21 || Celah

460 171 6
                                    

Jason masih mengaduh kesakitan selagi Ran Muda mengambil sesuatu dari tasnya. Anak itu menyentuh pinggangnya yang nyeri sambil meluruskan kaki, ia memilih untuk duduk di tanah.

"Ini akibatnya jika kamu tidak menuruti perintah Ibu untuk minum suplemen vitamin D juga," tuturku seraya bersedekap dada.

Jason yang duduk di bawah jadi menengadah ke atas untuk melihatku. "Hei, aku sudah minum suplemen kalsium!"

"Yah, itu benar. Tapi defisiensi vitamin D membuat kalsium yang kau konsumsi menjadi sia-sia. Ini menyebabkan kalsium yang ada di dalam tubuhmu jadi tidak terabsorpsi dengan sempurna."

Jason mengerjapkan mata sesaat lalu mengangkat kedua tangannya. "HAH?"

Astaga ....

Aku mendengus kesal karena Jason bahkan tidak mengerti bagaimana cara tubuhnya bekerja. Jika terus seperti ini, tantangan di depan akan semakin sulit, dan Jason seolah-olah tampak memberatkan kinerja kami.

Sayangnya, Jason adalah kembaranku dan aku juga tidak ingin kehilangannya—iya, aku tahu ini agak sulit untuk dimengerti (bahkan sains mungkin kesusahan untuk mengartikannya) bahwa hubungan saudara ... tidak peduli seberapa banyak kau membencinya, kau pasti akan tetap peduli dengannya jika ia berada di dalam kesulitan.

Mungkin pikiran buruk ini datang karena kenyataan sudah melampaui ekspektasi.

Eh, maksudku bukannya aku berekspektasi bahwa Ran Tua yang mesti sakit pinggang karena kondisi yang lebih memungkinkan, tapi ya ampun, kau tahulah maksudku.

Jason sudah terbiasa lebam-lebam ketika bermain sepatu luncur di danau Minnesota yang beku, tapi bagaimana bisa ia malah sakit pinggang DI SINI? Di HUTAN MENYEBALKAN INI? Kenapa juga semuanya harus terjadi SEKARANG?

Ran Muda mengeluarkan satu strip yang tampaknya adalah obat analgesik untuk meredakan nyeri, lalu diserahkannya kepada Jason. "Defisiensi itu kekurangan, dan absorpsi adalah penyerapan. Maksudnya, kalau kau rutin mengonsumsi suplemen kalsium, tetapi tidak dibarengi dengan kandungan lain yang dibutuhkan untuk penyerapan kalsium ke tulang-tulang ... itu sia-sia," jelas Ran Muda dengan sedikit penekanan.

Jason meraih obat dari Ran Muda, lalu mengonsumsinya.

"Dan dalam kasus ini, yang membantu penyerapan kalsium adalah vitamin D," lanjut Ran Muda sembari memberikan sebotol air.

Setelah Jason menelannya, ia mengembalikan obat dan botol air minum itu ke Ran Muda. "Terima kasih."

"Nah, sekarang kita jadi harus menunggu efek obat itu aktif dalam tubuh Jason, sementara cuaca di sini sudah menandakan hujan badai akan datang, lagi. Sama seperti kondisiku waktu itu," ucapku dengan nada ceria yang dibuat-buat.

Angin berdesir membawa aroma petrikor yang semakin kuat. Lalu rambut dan pakaian kami berkelepak kencang mengikuti arah angin, jadi bulu kudukku berdiri dan aku menggigil kedinginan. Cuaca di frekuensi ini memang ekstrem.

"Tapi ini masih jauh lebih baik dari film 2012 yang mengangkat tema kiamat dengan serangan tsunami!" kata Jason, mengeraskan suaranya untuk melawan bunyi pohon dan semak-semak yang saling bergesekan ditiup angin.

Aku tidak mengacuhkannya dan memilih untuk mengalihkan pandangan ke Ran Tua. Ia sejak tadi diam karena ganti mengamati isi ponsel dari yang Ran Muda bawa. "Apa yang kau lihat?" tanyaku dengan suara yang naik satu oktaf juga.

Ran Tua melepas tatapannya dari layar ponsel, lalu menjawab, "Ini tempat dan kondisi yang tepat!"

"Apa?"

Mendengar itu Ran Muda langsung buru-buru mengeluarkan laptopnya yang dilapisi koper seperti dalam film-film dengan tokoh utama peretas. Ia ikut duduk di tanah lalu menyalakan laptop. Kemudian matanya langsung tertancap kepada layar untuk melihat radar, data, dan pemrograman secara cepat.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Jason yang juga ikut keheranan.

Karena angin yang kian kencang, kami jadi terpaksa berbicara dengan nada setengah berteriak supaya bisa didengar.

"Aku menemukan gelombangnya!" teriak Ran Muda.

Ran Tua segera bergerak mendekat untuk melihat apa yang Ran Muda temukan, begitupun denganku, meski aku masih kurang mengerti apa maksud dari gelombang-gelombang besar yang bergerak dalam layar.

"Kamu yakin mereka tidak akan menolak kedatangan kita?"

Ran Muda mengangguk mantap. "Aku yakin, mereka juga pasti tidak tahu tentang ini. Aku menemukan celahnya!"

Mendapat respons seperti itu, Ran Tua refleks mengangguk menatap mata Ran Muda. Lalu ia kembali berdiri tegak. "Aktifkan lubang cacing!"

Eh, tunggu ... APA?

Aku dan Jason saling bertukar pandangan selama beberapa detik, sama-sama menunjukkan ketidaktahuan soal ini.

Sementara itu, rintik-rintik hujan sudah mulai turun dan angin masih berlalu dengan kencang. Ada suara gemuruh petir di atas sana. Kilatnya yang berlangsung sekejap mata saja sudah membuatku bergidik ngeri.

"Ran, ada apa ini?" tanyaku meminta penjelasan lebih, sambil menahan tubuh yang rasanya ingin terbawa oleh angin.

"Kita akan berangkat!" []

Hertz ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang