48. End

605 71 23
                                    

°
°
°
"Sayang, cia pinjam bonekanya boleh ya?"

Ayah terus membujuk Aluna yang masih mempertahankan boneka kesayangannya, boneka beruang putih dengan panjang 70cm kini tengah gadis kecil itu peluk.

"Tidak! Ini pemberian ibu! Dia tidak boleh menyentuh nya!"

Aluna berucap tegas, ia menunjuk cia yang masih setia tertunduk di belakang ayah. Adiknya itu memainkan boneka kayu yang dibuatnya sendiri. Aluna juga tak paham bagaimana bocah 5 tahun bisa membuat boneka dari kayu

"Aluna sayang.. kamu harus berbagi dengan adikmu, cia pinjamnya juga sebentar saja. Nanti ayah belikan yang baru"

Namun Aluna masih pada pendiriannya, ia enggan memberikan boneka pemberian terakhir ibunya pada sangat adik "Dia bukan adikku ayah!"

"Aluna!" Ayah menghela nafas, ia berusaha mati matian untuk tidak membentak putri pertamanya

"Dia pembunuh!" Mata ayah membola, untuk usianya yang masih anak anak aluna tak pantas mengucapkan kata kata kasar

"ALUNA!" Mendengar ayahnya yang membentak, Aluna mundur beberapa langkah.

Seumur hidupnya, ia tak pernah di bentak oleh siapapun

Dan barusan, ayah meninggikan suaranya hanya karena anak sialan itu

"Aku benci ayah!"

"Aku sayang ayah.. "

Mengambil gunting yang ada di sampingnya, Aluna menatap gemas pada kado yang telah ia siapkan untuk besok.

Meski cia tak menginginkan barang apapun, tapi Aluna akan memberikan barang Sederhana untuk adiknya

Ini pertama kali ia memberikan kado cia, seumur hidupnya ia tak pernah mau repot repot membungkus kado begini

"Semoga kamu suka ya dek?"

Setelah cia dan cakra pergi, Aluna pergi menuju toko boneka terdekat.

Membeli boneka beruang berwarna putih yang cukup besar, ia sebenarnya bingung akan memberikan adiknya apa.

Jadi, ia memberikan cia boneka agar bisa adiknya peluk setiap malam

Gadis itu memandang keluar jendela, hujan lebat kembali mengguyur kota jakarta

Diiringi dengan petir yang menggelegar.

Sesekali Aluna meringis, menutup telinga karena terkejut

Ditangannya ia menggenggam satu cangkir coklat panas, pandangannya masih lurus pada jendela yang menampilkan hujan lebat.

"Tuhan, aku beri aku kesempatan untuk bisa membuat adikku bahagia"

"Maaf atas kesalahan yang ku perbuat dulu"

Aluna kini tertunduk, semakin meremat gelas yang ada di genggamannya "Aku menyesal.. " Ucapnya dengan lirih

Jder!

Prang!

........

Hujan deras mengguyur jakarta, padahal sore tak ada tanda tanda akan turun hujan

Memang, cuaca akhir akhir ini sudah tak tentu

Terkadang, tidak bisa di prediksi

Keadaan di mobil cukup hening, hanya suara gemericik air hujan yang keduanya dengar

Cia masih fokus menatap lurus kedepan, sebenarnya ia masih malu ia masih terpaku pada kejadian tadi sore saat cakra mencium bibirnya

Wajahnya kini memerah "Kamu sakit?"

ZIVALICIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang