. Kupikir David juga sedang berpikir-pikir lagi terhadap hal yang harus dilakukannya.
Bersamaan dengan itu, kakiku rasanya lemas seperti jeli karena mengetahui nasib kami semua ada pada keputusan ini. Chris sudah bangun dan aku tidak ingin memberatkannya lagi. Aku tidak ingin orang-orang yang kusayang (Chris, Jason, bahkan Ran) harus hidup dalam kesulitan lagi. Aku hanya mau semua penderitaan berhenti di sini.
Namun apa yang dikatakan David malah berbanding terbalik dengan keinginanku.
"Mereka berbahaya. Lacak mereka sekarang."
Kita berdua harus pergi dari sini. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Hertz ✓
Science FictionBook Series #1 Ada dunia yang seharusnya tidak kita lihat, ada suara yang seharusnya tidak kita dengar. Frekuensi adalah satu-satunya cara agar kita bisa menyadari semua itu. Karena kadang, bukan mereka yang tidak ada, melainkan kita yang memiliki...