"Wow, wow, wow! Jadi ada dua Ran di waktu yang sama? Kalian serius? Katakan bagaimana caranya!" Aku kaget. Namun juga antusias. Maksudku, kapan lagi kamu bisa melihat dua orang yang dimensi waktunya berbeda, tapi bisa di satu tempat yang sama? Ini mulai kelihatan seperti dalam film-film.
"Astaga! Momen ini mengingatkanku pada Avengers!" seru Jason.
Nah, benar, 'kan?
"Avengers?" tanya kedua Ran, lalu mereka saling bertukar pandang sejenak.
Omong-omong, mulai sekarang aku akan membagi mereka berdua menjadi: Ran Tua dan Ran Muda. Yah, aku tahu aku cerdas. Trims.
"Itu film dari Marvel—ya ampun, kalian harus melihatnya kapan-kapan. Mereka adalah pahlawan bagi alam semesta!" Jason semakin heboh.
"Alam semesta? Seperti apa?"
"Bisa melawan Thanos!"
"Siapa lagi itu?"
"Musuh terbesar! Dia mencoba menghapus separuh kehidupan dengan menjentikkan jarinya."
Dua Ran saling beradu tatap sekali lagi. Dan kini Ran Tua mengernyit bingung lalu sedikit memiringkan kepalanya. "Bagaimana dia bisa menghapus separuh kehidupan hanya dengan menjentikkan jari?"
Jason menghela napas untuk menahan rasa geram di benaknya. Apalagi ketika Ran Muda mulai meledek dengan menjentikkan jari tangan berulang-ulang. Lihat saja, gigi Jason sudah menggertak kesal.
Aku terkekeh melihat mereka. "Avengers punya mesin waktu. Itu garis besarnya." Aku membantu Jason menjelaskan dan keduanya langsung mengangguk-anggukan kepala.
"Bagus. Trims, Jane."
"Tentu saja. Mereka tidak akan paham dengan penjelasan konyolmu itu."
Kemudian Ran Tua berjalan pelan untuk berpikir. Dan baru berhenti ketika dia sudah selesai melakukannya. "Tapi pembahasan kita bukan tentang mesin waktu."
"Lalu? Portal?"
Kini ganti Ran Muda menjawab, ia mencondongkan badan lalu sedikit mendongak ke atas untuk melihat aku dan Ran Tua yang sama-sama berdiri. "Lubang cacing," katanya.
"Ah, iya."
Jason yang duduk tepat di samping Ran, mengerjap-ngerjapkan mata sebentar. Entah karena dia bingung atau mengantuk. Tapi kelihatannya dia bingung dengan pembahasan kami dan jadi mengantuk (iya, kurasa ini lebih tepat).
Aku melipat kedua tanganku di depan dada. "Kalian berhutang banyak sekali penjelasan padaku."
"Benar. Nah, mulai dari mana kita?" Ran Tua menaikan sebelah alisnya ketika menatap Ran Muda. Oh, aku mengerti. Secara tidak langsung pertanyaan itu diperuntukkan oleh dirinya sendiri.
"Lubang cacing," ucap Ran Muda lagi.
Sungguh, apa saat ini Ran Muda cuma bisa berkata 'lubang cacing' ketika diberi pertanyaan? Aku rasa tidak.
"Benar." Ran Tua berjalan ke arah TV sambil menunduk, ekspresinya tampak seperti sedang memikirkan hal-hal yang berat (omong-omong film aksi itu sudah selesai sejak tadi, jadi kami bisa mematikan TV). Lalu pria itu berhenti di depan. Tepat sekali. Berhenti ketika ia sudah selesai memikirkan semuanya. Kemudian dia menatap kami dengan wajah penuh makna. Terutama ke arahku. "Nah, Jane, apa yang kamu pikirkan dengan kata belum?"
"Belum?"
"Ya."
Aku merenung beberapa saat sambil menatap langit-langit kosong (iya, ini salah satu kebiasaan manusia awam ketika mereka berpikir). "Belum ... berarti masih dalam keadaan tidak," jawabku ragu-ragu.
"Ya, artinya itu akan segera terjadi."
"Artinya ada hal yang sedang menunggu," imbuh Ran Muda. Akhirnya.
"Dan hubungannya dengan lubang cacing?" tanyaku tak sabar. Kemudian menopang dagu dengan tangan kanan.
"Tunggu dulu." Ran Tua menyalakan televisi dengan remote kecil di tangan (aku bahkan tidak melihat kapan dia mengambil remote itu), kemudian menunjukkan kepada kami gambar angkasa malam yang penuh akan bintang-bintang. "Ran, tolong bantu jelaskan soal gambar ini!" titahnya.
Pandanganku langsung beralih kepada Ran Muda. Begitu pula dengan Jason.
"Maknanya di sana matahari belum terbit. Bukan tidak terbit," jelas Ran Muda. Tidak membantu. Buktinya aku masih bingung. "Belum dan tidak adalah dua kata yang berbeda. Mereka memiliki definisi masing-masing."
Ya, tentu saja. Semua orang pasti mengetahuinya. Trims.
"Nah, belum, berarti kamu masih punya kesempatan, tapi tidak?" Ran Muda menggeleng pelan. "Tidak adalah kata penyangkalan. Itu berarti tidak akan terjadi."
Informasi yang bagus. Aku masih bingung sampai sekarang. Jadi apa hubungannya?
"Nah, di sini, tugas lubang cacing adalah membuat yang belum agar bisa segera terjadi. Maka dari itu, kita golongkan, bahwa dia bagian dari akan. Lubang cacing bakal senantiasa menjadi akan. Dan lubang cacing sangat terikat dengan waktu, tapi dia bukan mesin waktu, dia lebih kompleks."
"Itu berarti lubang cacing adalah ...." Seseorang menyela kalimatku.
"Kesempatan," lanjut Ran Tua. "Tepat sekali. Lubang cacing adalah kesempatan."
Oke, ini menyenangkan. Aku mulai memahami apa yang dijelaskan oleh dua Ran.
"Dan alasan mengapa kita semua bisa berada di sini adalah karena sifat frekuensi yang begitu kompleks dan hebat. Lubang cacing ... adalah kesempatan, dia bagian dari akan, lalu tugasnya mengubah sesuatu yang tidak (penyangkalan) menjadi belum. Inilah korelasinya." Ran Tua mematikan kembali layar televisi.
Yah, aku sudah paham, maka gambar itu tidak diperlukan lagi.
Baiklah, jadi begini, kamu bisa membuat lubang cacing? Itu berarti kesempatanmu. Dia bisa mengubah apa-apa yang kita pikir tidak akan terjadi menjadi belum, menjadi sesuatu yang masih tidak terjadi. Ya, itu sama saja dengan membuat kesempatan (kamu bisa menyebutnya 'mesin pembuat kesempatan' agar tidak terlalu lama bingung). Tapi, hei! Jangan lupakan fakta bahwa lubang cacing juga bagian dari akan.
Menurut otakku yang cerdas ini, akan memiliki dua faktor: akan terjadi dan akan gagal. Yah, konsekuensi yang besar. Tapi tunggu dulu! Akan bersifat ambiguitas. Dia tidak pasti.
Jadi, akan juga sebuah kesempatan. Mengerti, 'kan?
Oke, hebat!
Tiba-tiba Jason memecah keheningan dengan gumaman konyolnya. "Baik, aku akan jujur. Kalau aku di rumah— yah, benar-benar rumahku yang di Minnesota ... aku akan menganggap kalian semua gila. Ya, benar, kalian bertiga!—atau kalian berdua! Karena intinya, Jane dan Ran! Tapi sekarang aku di sini. Dan semuanya jadi sangat-sangat anomali ...."
"Oke, Jason. Jadi apa yang mau kamu katakan?" tanyaku memburu (bagiku perkataannya sangat berputar-putar).
Kemudian ia mengusap tengkuk lehernya sambil meringis pelan. "Yah, jadi ...."
"Apa?"
"Aku tidak tahu lubang cacing seperti apa yang kalian bicarakan! Oke? Puas kau, Jane?!"
Oh, astaga. Bisa-bisanya dia ketinggalan banyak hal. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Hertz ✓
Science FictionBook Series #1 Ada dunia yang seharusnya tidak kita lihat, ada suara yang seharusnya tidak kita dengar. Frekuensi adalah satu-satunya cara agar kita bisa menyadari semua itu. Karena kadang, bukan mereka yang tidak ada, melainkan kita yang memiliki...