6. Mau mati

614 68 8
                                    

°
°
°
Melamun. Rasanya kegiatan itu sudah ia lakukan sehari hari, entah kenapa akhir akhir ini melamun sudah menjadi kebiasaan nya.

Terkadang ia berfikir, untuk apa Tuhan memberinya nyawa?

Apa alasannya untuk hidup?

Apa ia manusia berguna?

Rasa lelah memang sudah melekat pada diri manusia, rasa lelah juga tidak memandang gender bukan? Mau itu laki-laki atau perempuan, mereka sama saja bisa merasakan lelah.

Cakra menghela nafas berat, tangannya terulur untuk memegang dada kirinya. Lelaki itu meraup oksigen dengan rakus, cengkraman di dadanya pun semakin mengerat.

"hah... s-sialn.. "

"Dasar... Hah.. Ja-jantung si.. sial-an arghhh... "

Ceklek!

"Cakra ay- CAKRA?" Niat hati ingin mengajak adiknya untuk makan malam, Lucas malah mendapati adiknya yang sedang mencengkram dadanya kuat di balkon kamar.

Dengan gerakan cepat, lelaki itu langsung membopong badan adik satu satunya untuk di baringkan di kasur "Tahan Cakra! Kakak cari obat kamu dulu!"

Wajah cakra kian memucat, ringisan dan umpatan terus terdengar.

"Ini kamu minum" Cakra membuka mulutnya, ia menerima obat yang diberikan oleh kakaknya.

Nafasnya sudah berangsur membaik, Lucas mengusap pelan belakang punggung adiknya itu dengan lembut "Kamu jangan lupa minum obatnya dong.. "

Cakra menepis lengan kakaknya itu kasar, Lucas hanya tersenyum maklum, ini sudah menjadi hal biasanya baginya.

Melihat adiknya yang malah kembali tertidur "Cakra makan dulu ya? Kamu gak boleh telat makan"

Cakra berdecak pelan "Ck! Berisik! Keluar!"

"Ya udah, kakak bawa makan malam nya kesini ya?"

Cakra diam, dia enggan menoleh. Bahkan saat pintu sudah tertutup pun lelaki itu masih mempertahankan posisinya.

Lengannya kembali meraba dadanya kirinya "Sampai kapan?" Tanya nya entah pada siapa.

"Sampai kapan gue harus hidup bergantungan sama obat sialan itu!"

"Tuhan! Gue juga mau hidup normal!"

..........

Sinar malam rembulan kini telah tergantikan oleh cahaya matahari pagi. Setiap manusia sudah bisa menjalankan aktivitasnya masing masing.

Jam menunjukkan pukul 06.30 pagi, Cakra sudah siap dengan seragam sekolah dan tas yang bertengger di bahu kirinya.

Lelaki itu menuruni anak tangga dengan tatapan datar andalannya, dibawah sudah ada kedua orangtua dan abang satu satunya.

Cakra pergi melewati keluarga nya begitu saja, ia enggan untuk sarapan pagi di rumah. Ia bisa membeli nya nanti di kantin

Langkahnya terhenti ketika terasa lengannya di cekal

"Loh nak, kamu mau berangkat? Lebih baik kamu di rumah saja. Keadaan kamu juga belum cukup pulih"

Cakra berbalik, ia mendapat raut wajah khawatir dari Bunda nya

"Gue baik" Jawabnya singkat yang terkesan tidak sopan. Tapi itu lah Cakra, ia tidak peduli pada apapun.

"Tap-"

"Gue bilang gue baik!" Sentaknya dengan ketus. Membuat papanya yang sedari tadi diam kini menatapnya tajam

"Cakra!" Cakra hanya acuh, ia melanjutkan langkahnya menuju garasi rumah.

ZIVALICIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang