48 || Jalan Keluar

302 116 4
                                    

"Kita harus segera pergi dari sini."

Itu Ran Muda yang berbicara. Karena alat-alat yang dibawa dari luar frekuensi tak lagi berguna di Derivea, maka kita butuh sesuatu pemantik di sini supaya mereka bisa diaktifkan lagi. Masalahnya, pemantik itu kemungkinan besar ada di ruangan Manda, yang mana sangat beresiko sekali untuk kita semua.

"Harga yang dibayar lumayan besar jika kita kembali," ungkap Ran Tua membuat ekspresi Ran Muda yang yakin menjadi murung.

"Memang." Ran Muda mengangguk lemas, lantas menyandarkan tubuhnya ke dinding agar tidak roboh. Kemudian diikuti yang lain (termasuk aku, dan kecuali Chris).

Pandanganku menyapu lagi ke arah sekeliling. Semua orang di sini terkapar, termasuk kami, yang masih duduk-duduk dan bersender lemas ke dinding karena kembali ditabrakkan oleh kenyataan. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, kita sudah sampai sejauh ini, berhasil melangkah sampai sini untuk mengambil alat-alat yang kita bawa. Lalu, jika rencana tidak berjalan sesuai harapan, apakah "rencana pulang" tinggal rencana?

Jadi aku menarik napas dalam-dalam, dan berkata, "Kupikir kita harus tuntaskan ini semua."

Semua orang menengok ke arahku, termasuk Chris yang masih menggenggam erat tanganku. Pandangan mereka seolah-olah mengartikan, "Kamu yakin?"

Ditatap begitu aku mengedikan bahu. "Lama-lama di sini juga tidak mengubah apapun. Sepertinya lebih baik bergerak daripada tinggal diam."

Jason bangkit berdiri, melawan rasa terkapar itu dengan radikal. "Benar," sahutnya.

Selain Jason, semua orang masih lemas dan seperti ingin malas-malasan. Maksudnya, energi yang sudah dikeluarkan untuk sampai ke sini itu sudah habis-habisan. Dan buat beberapa orang, mengisi energi lagi juga butuh waktu yang panjang. Aku memang berpikir benar, tapi dengan semua tenaga yang terkuras habis, aku sebenarnya tidak yakin untuk menerapkan apa yang baru saja kukatakan.

Selanjutnya, orang yang berhasil bangkit berdiri adalah Chris. Anak itu masih menggenggam erat telapak tanganku, jadi ketika ia berdiri, rasanya seperti memaksaku untuk juga ikut berdiri.

Dan, mau tak mau, aku berdiri. Keluarga Cather (kalau kau ingat, nama belakang kami adalah Cather) sudah berdiri, meskipun tubuhku agak linglung dan seperti hampir mau pingsan. Jadi tinggal Kedua Ran saja yang tubuhnya masih lemas dan terkulai, seperti kekuatannya sudah habis dikikis kenyataan.

Maka Jason berjalan mendekat ke arah mereka dan berbaik hati menawarkan uluran kedua tangannya untuk Kedua Ran. "Ayo, demi satu-satunya jalan keluar."

Awalnya Kedua Ran memandang uluran tangan Jason dengan tatapan gamang, tapi karena tidak ada pilihan lain yang lebih baik dari ini, mereka sama-sama menyambut tangan itu dan bangkit berdiri, sambil mengulangi perkataan Jason untuk penegasan. "Demi satu-satunya jalan keluar."

Jason tersenyum hangat, senang bahwa Kedua Ran masih ada di sisinya. Tidak lama kemudian ia membereskan barang-barang yang masih bisa berguna dan dimasukkannya ke dalam ransel punggung. Kedua Ran juga sama, mereka masing-masing kini mengambil tongkat yang tergeletak di lantai.

Kini, ransel itu dikenakan oleh Jason. Ransel berwarna hitam pekat dan muat banyak barang. Lalu, koper atau alat untuk mengaktifkan lubang cacing itu ada di tangan kirinya. Selanjutnya, Ran Muda dan Ran Tua sekarang sudah sama-sama memegang tongkat sebagai bentuk perlindungan awal dan akhir. Ran Muda di jajaran paling depan bersama Jason, dan Ran Tua tepat di belakangku dengan Chris.

Jason menengok ke arah belakang, dan segera diangguki oleh Ran Tua dengan tatapan yakin, yang berarti, "Formasi sudah siap. Ayo kita lanjutkan ini sampai selesai."

Maka Jason membalasnya juga dengan anggukan kepala.

Aku menengok ke samping, ke arah Chris, sambil mengayunkan tangan untuk mencairkan suasana. "Kamu tidak apa-apa?" tanyaku dengan nada santai, padahal di dalamnya berusaha keras untuk tidak menunjukkan nada penuh khawatir.

Chris tersenyum, dan menaik-turunkan kepalanya sambil membalas ayunan tanganku. "Aku tidak apa-apa, Jane."

Aku ikut menarik senyum, dan menggenggam tangan Chris lebih erat.

Rupanya Jason memperhatikan kami, ia masih menengok ke belakang untuk mengawasi keadaanku dan Chris. Tatapan dan alisnya yang naik, seperti bertanya dengan kewaspadaan, "Tidak apa-apa?"

Aku masih mengayunkan tangan dengan Chris, bahkan Chris membalasnya lebih kencang lagi sampai ia cekikikan sendiri. Dan, dadaku tiba-tiba menghangat bisa mendengar Chris tertawa lagi. Tawa Chris berhasil menghadirkan energiku yang sudah lepas itu agar kembali.

Maka dengan senyum lebar, aku menganggukkan kepala ke arah Jason, seakan-akan berkata, "Tidak apa-apa."

Jadi sekali lagi, Jason membalasnya dengan anggukan kepala, yang artinya, "Baiklah kalau begitu, ayo berangkat."

Aku mengambil napas panjang dan mengembuskannya dengan yakin. Apapun yang terjadi nanti, aku yakin ini adalah pilihan terbaik untuk kita semua. Kemudian, kami berlari bersama-sama untuk menyusuri lorong lagi.

Semua ini demi satu-satunya jalan keluar. []

***

a/n: haiii, belakangan ini aku habis pulang ke Jogja untuk ketemu nenek, jadi maaf kemarin-kemarin belum sempat update lagi. tapi sekarang aku sudah bisa menulis karena aku sudah kembali pulang! ayo kita selesaikan perjalanan ini bersama-sama!

Hertz ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang